GOWA, KOMPAS - Pengungsi korban terdampak banjir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, kekurangan pasokan air bersih. Wabah penyakit pun mengancam pengungsi akibat fasilitas sanitasi di posko pengungsian yang tidak memadai.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gowa, hingga Jumat (25/1/2019), tercatat 3.389 warga masih berada di posko pengungsian. Posko-posko itu tersebar di beberapa kecamatan, di antaranya Somba Opu, Palangga, Manuju, dan Bungaya.
Di Somba Opu, mayoritas pengungsi ditampung di dua posko, yakni di lantai tiga bangunan Pasar Minasa Maupa serta di kompleks Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang.
Hingga Jumat, tercatat sebanyak 365 orang masih tinggal di posko pengungsian di Pasar Minasa Maupa. Sementara 837 orang masih berada di posko pengungsian kompleks RPH Tamarunang. Namun, banyaknya jumlah pengungsi tidak diimbangi dengan fasilitas sanitasi dan pasokan air bersih yang memadai.
Di Pasar Minasa Maupa hanya terdapat empat kamar mandi yang masing-masing dilengkapi dengan satu kakus. Adapun kebutuhan air bersih setiap harinya dipasok dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Jeneberang Kabupaten Gowa.
La Ode Tandang (32), pengungsi di Pasar Minasa Maupa, menuturkan, dalam sehari PDAM dua kali memasok satu toren (sekitar 1.200 liter) air bersih, yakni masing-masing pada pagi dan sore hari. “Tidak ada penjatahan air untuk setiap pengungsi. Jadi, sering kali pada malam hari air sudah habis dan harus menunggu besok pagi,” ujarnya.
Jatah air yang terbatas juga membuat pengungsi sulit menjaga kebersihan dari fasilitas sanitasi yang berada di tempat pengungsian. Kurangnya jatah air bersih membuat beberapa pengungsi lainnya memanfaatkan air sungai Jeneberang untuk mandi. Akibatnya, penyakit kulit mulai menyerang pengungsi, terutama yang masih berusia di bawah lima tahun.
Kebersihan dan fasilitas sanitasi di tempat pengungsian RPH Tamarunang pun tidak lebih baik dari Pasar Minasa Maupa. Seorang pengungsi, Tenri Lengka (38), mengaku dia dan para pengungsi lainnya kesulitan untuk mencuci pakaian kotor akibat kesulitan air bersih.
“Padahal, pasokan pakaian tidak sebanyak pasokan kebutuhan makanan dan minuman,” ujarnya.
Selain membutuhkan pasokan air bersih dan pakaian layak pakai, pengungsi di kompleks RPH Tamarunang juga kekurangan selimut bersih. Akibatnya, pengungsi anak kini mulai menderita demam dan terserang flu.