MU-Arsenal, Rivalitas Buatan yang Kehilangan Makna
Nigel Winterburn berlari dengan tekel gunting setinggi pinggang mengincar kaki Denis Irwin. Tekel gagal, dia terduduk di antara Irwin dan Brian McClair. Situasi memanas. Punggungnya ditendang berkali-kali dua pemain itu. Rekannya, Anders Limpar, datang membantu, menampar wajah Irwin. Total 21 pemain terlibat dalam keributan di lapangan, saling dorong dan cekik.
Keributan antar-pemain Arsenal dan Manchester United pada 1990 di Old Trafford itu berlangsung hingga setengah menit. Dalam salah satu perkelahian terbesar di Inggris itu, hanya kiper Arsenal, David Seaman, yang tak terlibat.
Pemain Arsenal, Winterburn dan Limpar, diganjar kartu kuning oleh wasit Keith Hackett. Irwin dan McClair terbebas dari hukuman wasit. Laga berakhir 1-0 untuk kemenangan Arsenal.
Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) menghukum kedua klub dengan denda 50.000 poundsterling atau hampir Rp 1 miliar. Poin Arsenal di liga dikurangi dua poin, sedangkan United satu poin.
”Saya hanya mengingat berada di rumput dan mendapat beberapa tendangan di punggung. Saya tidak mengingat berapa kali, tetapi kejadian itu masih terngiang sampai sekarang,” kata Winterburn yang berposisi sebagai bek kiri.
Insiden itu dikenal sebagai ”First Battle of Old Trafford”, sebagai permulaan rivalitas kedua klub. Rivalitas memanas ketika pada 1996, pria tinggi, kurus, berkacamata, yang lebih berperawakan seperti guru dibandingkan dengan pelatih, datang menggantikan George Graham.
Dia baru saja melatih klub Jepang, Nagoya Grampus, selama setahun. Pria itu bernama Arsene Wenger. Kehadiran Wenger membawa harapan pasukan ”Meriam London”.
Ini adalah kesalahan program liga yang membuat United bisa beristirahat dan memenangi segalanya.
Pada musim pertamanya, pelatih yang menguasai lima bahasa itu menyodok ke tiga besar Liga Primer Inggris. Sebuah hal yang tidak terjadi ketika MU menguasai liga pada 1991-1995.
Namun, kehadiran Wenger belum mampu mengganggu dominasi tim dari kota Manchester itu. MU kembali memenangi gelar liga pada musim 1996. Gelar itu adalah yang keempat dari enam musim terakhir bagi Ferguson.
Baca juga: ”Le Professeur” Masih Punya Pekerjaan Berat
Saat akhir musim, Wenger memantik pertikaian pertamanya dengan Ferguson. Dia menyindir MU yang mendapatkan jadwal lebih longgar antara Liga Primer dan Piala FA. ”Ini adalah kesalahan program liga yang membuat United bisa beristirahat dan memenangi segalanya,” katanya tegas.
Sang senior yang sudah melatih satu dekade terpancing. Fergie, sapaan Ferguson, membalasnya, ”Dia adalah pemula. Seharusnya dia meninggalkan opininya di sepak bola Jepang.”
Seakan belum cukup, Fergie mulai menyerang kemampuan berbahasa rivalnya. ”Mereka bilang dia pria dengan inteligensi tinggi, kan? Menguasai lima bahasa? Saya juga mengenal anak 15 tahun dari Pantai Gading yang bisa berbicara lima bahasa,” sindir pria Skotlandia itu.
Mantan Manajer MU Sir Alex Ferguson
Mereka bilang dia pria dengan inteligensi tinggi, kan? Menguasai lima bahasa? Saya juga mengenal anak 15 tahun dari Pantai Gading yang bisa berbicara lima bahasa.
Fergie harus menelan perkataannya pada musim berikutnya. Wenger, yang mendatangkan Marc Overmars dan Emmanuel Petit pada jendela transfer musim panas, berhasil memenangi gelar ganda, Liga Primer dan Piala FA.
