Blok M (Bukan Lagi) Tempat Nongkrong
Banyak jejak yang menunjukkan kawasan Blok M sebagai tempat nongkrong favorit, sekitar 30 tahun silam. Kini, fakta itu mulai terhapus. Yang tersisa tinggallah Blok M sebagai pusat bisnis yang menanti kebangkitan.
Di lintas melawai remaja-remaja dalam dunianya/Asyik ngeceng pakai mobil mewah, senyum genit yang dibuatnya/Di lintas melawai muda-mudi selalu pasang aksi/Asyik dengan lagak dan gayanya, acuh tak peduli siapa/Mereka asyik bercanda ria, saling senyum tegur dan sapa/Glamourmu para remaja tanpa dibebani problema…
Petikan lirik lagu “JJS Lintas Melawai” yang dinyanyikan Hari Moekti tahun 1980-an itu menggambarkan kemeriahan Jalan Melawai, Jakarta Selatan, di tahunnya.
Berselang 30 tahun setelahnya, wajah Blok M sudah berubah. Lirik lagu JJS Lintas Melawai terdengar tidak lagi relevan di tahun 2019 karena bermunculan tempat nongkrong lain di seantero Jakarta.
Satu hal yang langgeng sejak 1980-an adalah Blok M sebagai pusat perdagangan di bagian selatan Jakarta. Perekonomian di area ini terus berdenyut selama 24 jam.
Sejak subuh, roda perekonomian sudah berjalan di pelataran Blok M Square. Pedagang menjajakan kue dan jajanan pasar sejak pukul 05.00.
Sebelumnya, di tempat yang sama pada malam hari, pedagang kuliner lesehan melayani pembeli sejak pukul 18.30. Ada nasi gudeg, nasi rames, menu angkringan, dan sebagainya. Aneka macam makanan yang disusun di meja panjang, sangat menggoda selera.
Zaenuddin HM dalam buku “212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe” yang diterbitkan Ufuk Press tahun 2012, menyebutkan, Blok M sudah menjadi ikon Jakarta sejak tahun 1980-an. Pada tahun itu, seperti digambarkan dalam lagun Hari Moekti, Blok M adalah tempat mangkal anak muda metropolitan.
Beberapa pusat perbelanjaan yang ada yaitu Pasaraya, Pasar Melawai, Blok M Mal, dan Pasar Mayestik. Ada pula gedung bioskop megah New Garden Hall yang beroperasi tahun 1972. Aldiron Plaza yang diresmikan tahun 1979 melengkapi tempat gaul di seputar Blok M.
“Para ABG (anak baru gede) yang kebanyakan masih duduk di kursi SMA itu biasa mangkal di kawasan ini sejak sore hingga malam. Dari sekadar “cuci mata”, mencari hiburan, berbelanja, hingga konon menjajakan cinta," tulis Zainuddin dalam bukunya.
Mantan warga Blok M, Novembra Pettye (64) yang kini tinggal di Bogor, Sabtu (26/1/2019), mengingat di depan rumahnya di kawasan Melawai, tahun 1960-an, ada lapangan terbuka. Di sana suka ada pasar malam, pertunjukan wayang orang, dan komidi putar. Tahun 1960-an, rumah toko yang ada belum banyak karena proses pembangunan ruko masih berlangsung.
Ia juga ingat, hubungan antartetangga harmonis, saling mengenal, walaupun yang membeli ruko di sana dari berbagai suku. Pettye juga ingat, setelah toko Sunlight tetangganya dirampok pada malam hari, keamanan ditambah dengan memasang bel di setiap rumah, yang saling berhubungan. Jadi, kalau ada apa-apa, mereka tinggal pencet bel dan semua orang tahu ada bahaya.
Dua tiga tahun kemudian, lanjutnya, lapangan terbuka di depan rumahnya dibangun Pasar Blok M yang modern di zamannya. Lingkungan pertokoan menjadi magnet. Orang berdatangan dari berbagai tempat termasuk dari luar Kebayoran. Kawasan Blok M jadi pusat ekonomi baru.
