Pembangunan Kedepankan Sektor Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali akan membangun 11 pos lintas batas negara yang ditargetkan selesai Agustus 2019. Pembangunan itu tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial, budaya, dan ekonomi wilayah setempat.
Fokus jangka pendek adalah pembangunan infrastruktur pos lintas batas negara (PLBN), jalan, dan fasilitas ekonomi. Yang akan disasar pertama kali dengan pembangunan itu adalah menekan harga bahan pangan pokok di wilayah perbatasan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Jakarta, Senin (28/1/2019), mengatakan, percepatan pembangunan dilakukan secara terpadu antarkementerian dan lembaga. Hal itu agar tidak hanya membangun secara fisik, tetapi juga secara sosial, budaya, dan ekonomi wilayah setempat.
Membangun PLBN itu tidak hanya membangun pos. Membangun dan meningkatkan semua aspek kebutuhan hidup manusia di sekitar PLBN itu juga diperlukan.
”Di sini koordinasi sangat penting. Hebatnya (bangunan) seperti apa pun, kalau tak ada koordinasi, berantakan,” ujar Wiranto dalam rapat koordinasi ”Pengendalian Pembangunan Perbatasan”.
Sebelumnya, dalam empat tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pemerintah telah membangun dan meresmikan tujuh pos lintas batas negara (PLBN). Ketujuh PLBN itu berada di Aruk, Entikong, dan Nanga Badau (Kalimantan Barat), Motaain, Wini, dan Motamasin (Nusa Tenggara Timur), serta Skouw (Papua).
Di sini koordinasi sangat penting. Hebatnya (bangunan) seperti apa pun, kalau tak ada koordinasi, berantakan.
Perpres percepatan
Presiden telah mengeluarkan instruksi khusus kepada semua kementerian dan lembaga melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2019 untuk mempercepat pembangunan 11 PLBN terpadu itu. Inpres tersebut telah ditandatangani sejak 17 Januari lalu.
Pembangunan 11 PLBN itu dibagi menjadi dua prioritas. Prioritas pertama tersebar di empat lokasi, yakni Sei Pancang, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara; Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat; Sota, Kabupaten Merauke, Papua; dan Long Midang/Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Adapun prioritas kedua pembangunan PLBN tersebar di tujuh lokasi lain, yaitu di Long Nawang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara; Labang, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara; Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau; Sei Kelik/Jasa, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat; Napan, Kabupaten Timur Tengah Utara, Nusa Tenggara; Oepoli, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara; dan Yetetkun, Distrik Ninati, Kabupaten Boven Digoel, Papua.
Wiranto menegaskan, fokus pembangunan PLBN adalah masalah pemerataan pembangunan dan harga kebutuhan bahan pokok. Dia mengakui bahwa hal itu tidak mudah karena kompleksitas daerah dan transportasi antara wilayah perbatasan dan pusat kota berbeda.
”Dengan membangun infrastruktur terlebih dulu, ini akan memberi kemudahan bagi perekonomian dan pemerataan pembangunan. Kebutuhan harga bahan pokok juga, itu harga di pusat dan daerah (perbatasan) harus sama,” kata Wiranto.
Dengan membangun infrastruktur terlebih dulu, ini akan memberi kemudahan bagi perekonomian dan pemerataan pembangunan. Kebutuhan harga bahan pokok juga, itu harga di pusat dan daerah (perbatasan) harus sama.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Widodo Sigit Pudjianto menambahkan, pembangunan 11 PLBN itu ditargetkan selesai pada Agustus 2019.
”Yang terus dikoordinasikan saat ini pembangunan fisik dulu untuk memastikan tanah tidak bermasalah. Selesai dibangun, kami akan langsung fokus pembangunan sumber daya manusia,” kata Widodo.
Widodo menilai, saat ini kawasan perbatasan tidak cukup hanya mengurusi masalah bea cukai, imigrasi, dan karantina. Menurut dia, perlu juga perhatian masalah perdagangan dan tenaga kerja.
”Jadi, sifatnya meningkatkan perekonomian masyarakat perbatasan. Maka, di situ nanti harus dibuat pusat-pusat perdagangan, terutama pasar untuk pusat bisnis,” ujar Widodo.
Sifatnya meningkatkan perekonomian masyarakat perbatasan. Maka, di situ nanti harus dibuat pusat-pusat perdagangan, terutama pasar untuk pusat bisnis.
Widodo juga meminta kepada para camat untuk proaktif mendata warganya di perbatasan agar tidak ada warga yang seenaknya keluar-masuk daerah perbatasan.
”Camat harus hadir di situ supaya orang mondar-mandir ada identitasnya. Selama ini, kan, belum. Padahal, identitas sangat penting untuk menjamin keselamatan warganya,” katanya.