Pelabuhan Taboneo Pungut Tarif Jasa Mulai Februari
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Terhitung mulai 1 Februari 2019, pemakai jasa pelabuhan yang melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Taboneo, Kalimantan Selatan, wajib membayar tarif jasa pelabuhan kepada badan usaha pelabuhan yang mengelola pelabuhan tersebut. Pemberlakuan tarif itu atas dasar konsesi antara badan usaha pelabuhan dengan pemerintah.
Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Bentuk Kerja Sama Lainnya antara Pemerintah dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhan, pemerintah telah menunjuk PT Indonesia Multi Purpose Terminal (IMPT) untuk mengelola Pelabuhan Taboneo di Kalsel. Konsesi berlaku selama 49 tahun.
”Dengan adanya konsesi antara pemerintah dengan PT IMPT selaku badan usaha pelabuhan, maka pemakai jasa yang melakukan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Taboneo wajib membayar tarif jasa pelabuhan kepada badan usaha pelabuhan,” kata Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banjarmasin Bambang Gunawan di Banjarmasin, Jumat (25/1/2019).
Menurut Bambang, besaran tarif jasa pelabuhan yang dikenakan kepada pemakai jasa merupakan kesepakatan antara pemakai jasa pelabuhan dengan badan usaha pelabuhan. Pemerintah dalam hal ini KSOP hanya mengawasi dan memastikan badan usaha pelabuhan membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 4 persen kepada pemerintah.
”Setelah tahap sosialisasi yang dilakukan sejak Oktober 2018, mulai 1 Februari 2019 tarif akan diberlakukan. Sebanyak 13 agen pelayaran yang berkegiatan di Taboneo menyatakan siap mengikuti aturan konsesi. Bahkan, sembilan dari 15 pemilik kapal floating crane di Taboneo sudah membuat nota kesepahaman dengan PT IMPT,” tuturnya.
Bambang menjelaskan, tarif jasa pelabuhan yang harus dibayar kepada badan usaha pelabuhan sama sekali tidak dibebankan kepada agen pelayaran atau perusahaan bongkar muat, tetapi dibebankan kepada pemilik kapal, pemilik muatan, dan pemilik floating crane yang beraktivitas di Pelabuhan Taboneo.
”Sekitar 100 kapal berkegiatan di Taboneo setiap bulannya. Ukuran kapalnya mulai dari 30.000 grosston (GT) sampai 80.000 GT. Sebagian besar kegiatannya adalah bongkar muat batubara,” ungkapnya.
Hampir 98 persen kapal-kapal yang bongkar muat di Pelabuhan Taboneo adalah kapal asing berbendera Singapura, Korea Selatan, Cina, Jepang, dan Denmark. ”Tidak ada masalah bagi mereka untuk membayar tarif jasa pelabuhan kepada badan usaha pelabuhan, di luar tarif jasa wajib yang telah diatur dalam peraturan menteri,” ujarnya.
Kepala Seksi Status Hukum Kapal KSOP Kelas I Banjarmasin Bintarto menambahkan, kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Taboneo, yang merupakan pelabuhan apung dapat memangkas biaya operasional pemakai jasa pelabuhan di Kalsel.
”Jika tidak, mereka harus bongkar muat di pelabuhan laut di luar Kalsel. Kegiatan bongkar muat seperti di Taboneo tidak mungkin bisa dilakukan di pelabuhan dermaga, seperti di Banjarmasin karena kapal-kapalnya berukuran besar,” kata Bintarto.