JAKARTA, KOMPAS — Peran PT Pertamina (Persero) harus diperkuat lewat revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Penguatan itu berupa hak eksklusif mengelola wilayah kerja minyak dan gas bumi secara langsung. Undang-undang yang ada sekarang justru memperlemah posisi Pertamina di sektor hulu minyak dan gas bumi.
Sebagai contoh, Pertamina harus ikut lelang kelanjutan operasi Blok Rokan di Riau yang habis kontraknya pada 2021. Saat ini, blok tersebut dikelola Chevron, perusahaan migas asal Amerika Serikat. Pertamina memenangkan lelang dan berhak mengelola kelanjutan Blok Rokan setelah menyertakan nominal bonus tanda tangan sebesar Rp 11 triliun dalam proposal mereka.
”Pertamina tidak mendapat hak eksklusif mengelola langsung wilayah kerja migas di Indonesia. Mereka harus ikut lelang seperti perusahaan swasta lainnya. Itu yang terjadi di Blok Rokan. Menjadi lucu karena negara selaku pemilik ladang minyak tetapi BUMN-nya harus bersaing dengan perusahaan swasta lain,” ujar Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bakhtiar dalam diskusi tentang tata kelola migas di Indonesia, Kamis (24/1/2019), di Jakarta.
Bisman menambahkan, UU No 22/2001 memungkinkan pihak swasta memiliki peluang besar untuk mengelola blok migas di Indonesia. Dengan skema yang liberal, Pertamina diharuskan ikut bersaing dengan perusahaan swasta lain untuk bisa memenangkan pengelolaan blok migas. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang semula memprioritaskan Pertamina direvisi sehingga Pertamina tidak lagi mendapat prioritas pengelolaan.
”Tafsir sumber daya alam dikuasai negara seharusnya dalam pengelolaannya tidak melalui lelang, tetapi langsung penunjukan atau penugasan kepada Pertamina. Kalau Pertamina menolak, baru diberikan kepada swasta lain,” ujar Bisman.
Kepastian terjamin
Kholid Syairozi, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama, menambahkan, revisi UU tentang migas sebaiknya memperkuat peran dan fungsi Pertamina dalam mengelola blok-blok migas di dalam negeri. Revisi UU tentang Migas menghasilkan UU yang bersifat khusus (lex specialis), termasuk dalam hal fiskal dan perpajakan. Dengan kekhususan tersebut, kepastian berinvestasi akan lebih terjamin.
”Selama tidak ada perbaikan UU migas, maka tata kelola migas di Indonesia akan diwarnai keanehan-keanehan (aturan),” ujar Kholid.
Dalam Peraturan Menteri ESDM No 15/2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, tertulis di Pasal 2, pengelolaan wilayah kerja yang habis masa kontraknya dilakukan dengan cara pengelolaan oleh Pertamina. Namun, prioritas itu diubah di Peraturan Menteri ESDM No 23/2018 di Pasal 2 menjadi perpanjangan kontrak oleh kontraktor eksisting. Pertamina mendapat prioritas kedua apabila kontraktor eksisting menolak memperpanjang kontrak.
Blok Rokan
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, posisi Pertamina yang lemah dalam tata kelola migas di Indonesia mengharuskan perusahaan tersebut membayar bonus tanda tangan setelah memenangkan lelang pengelolaan Blok Rokan di Riau. Blok yang kaya minyak itu akan habis masa kontraknya dari Chevron pada 2021. Pemerintah membuka lelang kelanjutan pengelolaan blok tersebut yang kemudian dimenangkan Pertamina.
”Pertamina menang lantaran memberikan bonus tanda tangan sebesar 784 juta dollar AS atau sekitar Rp 11 triliun. Ini adalah sebuah rekor untuk pemberian bonus tanda tangan yang sebenarnya memberatkan keuangan Pertamina,” kata Marwan.
Pembahasan revisi UU No 22/2001 sudah berlangsung sejak 2015 dan sampai kini belum ada kejelasan kapan revisi bakal tuntas. Sejumlah kalangan pesimistis revisi akan selesai tahun ini mengingat ada penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif. DPR, yang berinisiatif merevisi, akan sulit fokus selama masa kampanye dan pemilu tersebut.
Dalam rapat terbatas membahas revisi UU Migas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (23/1/2019), Presiden Joko Widodo mengatakan, UU yang baru diharapkan dapat memperkuat ketahanan serta kemandirian energi nasional. Karena itu, ketentuan baru yang diatur dalam revisi UU Migas hendaknya dibuat sedemikian rupa agar bisa mendorong peningkatan produksi migas Tanah Air.