Jumlah Kasus Terus Meningkat, Jakarta Waspada KLB DBD
Oleh
Irene sarwindaningrum
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di DKI Jakarta terus meningkat selama sepekan terakhir. Dengan kasus yang terus bertambah ini, Jakarta dinyatakan waspada kejadian luar biasa demam berdarah dengue.
Selama Januari ini, jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta per 27 Januari 2019 mencapai 613 kasus atau bertambah 146 kasus dalam waktu empat hari. Artinya, dalam sehari ada rata-rata 22 orang terjangkit DBD.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, jumlah tertinggi kasus DBD terdapat di Jakarta Selatan dengan 231 kasus, 169 kasus di Jakarta Timur, 153 kasus di Jakarta Barat, 37 kasus di Jakarta Utara, dan 23 kasus di Jakarta Pusat.
“Untuk kali ini, terjadi pergeseran penderita, dari dulunya didominasi anak-anak usia 7-12 tahun, sekarang menjadi remaja sekitar 14-16 tahun. Kami belum tahu pasti penyebab pergeseran ini,” kata Widyastuti di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, terdapat lima kecamatan dengan tingkat kejadian (insiden rate) tertinggi, yaitu Jagakarsa, Kalideres, Kebayoran Baru, Pasar Rebo dan Cipayung. Sementara Kabupaten Kepulauan Seribu belum ada kasus yang dilaporkan.
Widyastuti mengatakan, Jakarta merupakan daerah endemis DBD. Setiap musim hujan, terjadi peningkatan kasus DBD. Pada 2016, tercatat 20.432 kasus DBD di DKI Jakarta dengan kematian mencapai 14 orang. Pada 2018, tercatat 2.947 kasus dengan dua kasus kematian.
Untuk itu, warga diminta waspada dengan gejala panas yang yang tak turun beberapa hari. “Panas beberapa hari tidak turun, harus langsung curiga DBD. Minum obat penurun panas yang baik, dan bila tidak turun juga, segera berobat ke dokter atau Puskesmas,” katanya.
Panas beberapa hari tidak turun, harus langsung curiga DBD. Minum obat penurun panas yang baik, dan bila tidak turun juga, segera berobat ke dokter atau Puskesmas
Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue yang disebarkan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya aktif sekitar pukul 10.00 pagi dan sekitar pukul 15.00.
Untuk meningkatkan antisipasi, pihaknya menyatakan status waspada kejadian luar biasa (KLB) DBD untuk DKI Jakarta dengan fokus pada lima kecamatan dengan tingkat kejadian tertinggi. Sejumlah langkah telah diimbau dilakukan secara masif.
Di antaranya adalah himbauan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan jumantik sebagai ujung tombak, pembasmian larva nyamuk dengan abate, dan penebaran ikan cupang yang memakan jentik nyamuk di penampungan-penampungan air.
Berdasarkan perkiraan yang dihitung dari prediksi kelembapan udara dan sejarah penyebaran penyakit di Jakarta, tiga kota berpotensi tinggi untuk peningkatan penyebaran penyakit DBD, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
Potensi tinggi meningkatnya DBD ini diperkirakan akan berlangsung selama tiga bulan atau selama puncak musim hujan Januari-Maret.
Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Arifin mengatakan, Jakarta Selatan sudah melakukan serangkaian antisipasi pencegahan penyebaran nyamuk Aedes Aegypti. Sekolah-sekolah diminta untuk melakukan gerakan menguras, menutup dan mengubur (3M) setiap hari di luar jam belajar mengajar. “Imbauan pun sudah kami minta diumumkan lewat masjid-masjid dan mushala-mushala tiap pagi. Ini cukup efektif untuk ingatkan warga,” katanya.
Menurut Arifin, Jagakarsa menjadi kecamatan dengan tingkat kejadian tertinggi di DKI Jakarta karena masih banyaknya lahan-lahan kosong yang tak terawasi, taman-taman, dan tempat pemakaman umum (TPU). Untuk itu, pihaknya juga mengumpulkan 1.300 petugas Suku Dinas Kehutanan Jakarta Selatan untuk melakukan pembersihan di taman dan TPU.