PALU, KOMPAS - Penyintas gempa bumi yang menetap di hunian sementara di Sulawesi Tengah mengeluh masih kekurangan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan harian mereka. Kebutuhan di hunian sementara masih menjadi tanggung jawab pemerintah.
Arwan Hadi (54), penyintas yang menempati hunian sementara (huntara) di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu, Sulteng, menyatakan, selama ini air sering habis pada malam dan pagi hari. “Padahal, di dua kesempatan itu, penghuni sangat membutuhkan air untuk berbagai keperluan,” kata Arwan di Palu, Senin (28/1/2019).
Untuk mengatasi kekurangan air, mereka mengambil air di rumah keluarga di luar kompleks huntara. Mereka mengambil air menggunakan jeriken. Arwan menyatakan, selama ini mobil tangki memasok air ke setiap unit huntara sekali dalam sehari. Warga berharap air juga dipasok pada pagi dan sore hari sehingga kebutuhan para penyintas dapat terpenuhi.
Huntara di Kelurahan Duyu ditempati penyintas dalam dua minggu terakhir. Mereka adalah penyintas yang rumahnya tak bisa ditempati lagi di Kelurahan Duyu dan yang rumahnya hilang akibat likuefaksi di Perumnas Kelurahan Balaroa.
Air untuk setiap unit huntara dialiri dari masing-masing dua tangki. Setiap unit dihuni 12 keluarga dengan rata-rata setiap keluarga terdiri dari 3-5 orang. Ada empat kamar mandi, empat kamar kecil, dan satu tempat cuci untuk setiap unit huntara.
Masalah kekurangan air juga sempat menghantui penghuni huntara di Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, Palu, saat belum lama mereka menempati huntara pada akhir Desember 2018. Namun, masalah itu saat ini telah teratasi.
Rudy dari Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, untuk huntara Duyu, air dari PDAM sudah tersambung. Saat Kompas menyambangi huntara di Kelurahan Duyu, mobil truk yang mengangkut tangki air sedang memasok air ke tandon di salah satu unit.