Bobby Seba (76) juga pernah tinggal di Jalan Iskandarsyah. Ia mengikuti proses pembangunan Pasar Blok M dan terminal busnya pada zaman Gubernur Ali Sadikin. Kemudian dibangun juga Aldiron Plaza.
"Sebelum ada Pasar Blok M, sudah ada Pasar Mayestik. Cuma tidak menarik. Setelah ada pertokoan Pasar Majestik dan Aldiron, kawasan itu jadi banyak dikunjungi. Orang sengaja datang ke sana untuk dilihat dan melihat. Pasar Baru (di Jakarta Pusat) jadi tidak menarik lagi buat orang-orang Kebayoran," katanya.
Bobby ingat, anak-anak muda dari berbagai kalangan kumpul di Blok M, termasuk dirinya bersama sesama teman sekolah di SMAN 6. Dari situ muncul kelompok-kelompok anak muda, salah satunya yang tekenal dan disegani adalah Legos Oksos.
"Legos Oksos itu asalnya dari kata lego, menjual, dan oksos itu OXO. Jadi, waktu itu kan barang apa yang bisa dijual, kami jual. Kami juga ada keyakinan, segala sesuatunya itu hampa, tidak ada. Nol kali nol sama dengan nol, kosong, hampa. Ya, namanya anak remaja saat itu. Geng ini dulu paling ditakuti, kalau sekarang orangnya sudah jadi opa-opa," katanya.
Tempat nongkrong
Geng ini dulu nongkrong antara lain di warung roti bakar Pak Kumis di halaman parkir depan Terminal Blok M, sebelum dibangun seperti sekarang. Seorang karyawan Pak Kumis adalah Eddy, yang kemudian punya jaringan Roti Bakar Eddy. "Eddy sudah meninggal beberapa bulan lalu. Dia kawan kami dan tahu betul roti bakar kesenangan kami masing-masing, sehingga kalau kami datang dia langsung bikin tanpa tanya-tanya kami lagi."
Sekarang Blok M sudah benar-benar berubah. Toko dan pedagang di Blok M yang dulu dikenal dan menjadi teman mereka, sudah berganti orang. Beberapa toko di antaranya dikelola oleh anak-cucu mereka.
Pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, bekas kawasan kompleks permukiman di kota satelit Kebayoran Baru itu mendapat perhatian khusus untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis.
Perubahan kawasan dimulai dengan membangun terminal bus yang terintegrasi dengan Pasar Melawai. Terminal seluas 2,2 hektar itu dibangun tahun 1968 dengan biaya Rp 7,5 juta. Awalnya, terminal bus Blok M dibangun untuk mengurai beban lalu lintas di Blok A.
Sedangkan pembangunan Pasar Melawai menghabiskan biaya Rp 50 juta. Pasar Melawai memiliki 579 kios (Kompas, 30 Oktober 2016).
Kawasan Blok M semakin terkenal karena fasilitasnya yang lengkap. Selain pusat perbelanjaan, kawasan itu juga terkenal sebagai “Little Tokyo” karena banyaknya restoran, tempat hiburan, dan minimarket yang menjual produk-produk khas Jepang. Mulai dari camilan Takoyaki, ramen, sushi, hingga sashimi tersedia di restoran sekitar Melawai.
Sejumlah hotel kecil dan budget juga berdiri di sekitar kawasan itu. Saat ini, di kawasan Blok M terdapat beberapa pusat perbelanjaan di antaranya Blok M Square, Pasaraya, Blok M Plaza, dan Blok M Mal.
Meredup
Ketatnya persaingan usaha serta lesunya usaha ritel ikut berpengaruh pada bisnis pusat perbelanjaan. Blok M Mal yang terintegrasi dengan terminal Blok M paling merasakan dampaknya. Kios-kios di mal yang berada di bawah tanah itu semakin banyak yang tutup. Hanya beberapa kios sepatu, baju, aksesoris, kacamata, dan makanan yang masih bertahan.
