JAKARTA, KOMPAS — Perbedaan sering kali menjadi pemicu intoleransi di Indonesia. Sebagai jalan keluar, setiap individu ataupun kelompok harus mengembangkan sikap moderat agar toleransi bisa ditegakkan.
Pesan menjaga toleransi ini menjadi tema utama dalam perayaan Hari Lahir (Harlah) Ke-73 Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Minggu (27/1/2019) pagi.
Mari kita berdialog dengan membangun toleransi.
Di hadapan lebih dari sekitar 100.000 peserta yang hadir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa menuturkan, selama ini, NU telah mengajarkan tentang moderasi dalam perbedaan ataupun dalam hubungan stratifikasi sosial. Sifat moderat itu selalu ditanamkan dan disosialisasikan dalam kegiatan Muslimat NU.
”Guna menyelaraskan antara keberagaman dan toleransi di Indonesia, moderasi itu menjadi kuncinya,” ungkap Khofifah.
Menurut Khofifah, semua kelompok atau individu harus mendapatkan ruang untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat. Namun, semuanya harus bisa saling menghargai perbedaan pendapat antara satu dan yang lainnya.
”Mari kita berdialog dengan membangun toleransi,” ucap Khofifah.
Dalam kesempatan itu, semua peserta yang hadir juga mendeklarasikan warga Muslimat anti-hoaks. Khofifah berharap Muslimat NU bisa menjadi benteng memerangi berita bohong atau hoaks dengan cara membangun pikiran positif kepada seluruh elemen bangsa.
Deklarasi anti-hoaks itu antara lain berisi ajakan menolak hoaks, fitnah, dan gibah (gosip) yang dapat memicu perpecahan bangsa. Selain itu menyatakan sikap tidak akan membuat dan menyebarkan berita bohong, membudayakan menyaring sebelum menyebar informasi, dan berpikir positif untuk menguatkan persatuan.
Khofifah mengajak agar komitmen yang dituangkan dalam deklarasi itu disepakati bersama oleh seluruh pengurus dan anggota Muslimat NU di wilayah, cabang, ranting, dan anak ranting. Untuk selanjutnya, ia mengajak masyarakat agar tidak saling menyampaikan ujaran kebencian. ”Jangan gibah, fitnah, atau sebarkan hoaks,” ujar Khofifah.
Tahun politik
Hadir dalam acara itu Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo. Keduanya juga didampingi para menteri, antara lain Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Dalam acara itu, Presiden menyerukan kepada seluruh perwakilan Muslimat NU dari daerah yang hadir untuk mempererat toleransi. Utamanya memasuki tahun politik seperti sekarang ini karena belakangan tak jarang ditemukan antar-tetangga dan saudara tak saling menyapa karena perbedaan pandangan politik.
”Saya mengajak untuk bersama-sama merawat dan menjaga persaudaraan dan kerukunan kita,” ujarnya.
Menurut Presiden, Indonesia memang sudah ditakdirkan menjadi bangsa yang berbeda-beda. Dan, hal itu merupakan sebuah anugerah. ”Saya tekankan agar perbedaan tidak memecah belah persaudaraan,” kata Presiden.
Sementara itu, Lukman menuturkan, Muslimat NU merupakan salah satu organisasi besar di Indonesia. Mereka memiliki peran yang besar terhadap kemajuan bangsa. Hal itu bukan hanya dalam bidang keagamaan, melainkan juga pendidikan, kebudayaan, dan lainnya.
”Wawasan mereka amat diharapkan untuk membangun generasi yang lebih baik. Melalui ibu-ibu seperti mereka, Indonesia bisa memiliki generasi yang tangguh dan solutif,” kata Lukman. (FAJAR RAMADHAN)