Baca juga: Banjir Ucapan bagi Sir Alex Ferguson
Persaingan gelar liga antara Arsenal dan MU berlangsung sampai pekan ke-36. Di akhir musim, tim yang diperkuat Dennis Bergkamp, Ian Wright, dan Nicolas Anelka itu finis dengan 78 poin. MU hanya tertinggal satu poin dari rival barunya itu.
Tak mau kalah, MU bangkit dalam rentang 1998-2000. Bersama ”Generasi Kelas 92”, pemain muda binaan asli klub, yaitu David Beckham, Nicky Butt, Ryan Giggs, Gary Neville, Phil Neville, dan Paul Scholes, MU memenangi tiga gelar Liga Primer berturut-turut. Arsenal selalu duduk satu peringkat di bawahnya.
Keduanya saling berebut gelar pada tiga musim selanjutnya. Arsenal menjuarai musim 2001 setelah menang tandang di Old Trafford pada pekan ke-37. Pada 2002, MU kembali juara, sementara pada 2003 Arsenal juara dengan rekor satu musim tanpa kekalahan.
Makna sebenarnya
Rivalitas Arsenal dan MU tidak muncul dengan sendirinya. Mereka bukanlah rival sekota seperti Arsenal dan Tottenham Hotspur, yang kedua markasnya berada di London utara, hanya berjarak sekitar 7 kilometer; seperti perjalanan dari Senayan ke Pancoran, Jakarta Selatan.
Jarak markas Arsenal, Highbury, sebelum pindah ke Stadion Emirates pada 2006, dengan Old Trafford lebih dari 300 kilometer. Butuh sekitar empat jam perjalanan menggunakan mobil.
Keduanya juga tidak bergesekan secara historis. Tidak seperti, misalnya, MU dengan Liverpool yang berseteru karena persoalan pelabuhan. Manchester yang merupakan kota industri awalnya berhubungan baik dengan Liverpool sebagai kota pelabuhan. Namun, keduanya berselisih setelah Manchester membuat pelabuhan sendiri dan tidak menggunakan jasa lewat Liverpool lagi.
Rivalitas Arsenal dan MU tidak berasal dari luar lapangan. Rivalitas bermula dari sepakan di rumput hijau. Persaingan sengit prestasi keduanya dalam rentang 1996-2006 menciptakan gengsi dan prestise tersendiri.
Persaingan prestasi didukung elemen klub seperti pelatih, pemain, dan penggemar ikut menjaga suhu persaingan. Nyaris di setiap laga pasti ada saling menyindir antar-pelatih, perkelahian antar-pemain, saling menghina antar-penggemar, dan drama-drama lain saat laga berlangsung.
Salah satu drama terbesar adalah skandal ”Pizza-gate”. Pertandingan itu memupuskan mimpi Arsenal untuk memecahkan rekor 50 pertandingan tak terkalahkan. Saat pertandingan ke-50 di Old Trafford, Arsenal kalah 0-2 dalam laga penuh drama.
Setelah laga, Sol Campbell menolak berjabat tangan dengan Wayne Rooney yang dituduh diving sehingga menyebabkan penalti. Wenger beradu mulut dengan penyerang MU, Ruud van Nistelrooy, seusai pertandingan. Keributan itu berlangsung hingga terowongan menuju ruang ganti.
Insiden yang tak akan terlupa, sepotong piza melayang ke arah Fergie saat di terowongan. Piza dilempar oleh seorang pemain yang tak dikenal. Diketahui pemain itu adalah Cesc Fabregas yang saat itu berusia 17 tahun.
Bukannya saling meminta maaf, kedua pelatih justru saling menyindir setelah laga. Fergie menuding Wenger tidak beretika karena tidak meminta maaf atas perbuatan anak asuhnya. Wenger balik menyalahkan Fergie yang dinilainya memulai pertikaian.
Di dalam lapangan, kapten Arsenal, Patrick Vieira, dan MU, Roy Keane, yang seharusnya menjadi penenang dan paling dewasa, justru menjadi figur utama perang fisik dan urat saraf. Sudah tidak terhitung berapa kali saling tekel dan dorong keduanya di Highbury dan Old Trafford.
