PM Palestina Ingin Mundur
RAMALLAH, SENIN -- Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah mempertimbangkan pengunduran diri. Tawaran itu akan memudahkan pembentukan pemerintahan baru Palestina.
Juru bicara Hamdallah, Yussef al-Mahmud, mengatakan, Hamdallah menyerahkan kelanjutan pemerintahannya kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Hamdallah dinyatakan mendukung rencana pembentukan pemerintahan baru yang digagas Abbas.
Dalam rapat pada Minggu (27/1/2019), komite pusat Fatah pimpinan Abbas merekomendasikan pembentukan pemerintahan baru. Di pemerintahan baru itu, akan melibatkan sejumlah anggota Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Hamas yang berkuasa di Gaza bukan bagian dari PLO.
Hamdallah memerintah sejak Juni 2014. Pemerintahan itu diklaim sebagai pemerintahan nasional Palestina yang disebut menaungi seluruh faksi. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan pemerintahan Hamdallah tidak bisa mengendalikan Hamas yang mengontrol Gaza. Pemerintahan Hamdallah mengontrol wilayah Palestina di Tepi Barat yang terus-menerus digerus oleh pendudukan Israel.
Adapun Abbas menjadi Presiden Palestina sejak 2005. Seharusnya, masa jabatan Abbas berakhir pada 2009. Akan tetapi, tidak ada pemilu digelar akibat perpecahan Hamas dan Fatah. Akibatnya, sampai sekarang Abbas masih menjadi Presiden Palestina.
Rumah Arafat disita
Sementara itu, pengadilan Israel mengumumkan penyitaan rumah milik mendiang Pemimpin Palestina Yasser Arafat. Rumah keluarga Arafat itu dinyatakan sebagai jaminan untuk gugatan terhadap pemerintah Palestina dan PLO. Pemerintah Palestina dan PLO dinilai bertanggung jawab pada serangan-serangan orang Palestina terhadap orang-orang Israel.
Gugatan diajukan oleh LSM Israel, Shurat Hadin. Dalam berkas perkara, Shurat Hadin meminta penyitaan aset Arafat sebagai jaminan atas gugatan orang-orang yang dinyatakan sebagai korban serangan Palestina.
"Langkah ini semakin membawa keadilan bagi korban dan keluarganya,” kata pemimpin Shurat Hadin, Nitsana Darshan Leitner.
Ia menyatakan, penyitaan diperlukan. Sebab, ganti rugi akan sulit didapat jika gugatan dikabulkan. "Kami tidak mengizinkan harta Arafat tetap di jantung Jerusalem sementara kerugian pada korban tidak dibayar. Yaser Arafat adalah moyang terorisme modern. Bertanggung jawab pada pembunuhan ribuan orang tidak bersalah,” tutur Leitner.
Arafat pernah menjadi pemimpin PLO dan Presiden Palestina. Ia meninggal pada 2004. Sejumlah pihak di Palestina menuding Israel meracuni tokoh pembebasan Palestina itu.Tudingan tersebut muncul, antara lain, karena seorang pakar dari Swiss menemukan radioaktif di pakaian Arafat.
Keponakan Arafat, Nasser al-Qudwa, menyatakan bahwa keputusan penyitaan tidak bisa diterima. Rumah itu berdiri di lahan 2.700 meter persegi di Gunung Zaitun. Rumah itu menghadap ke Kota Tua Jerusalem dan Masjid Al-Aqsa.
Qudwa dan saudaranya memiliki sebagian hak atas rumah yang disita itu. Perintah itu dinyatakan sebagai penjarahan dan pencurian.
(AFP)