Mereka mengandalkan penjualan dari pengunjung yang lalu lalang di sekitar terminal. “Terminalnya saja sekarang sepi ya, beda dengan zaman dulu, masih ramai angkutan Metromini, Kopaja, Mayasari. Sekarang, paling yang ramai bus transjakarta. Otomatis ngaruh juga dengan lalu lintas pengunjung dan penjualan,” ujar Abdul Somad, penanggung jawab (PIC) toko Sport Station Blok M Mall, Jumat (25/1).
Meskipun sudah memiliki brand yang sangat terkenal, Sport Station di Blok M Mall harus menerapkan strategi khusus untuk menggaet pembeli. Mereka memberikan diskon produk 20-50 persen. Beberapa barang yang sudah tidak dipajang di mal lain, masih dijual di tempat ini. Diskon besar-besaran itu diharapkan dapat mendongkrak omzet yang sejak awal 2019 semakin lesu.
“Di sini segmen pembelinya memang pelajar. Kami baru buka sekitar tiga bulan terakhir. Pada akhir tahun lalu, penjualan lumayan. Tetapi masuk tahun 2019 ini penjualan semakin sepi,” kata Abdul.
Cerita yang sama juga diungkapkan Emi (34), karyawan salah satu toko sepatu di Blok M Mall yang berada di sepanjang lorong yang menghubungkan Blok M Square dengan halte pemberangkatan terminal.
Sebagian orang yang hendak naik angkutan umum akan melintasi tempat itu. Namun, karena jumlah penumpang terminal tidak sebanyak dulu, toko ini juga kian sepi. Tahun 2012, kata Emi, penjualan masih sangat ramai. Kala itu, Emi masih bisa menjual 100 pasang sepatu sehari. Kini, meskipun sudah diobral murah Rp 50.000, produk tak kunjung terjual.
“Sejak Robinson tutup sekitar tiga tahun lalu, pengunjung semakin sepi. Dulu, waktu masih ada Robinson lumayan. Lebaran masih ramai banget. Sekarang, kios-kios pun banyak yang tutup,” kata Emi.
Terminal sepi
Kepala Terminal Blok M Simon Ginting mengakui, kondisi terminal tidak seramai dulu. Beberapa angkutan umum seperti Kopaja dan Metromini sudah tidak beroperasi. Saat ini, yang masih aktif beroperasi adalah Mayasari dan Damri tujuan Bandara Soekarno Hatta.
Sejumlah angkutan yang tidak beroperasi lagi, kini digantikan dengan bus transjakarta nonkoridor. Transjakarta telah membuka rute-rute baru seperti Blok M-Bintaro, Blok M-Rempoa, Blok M-Pondok Labu, Blok M-Joglo, dan Blok M-Cipedak.
Pada pagi maupun sore hari, halte transjakarta di jalur 1, 2, 3 selalu dipadati penumpang. “Memang kondisi sekarang sudah jauh berbeda dengan dahulu. Sekarang, transportasi online sudah banyak, yang naik angkutan umum pun berkurang. Terminal ya bisa dibilang makin sepi,” kata Simon.
Ada secercah harapan untuk kawasan yang mulai terlupakan ini. Pada Maret 2019, moda raya terpadu (MRT) akan mulai beroperasi secara komersial. Pemkot Jakarta Selatan memprediksi, setelah MRT beroperasi, kawasan Blok M akan menjadi pusat keramaian dan perekonomian baru. Sebab, di kawasan Blok M tersedia berbagai fasilitas seperti pusat perbelanjaan, stasiun, terminal, hotel, restoran, dan pusat kuliner.
Untuk mendorong masyarakat mau berpindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, salah satunya dibuat rute baru integrasi dengan bus transjakarta dan JakLingko.
“Semoga saja setelah MRT beroperasi, kawasan Blok M ini akan kembali bergeliat. Sekarang, di lantai bawah Blok M Mall juga mulai dibuka pusat aksesoris mobil dari pindahan pedagang di kawasan Fatmawati,” kata Simon.
Semoga saja.