Rose Pandanwangi, Tetap Wangi dan Terus Menyanyi
Generasi YouTube mungkin harus berterima-kasih kepada pencinta dan kolektor lagu abadi (evergreen) Indonesia Pugar Triadi. Dia lah sosok yang dengan ketekunannya bisa menemukan rekaman penyanyi seriosa kenamaan Rose Pandanwangi dari studio Lokananta. Meski hanya dua, yakni "Di Sela-sela Rumput Hijau" ciptaan R Maladi dan "Sekar Priangan" karya Ismail Marzuki/Iskandar.
Sang penyanyi, mezzo-sopprano liris Sabtu, 26 Januari ini, merayakan hari lahirnya ke-90. Dari dua lagu itu saja pencinta musik dapat menyimpulkan, betapa indah dan kharismatik suara Rose.
Vokal indah itu sebagian berasal dari karunia Ilahi, namun sebagian lainnya adalah jerih payahnya menekuni seni suara tak berkesudahan. Bahwa Rose mencurahkan hati, waktu, dan pikirannya untuk menyanyi tak disangsikan lagi. Membaca riwayat hidupnya yang dituangkan oleh Sori Siregar dan tim S Sudjojono Center, perjalanan musik Rose tampak gamblang.
Ia terlahir dari keluarga yang berlatar belakang Barat. Ayahnya Gustav Poppeck, asal Jerman, dan ibunya Sara Elizabeth Font, gadis berayah Spanyol dan beribu wanita Manado. Ia gemar memutar gramofon untuk mengiringi keluarga berdansa walsa dengan musik Johann Strauss, juga menikmati opera Jerman dan Italia. Rose tak pernah lepas dari musik.
Rose, yang sewaktu kecil dipanggil Rosa, dari nama lengkapnya Rosalina Wilhelmina, mulai suka menyanyi sejak di Taman Kanak-kanak. Banyak lagu berbahasa Belanda yang bisa ia nyanyikan. Di Sekolah Dasar Belanda (ELS) guru seni suaranya justru menikmati suara Rose saat murid-murid tampil ke depan kelas untuk menyanyi. Ini tidak mengherankan, karena saat itu pun Rose sudah sering ditunjuk untuk menyanyi di hari jadi sekolah, pada peringatan Paskah atau Natal.
Rose mendapatkan guru vokalnya yang pertama, Gretchen von Veen, saat di SMP (MULO). Dari guru pertamanya ini Rose banyak belajar teknik menyanyi. Sang ibu yang ingin putrinya juga bermain piano, mendorong Rose untuk menekui instrumen ini, namun Rose tak memperlihatkan minat besar, karena hati sudah sepenuhnya terpikat pada menyanyi.
Semasa penjajahan Jepang, Rose yang ikut paduan suara sempat menyanyikan lagu "Kojo No Tsuki", yang membuat para pendengarnya, termasuk para prajurit Jepang yang terluka, larut tercekam dalam keheningan. Di masa penjajahan Jepang ini pula Rose untuk pertama kalinya tampil solo di panggung dengan iringan sebuah orkestra yang sedang melawat ke negara-negara Asia.
Sekolah di Belanda
Atas pilihan orangtuanya, Rose dan adiknya, Fritz, disekolahkan ke Belanda. Seusai (HBS/SMA), Rose memilih Fakultas Antropologi, namun lalu beralih ke Fakultas Hukum di Rijks Universiteit di Utrecht. Di sini Rose juga tidak nyaman, karena musik terus memanggilnya. Akhirnya ia berlabuh di sekolah musik, di mana ia bertemu dengan Nyonya Maas Geesteranus. Selain teknik vokal, Mevrouw Maas Geesteranus ini lah yang meyakinkan Rose untuk tidak pernah meninggalkan seni suara.
Pada masa itu ia bertemu dengan salah seorang mahasiswa penerima Beasiswa Malino bernama Yahya Sumabrata, yang kelak menjadi suaminya (1949), namun kemudian berpisah. Nama Sumabrata tertera dalam Piagam Penghargaan yang ia terima saat meraih Juara III di arena Festival Pemuda di Bukares, Rumania, tahun 1953.
Seiring dengan perjalanan musik, Rose kemudian menjalin hubungan dengan maestro seni lukis Indonesia Sindudarsono Sudjojono, yang pertama kali ia jumpai semasa ia belajar di Belanda. Setelah melalui berbagai rintangan, keduanya menikah tahun 1959.