Puncak ketegangan terjadi pada 1 Februari 2005 di Highbury. Keane dan Vieira terlibat keributan di terowongan sebelum laga dimulai. Setelah saling dorong, mereka harus dilerai rekan-rekannya. ”Kita lihat di luar nanti,” teriak Keane ke arah wajah Vieira.
Mulai memudar
Rivalitas mulai tergoyang setelah taipan Rusia Roman Abramovich membeli tim London lain, Chelsea, pada 2003. Uang segar pengusaha minyak itu mengubah gaya pembelian pemain di sepak bola Inggris. Chelsea bersedia membayar berapa pun untuk menghadirkan pemain bintang.
Ini cukup membuat Arsenal dan MU kerepotan. Selama dipegang Wenger dan Fergie, kedua klub membeli calon bintang yang masih muda. Mereka lebih mengutamakan pembinaan, bukan hasil instan.
Perlahan tetapi pasti Chelsea masuk dalam dominasi dua klub itu. Tahun pertama, pada 2003/2004, mereka berada di tengah Arsenal yang menjadi juara dan MU di peringkat ketiga. Musim selanjutnya, giliran mereka merebut trofi juara dua tahun beruntun.
Arsenal mulai kehilangan dominasi di liga. Pada 2006, mereka harus pindah ke Stadion Emirates. Setelah pindah ke stadion baru, Arsenal mengalami kesulitan finansial karena harus membayar utang pembangunan stadion.
Setiap musim, mereka harus menjual pemain terbaiknya satu per satu, mulai dari Henry, Fabregas, hingga Ashley Cole. Sementara itu, Wenger hanya mendatangkan pemain muda sebagai pengganti. Hal itu tidak cukup mengimbangi Chelsea yang terus matang dengan transfer pemain bintangnya.
Kondisi diperparah dengan kembali datangnya pemodal besar. Kali ini, Mansour bin Zayed Al Nahyan membeli Manchester City pada 2008. Tim kecil itu mulai menjadikan diri sebagai raksasa liga.
Persaingan Arsenal dan MU pun mulai mereda. Setelah pindah ke Emirates, Wenger 11 kali kalah dan hanya 4 kali menang atas Fergie. Padahal, rekor kedua pelatih pada 1996-2006 adalah 12 menang 12 kalah dan 7 seri.
Krisis keuangan ”Meriam London” berlangsung hingga 2013. Di sisi lain, Fergie menyudahi jasanya selama 28 tahun bersama MU pada Mei 2013. Rivalitas belum sempat terbangun kembali, tetapi Fergie, figur utama rivalitas, telah pergi.
Musim lalu, pada pertengahan 2018, Wenger menyusul Fergie. Pria Perancis itu menyudahi kontrak bersama Arsenal setelah 22 tahun. Momen itu menandai hilangnya semua figur penting dalam rivalitas Arsenal dan United.
Setelah kehilangan figur, keduanya pun semakin tidak relevan dari sisi prestasi. Arsenal dan MU kini harus berjuang memperebutkan posisi empat besar setiap musimnya. Dalam lima tahun terakhir, liga didominasi Chelsea dan Manchester City.
MU sudah tiga kali ganti pelatih sejak Fergie pensiun. Baru-baru ini mereka memecat Jose Mourinho dan menggantinya dengan pelatih sementara Ole Gunnar Solskjaer. Sementara itu, Arsenal baru memulai era baru bersama pelatih baru asal Spanyol, Unai Emery.
Tanpa bersinggungan geografis ataupun historis, rivalitas keduanya mulai meredup. Pertarungan dua tim yang mendominasi 33 gelar liga itu sudah kehilangan prestise dari sisi prestasi dan figur penting.
Laga antara Arsenal dan MU masih tersaji hingga kini. Pertarungan tetap melibatkan 22 pemain, 2 pelatih, dan 2 sisi penggemar fanatik. Hanya saja, rasa rivalitas buatan itu tak lagi sama. (AP/AFP/REUTERS)