Kepastian bagi Investor Diupayakan
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya menarik investasi. Kepastian bagi calon investor terus diupayakan.
”Sinergi antar-kementerian di level menteri selama ini sudah jalan, tinggal percepatan koordinasi di tingkat bawah,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Haris menambahkan, insentif bermanfaat lebih besar dalam jangka panjang. Sebelumnya, ada anggapan pemberian insentif akan menimbulkan potensi hilangnya pendapatan dalam jangka pendek.
”Padahal, jika insentif diberikan dan investasi masuk, selanjutnya akan ada penerimaan negara dari sisi pajak,” ujarnya.
Menurut Haris, investasi diyakini merupakan salah satu solusi menumbuhkan sektor industri yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi. Investasi dapat diarahkan untuk substitusi impor dan juga mendongkrak ekspor.
Dia mencontohkan rencana PT Inka (Persero) yang akan menggandeng perusahaan Stadler dari Swiss. Upaya itu diharapkan dapat mendorong industri kereta api nasional naik kelas dan mampu memproduksi kereta dengan level lebih tinggi.
Sebelumnya, secara terpisah, Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menuturkan, kepastian regulasi merupakan hal penting dalam menarik investasi. Regulasi mengenai kendaraan listrik, misalnya, diharapkan dapat memacu munculnya investasi terutama untuk teknologi baru.
”Untuk investasi, tentu investor membutuhkan kepastian yang sifatnya jangka panjang,” kata Bob.
Selain harus memberikan kepastian, tambah Bob, regulasi juga perlu dibandingkan dengan aturan di negara lain. Perbandingan ini perlu dilakukan untuk melihat daya tarik kebijakan Indonesia dalam menarik investasi dibandingkan dengan negara-negara lain.
”Dengan demikian, sekali regulasi tersebut dikeluarkan akan bisa menjadikan Indonesia tujuan investasi. Tetapi, di sisi lain investasi kendaraan konvensional juga harus tetap dijaga,” kata Bob.
Menurut Bob, jika sampai tidak ada investasi pada kendaraan konvensional, itu juga akan menimbulkan masalah. Apalagi, sampai dengan 2025, persentase jumlah kendaraan konvensional masih dominan.
”Pabrik kendaraan konvensional tentu juga masih butuh investasi untuk memperbarui mesin dan meningkatkan teknologi, apalagi ada program industri 4.0,” kata Bob.
Terkait dengan kesiapan produsen otomotif dalam mengembangkan kendaraan listrik, Bob mengatakan, mereka harus melihat dulu peraturan presiden mengenai hal itu. ”Jadi, produsen pun nantinya bisa melakukan kalkulasi seberapa mobil listrik itu nanti bisa dibeli. Ini karena untuk mengintroduksi mobil listrik tersebut kami juga harus melihat konsumennya,” ujarnya.
Konsumen tentu akan melihat selisih harga antara kendaraan konvensional dan kendaraan listrik, kesiapan infrastruktur pengisian baterai, dan lainnya. ”Apalagi kita ada pengalaman mengintroduksi mobil gas. Kendalanya, kan, di infrastruktur,” katanya.
Kendaraan listrik
Siaran pers Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perindustrian, Jumat (25/1/2019), menyebutkan, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bertemu dengan beberapa pemimpin perusahaan internasional dalam rangkaian acara 2019 World Economic Forum Annual Meeting di Davos, Swiss. Salah satunya adalah CEO SF Motors John Zhang.
Airlangga, dalam siaran pers, menyatakan, SF Motors—selaku anak perusahaan Chongqing Sokon Industry Group, yang juga induk Sokonindo Automobile—ingin mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia. Selain itu juga berkomitmen menjadikan pabriknya di Indonesia salah satu titik kumpul rantai pasok produksi mereka.
”Dalam pengembangan kendaraan listrik, mereka akan bekerja sama dengan perusahaan di Silicon Valley, termasuk di dalamnya dengan Tesla. Mereka juga sedang mempertimbangkan menambah investasi agar kendaraan listrik mereka bisa ikut diluncurkan di Indonesia,” kata Airlangga.
Airlangga menuturkan, pemerintah mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia melalui peraturan presiden yang segera diterbitkan.
”Tentunya beleid itu harus diikuti fasilitas PPnBM (pajak penjualan barang mewah) dan bea masuk impor. Jadi, kalau tanpa fiskal, regulasi itu kurang efektif. Insentif ini sedang disiapkan Kementerian Keuangan,” kata Airlangga.(CAS)