Satu hal yang diakui Rose adalah bahwa suami keduanya ini amat tekun mendukungnya sebagai artis penyanyi. Ia rajin mengantar dan menunggu Rose latihan, serta mempersiapkan semua yang dibutuhkan Rose. Buku Kisah Mawar Pandanwangi juga menyebutkan, Sudjojono tak pernah absen menghadiri pertunjukan Rose.
Rose sendiri terus berkiprah dalam dunia vokal dan bergaul akrab dengan sosok-sosok yang saat itu merupakan pemusik terkemuka. Dari sisi komponis ia akrab dengan Iskandar, Mochtar Embut, Syafei Embut, dan Sudharnoto. Sementara itu, meski ia sendiri penyanyi seriosa, ia menyukai suara Sam Saimun, Bing Slamet yang menyanyikan lagu-lagu jenis hiburan.
Rose Pandanwangi dan musik seriosa, yang diduga berasal dari bahasa Belanda (serieuze) karena seperti disinggung oleh Jennifer Lindsay (Honorary Associate Professor di Australian National University), istilah ini sudah digunakan sejak zaman Hindia Belanda. Sementara itu, Sharifah Faizah Syeh Mohammed (dosen di Fakultas Musik Universiti Teknologi MARA, Malaysia) menyebutkan Kepala Musik RRI Amir Pasaribu pada 1952 sudah membuat istilah seriosa untuk membedakan genre musik ini dengan keroncong dan hiburan/pop.
Era kemasyhuran penyanyi seriosa yang sangat menyukai lagu "Kisah Mawar di Malam Hari" (Iskandar), boleh jadi telah berlalu. Kita ingat, setelah Rose dalam jagat musik vokal Tanah Air juga ada Catharina W Leimena, Pranawengrum Katamsi, Ati Sriati, dan di aras berikutnya ada Aning Katamsi, Binu Sukaman, juga Linda Sitinjak.
Berbagi kenangan, Maya Sudjojono, salah seorang putri Rose mengatakan, ibundanya sosok yang fokus, tekun, dan amat menjiwai (passionate) sepanjang hidup dengan musik seriosa, meski ia juga amat mengapresiasi musik keroncong hingga paham dengan cengkoknya.
Satu lagi yang bisa ia banggakan dari ibunya adalah, meski telah mencapai prestasi tinggi (pada masanya), sang ibu tidak membawakan diri sebagai selebritas (pesohor). Menurut Maya, sebenarnya ibunya masih bisa meraih prestasi lebih lanjut, namun ia lebih memilih mengurus anak-anak dan suami.
Saat usia Rose telah di senja hari, dua putri Rose, Pandan dan Maya, dengan didukung oleh Pugar Triadi dan teman-temannya alumni ITB Angkatan 1967, dan juga Rina Ciputra dari Ciputra Artpreneur, berprakarsa menghadirkan sebuah panggung sebagai penghormatan (tribute) untuk Rose.
Acara akan disemarakkan oleh musik keroncong dengan penampilan bintang milenial Intan Soekotjo dan Ervina Simarmata. Pianis Ananda Sukarlan juga akan ikut tampil bersama puisi karya Sapardi Djoko Damono.
Puncaknya tentu melihat sosok Rose Pandanwangi, yang jika menyanyi akan menampilkan jiwanya…Jiwa ketok, ujar Maya mengenang ucapan ayahnya untuk ibunya.
Rose Pandanwangi
Nama Asli: Rosalina Wilhelmina
Lahir: Makassar, 26 Januari 1929.
Suami : S. Sudjojono (Alm, pelukis, menikah tahun 1959)
Keluarga : 6 anak kandung, 19 cucu, 12 cicit
Pendidikan: Fakultas Antropologi, Fakultas Hukum Rijks Universiteit, Utrecht, Belanda.
Pendidikan Musik: Sekolah Musik di Utrecht, Belanda (1947-1952).
Guru Musik: Ny. Maas Geesteranus
Prestasi Musik :
- Juara Bintang Radio Kategori Seriosa (Juara II tingkat Jakarta (1958)
- Juara I tingkat Jakarta (1959)
- Juara I tingkat nasional (1961)
- Juara III Festival Pemuda IV di Bukares, Rumania (1953)
Opera Madama Butterfly (Puccini) tahun 1970-an dan Il Barbiere di Siviglia (Rossini) tahun 1978