Menggurat Problem Sosial Pulau Bali Lewat Film Pendek
Oleh
Cokorda Yudistira
·4 menit baca
Suasana mendadak riuh saat hampir seluruh murid di ruang kelas berteriak. Mereka kerauhan, kesurupan. Seorang siswi yang lebih dulu kesurupan menatap tajam ke depan sambil berujar, ”Salah!”
Ragil, siswa yang merekam kesurupan massal di kelasnya, mengajak dua temannya meneliti kejadian mistis itu. Apalagi, kesurupan massal itu tidak hanya sekali, tetapi sudah berulang. Ragil, siswa baru yang kebetulan seorang vlogger, juga penasaran atas perilaku tertutup seorang temannya yang disebut-sebut mudah kesurupan.
Namun, rasa penasaran Ragil kian bertambah justru setelah tahu kesurupan massal itu hanyalah rekayasa sebagian teman di kelasnya untuk mengungkap korupsi di sekolah. Ragil berhasil merekam bukti. Ketika kelas kembali gempar karena murid-muridnya kembali kesurupan, Ragil menayangkan video yang berisi rekaman perbincangan oknum guru yang terlibat korupsi.
Begitu ringkasan cerita film pendek berjudul ”Misteri Teriakan Beruntun” garapan tim mahasiswa angkatan 2016 Jurusan Televisi dan Film Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Selain film pendek ”Misteri Teriakan Beruntun”, mahasiswa angkatan 2016 Jurusan Televisi dan Film ISI Denpasar juga memproduksi dua film pendek lain, yakni ”Dwitunggal Sarira” dan ”Angkara”.
Tiga film pendek hasil produksi mahasiswa ISI Denpasar itu ditayangkan di Bentara Budaya Bali, Gianyar, Sabtu (27/1/2019), dalam tajuk ”Sinema Angkatan 16 ISI Denpasar”. Selain pemutaran film, acara penayangan film pendek di Bentara Budaya Bali itu juga diisi dengan kelas kreatif dan diskusi.
Isu sosial
Meskipun berbeda naskah dan penggarapan, ketiga film pendek garapan sineas muda mahasiswa ISI Denpasar itu mengeksplorasi tema senada, yakni isu sosial dalam lokalitas budaya Bali.
Film pendek berjudul ”Dwitunggal Sarira”, misalnya, mengisahkan pertemuan dua sahabat yang lama berpisah. Pertemuan kembali dua sahabat itu terjadi lantaran rencana pembangunan gedung di atas lahan sawah. Persoalan alih fungsi lahan, terutama sawah, memang menjadi permasalahan pelik yang jamak terjadi di Bali.
Adapun film berjudul ”Angkara” mengangkat isu kolusi antara calon kepala daerah dan organisasi kriminal dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa. Calon kepala desa meminta dukungan pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas), sedangkan pimpinan ormas meminta jatah wilayah untuk mengedarkan narkotika.
Film pendek berjudul ”Angkara” yang digarap dengan gaya film aksi dan sarat komedi itu juga menampilkan adegan perkelahian dan melibatkan pemeran dari kelompok lawak Bali, yakni trio Clekontong Mas. Perihal keberadaan ormas yang disinyalir dekat dengan tindak kriminalitas juga menjadi perhatian masyarakat Bali belakangan ini.
Ketua Panitia Sinema Angkatan 16 Gea Refika Ayu Zellia mengatakan, ketiga film pendek itu dibuat sebagai penyelesaian tugas mata kuliah Praktika Terpadu. ”Ketiga film ini sudah ditayangkan untuk diuji internal pada 11 Januari lalu. Malam ini adalah film screening di luar kampus,” kata Gea.
Ketiga film ini sudah ditayangkan untuk diuji internal pada 11 Januari lalu. Malam ini adalah film screening di luar kampus.
Ketua Jurusan Televisi dan Film ISI Denpasar Kadek Puriartha mengungkapkan, tiga film pendek produksi mahasiswa tahun angkatan 2016 itu menjadi pratugas akhir mereka di mata kuliah Praktika Terpadu. Puriartha berharap film-film yang disiapkan dan dibuat mahasiswa itu dapat diikutkan dalam festival-festival film pendek nasional ataupun internasional.
Puriartha juga memberikan apresiasi kepada setiap kelompok mahasiswa melalui rumah produksi yang menghasilkan film-film pendek itu dan kepada pihak Bentara Budaya Bali yang memfasilitasi pemutaran film produksi mahasiswa ISI Denpasar.
Bahan evaluasi
Dosen pengampu mata kuliah Praktika Terpadu di ISI Denpasar, I Komang Arba Wirawan, menyatakan, pemutaran film pendek produksi mahasiswa itu juga untuk menilai kemampuan mahasiswa. Penonton di Bentara Budaya Bali diberi kuesioner yang hasilnya menjadi bahan evaluasi sehingga mahasiswa dapat menyempurnakan karyanya di masa mendatang.
”Sudah belasan film yang diproduksi mahasiswa Jurusan Televisi dan Film,” kata Arba seusai diskusi setelah pemutaran film. Dia meyakini mahasiswa memiliki kemampuan dan keahlian untuk memproduksi film ataupun konten film, termasuk sebagai produser dan pemasaran.
Arba menambahkan, pihak kampus mendorong mahasiswanya mengikuti perlombaan dalam festival-festival film. Langkah itu untuk meningkatkan dan mengasah kemampuan akademis mahasiswa dan sekaligus mengembangkan kreativitas mereka.
Arba menyebut, acara pemutaran film pendek karya mahasiswa ISI Denpasar itu merupakan langkah awal dan proses belajar sebelum mereka memasuki proses industri. Tema-tema yang sarat kritik sosial juga menjadi sumbangan refleksi bagi publik Pulau Dewata.