SIGI, KOMPAS — Distribusi beras sebagai bantuan pemenuhan kebutuhan pokok harian penyintas gempa bumi di Sulawesi Tengah tak merata. Ada penyintas yang bahkan tak mendapatkan bantuan sama sekali. Padahal, pemenuhan kebutuhan pokok masih menjadi tanggung jawab pemerintah selama penyintas di pengungsian.
Penyintas yang menempati hunian sementara (huntara) di Desa Sidera, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, mengaku belum pernah mendapatkan bantuan beras. ”Selama dua bulan di sini, saya tidak pernah dapat beras bantuan. Saya memenuhi kebutuhan harian keluarga dengan membeli menggunakan uang sendiri,” ujar Elsa (36), penyintas yang ditemui di kluster huntara yang dibangun komunitas sukarelawan, Kamis (24/1/2019).
Elsa tinggal di huntara bersama lima anggota keluarga. Pemenuhan kebutuhan harian selama ini tercukupi dari upah yang diterima suaminya. Suaminya bekerja sebagai kuli bangunan. ”Dengan uang yang sedikit, saya harus cermat membelanjakan uang. Susu untuk dua anak yang masih kecil tak bisa dibeli agar beras bisa terus dibeli,” ujarnya.
Penyintas di huntara Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, mengalami hal hampir serupa. Rudi Jauhari (40), penghuni huntara, menuturkan, terakhir beras 15 kilogram dibagi bersamaan dengan telur dan alat-alat mandi tiga minggu lalu. Beras itu sudah habis dan ia membeli beras dengan uang pribadi.
Pembagian beras tiga minggu lalu merupakan bantuan kedua bagi penghuni huntara Silae. Bantuan beras pertama diberikan saat penyintas pertama kali menempati huntara pada pertengahan Desember 2018.
Rudi menuturkan, tak pernah ada petugas atau sukarelawan yang datang menanyakan kekurangan kebutuhan pokok di huntara. Pihaknya pun tak tahu ke mana menyampaikan keluhan atau kekurangan pemenuhan kebuhan pokok itu.
Elsa dan Rudi berharap distribusi beras merata di semua huntara atau posko pengungsian. ”Kami tidak takut membelanjakan uang pribadi, tetapi kalau memang ada jatah beras dari pemerintah harus dibagi secara merata,” katanya.
Gempa bumi disertai tsunami dan likuefaksi melanda Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala. Banyak korban jiwa meninggal dan rumah rusak atau hilang. Saat ini, penyintas yang rumahnya hancur dan hilang masih tinggal di posko pengungsian dan huntara yang dibangun oleh pemerintah dan lembaga sosial.
Di posko atau kompleks pengungsian lain, distribusi beras berjalan lancar, misalnya di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, dan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu. ”Beras selalu masuk. Kadang setiap tiga hari, kadang seminggu sekali,” kata Wilda (27), penyintas di kompleks pengungsian Duyu.
Dalam berbagai kesempatan, Gubernur Sulteng Longki Djanggola menegaskan, pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras dan air tetap menjadi tanggung jawab pemerintah selama penyintas berada di pengungsian.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Sosial Ridwan Mumu menyatakan, distribusi logistik, terutama beras, didasarkan pada permintaan kepala desa/lurah atau otoritas setempat. Setelah laporan masuk, tim akan memeriksa untuk memastikan penyaluran bantuan kebutuhan pokok tersebut. Ia memastikan persediaan beras saat ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhan penyintas.
Pusat distribusi
Pemerintah sebenarnya bisa meniru distribusi logistik dengan sistem yang rapi yang saat ini dipraktikkan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di kompleks huntara Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Sigi. Di huntara ada pusat distribusi logistik, semacam toko, yang menyediakan kebutuhan pokok penyintas, seperti beras, telur, dan minyak goreng.
Di toko itu penyintas mengambil jatah kebutuhan sekali sebulan dengan membawa kartu anggota. Sistem itu memastikan tak ada tumpang tindih penerima bantuan, tak ada antrean panjang, dan bantuan dibagi secara merata.