BA’A, KOMPAS — Purnama (50), nelayan asal Kelurahan Metina, Kecamatan Rote Barat Laut, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, dilaporkan hilang sejak Rabu (23/1/2019) saat mencari ikan di perairan Metina. Korban diduga hilang terseret gelombang laut saat berada di pantai. Tim SAR sedang melakukan pencarian bersama aparat TNI AL dan kepolisian setempat.
Ketua Ikatan Nelayan Kelurahan Metina, yang juga anggota keluarga korban, Maryadi (45), saat dihubungi di Ba’a, Jumat (25/1), mengatakan, pada Rabu Purnama pergi melaut menggunakan perahu motor berukuran panjang 9 meter dan lebar 1,40 meter. Ia mencari ikan di laut dalam untuk menangkap tuna, kakap, kerapu, dan sejenisnya.
”Korban berangkat pagi pukul 06.00 Wita, sendirian, dari Pantai Batutu. Selama ini, ia ditemani nelayan lain, tetapi hari itu nelayan itu sakit sehingga ia terpaksa berangkat sendiri. Biasanya ia langsung pulang hari itu juga, sekitar pukul 17.00 Wita. Namun, sejak 23-25 Januari, tidak ada kabar sama sekali. Nomor telepon selulernya pun tidak aktif,” tutur Maryadi.
Nelayan setempat biasanya melaut sampai 7-9 kilometer dari garis pantai. Jarak tempuh ini sudah biasa dilalui nelayan dengan perahu motor bermesin 18 PK.
Ia mengatakan, sejak BMKG mengumumkan bahwa ketinggian gelombang di perairan selatan NTT bisa mencapai 7 meter, terhitung sejak 23 Januari-29 Januari, nelayan di Rote Ndao tidak tahu informasi itu. Nelayan Kelurahan Metina, khususnya, dan Rote Ndao pada umumnya tahu tentang kondisi cuaca sedang tidak bersahabat pada Rabu sore, 23 Januari, saat mereka menunggu kedatangan korban, Purnama, dari melaut.
Hampir sebagian besar nelayan di Rote Ndao, termasuk Kelurahan Metina, memiliki telepon seluler hanya untuk menelepon dan SMS. Mereka tidak memiliki ponsel jenis Android dan sejenisnya, yang bisa untuk WhatsApp.
”Dengan kondisi seperti ini, nelayan di Rote Ndao sulit mengakses kondisi cuaca dari BMKG. Selama ini kami dapat informasi tentang kondisi cuaca di laut dari Pangkalan TNI Angkatan Laut Ba’a, tetapi hari Rabu itu kami dapat informasi terlambat, yakni sore hari setelah nelayan melaut pagi hari,” kata Maryadi.
Korban memiliki empat anak dan seorang istri. Sebelumnya mereka berdomisili di Manokwari, Papua Barat, dengan pekerjaan sebagai nelayan. Awal 2018, mereka pindah ke Rote Ndao mengikuti saudara yang tinggal di Rote Ndao.
Kepala Polsek Rote Barat Laut Inspektur Dua Jems Mbau mengatakan, tim SAR sudah melakukan pencarian sejak Kamis (24/1) pukul 10.00 Wita. Tim dibagi dalam dua regu, satu regu menyusuri perairan Palakahadi dan satu regu mengikuti garis Pantai Palahaku.
”Sementara tim Polairud dari Polda NTT dibantu TNI AL menggunakan perahu karet melakukan pencarian di perairan berjarak sekitar 5-10 mil laut (9-18 kilometer). Kondisi cuaca sangat buruk sehingga tim pencarian ini selalu waspada dan tidak berani bergerak lebih jauh. Namun, pencarian masih terus dilakukan sampai tujuh hari ke depan,” tutur Mbau.