BANDA ACEH, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh menyita dua individu orangutan sumatera (Pongo abelii) yang dipelihara warga. Penyitaan ini merupakan penyitaan pertama tahun ini.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo, Kamis, (24/1/2019), mengatakan, dua orangutan disita dari warga di Aceh Barat Daya dan dari warga di Aceh Timur. Keduanya berjenis kelamin jantan, masing-masing berusia 2 tahun dan 1 tahun.
Penyitaan melibatkan personel BKSDA Aceh, tim Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC), dan aparat kepolisian. Penyitaan dilakukan pada Selasa dan Rabu (22-23/1/2019).
Orangutan yang disita di Aceh Barat Daya telah dipelihara warga sejak enam bulan lalu, sedangkan di Aceh Timur baru dipelihara warga sekitar 2 minggu. Keduanya dalam kondisi sehat.
Menurut Sapto, orangutan itu akan dikirimkan ke Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera di Batumbelin, Sibolangit, Sumatera Utara. ”Setelah direhab akan dilepasliarkan,” kata Sapto.
Kasus pemeliharaan satwa lindung oleh warga terus terjadi. Selama ini BKSDA hanya menyita tanpa menindak secara hukum warga yang memelihara. ”Karena kasus ini terus berulang, ke depan perlu ditindak agar ada efek jera,” kata Sapto.
Direktur Orangutan Information Centre (OIC) Panut Hadisiswoyo mengatakan, kondisi orangutan sumatera kian terancam akibat perburuan dan perdagangan satwa. Di samping itu, deforestasi hutan juga memicu kerusakan habitat orangutan. ”Banyak orangutan kini terdesak dan teriolasi karena habitatnya hancur, alih fungsi lahan telah merampas rumah mereka,” kata Panut
Pada 2018, OIC mengevakuasi 14 orangutan yang terisolasi di perkebunan warga di Aceh. Orangutan itu kemudian direlokasi ke kawasan hutan. Adapun pada 2018, 6 ekor orangutan disita dari warga. Panut mengatakan penyitaan tidak memberikan efek jera karena tanpa penindakan hukum. Oleh sebab itu, Panut mendesak aparatur menindak warga yang memelihara dan memperdagangkan satwa lindung.
Saat ini jumlah populasi orangutan sumatera di Aceh dan Sumatera Utara sekitar 1.700 ekor. Panut khawatir, jika perburuan, perdagangan satwa, dan perusakan hutan tidak dihentikan, orangutan akan punah.
Akses makin mudah
Sebelumnya dalam paparan capaian kerja YOLS-OIC 2018 di Medan, Selasa lalu, Panut mengatakan masih ada orangutan yang terisolasi di perkebunan ataupun perladangan masyarakat akibat fragmentasi ataupun kehilangan tutupan hutan. Pengambilan orangutan di habitat alaminya ataupun yang terisolasi juga masih terjadi karena akses yang semakin mudah untuk mengambil orangutan dan akibat adanya permintaan pasar satwa ilegal.
Adapun tindak pidana kehutanan cenderung tidak berubah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat perburuan masih terjadi di kawasan hutan konservasi.
Namun, tingkat kesadaran masyarakat terkait perlindungan orangutan cukup meningkat. Hal ini dibuktikan dengan jumlah laporan konflik dari masyarakat yang masuk ke pelayanan telepon unit respons konflik manusia-orang utan (human orangutan conflict response unit) HOCRU-OIC. Namun, masih ada oknum penegak hukum yang memelihara orangutan secara ilegal.
Sebanyak 50 persen dari total penyitaan pada tahun 2018 di wilayah Aceh berasal dari oknum TNI purnatugas. Sementara itu, penyitaan pada tahun 2018 di Sumut 75 persennya berasal dari oknum pejabat pemerintah. Upaya proses hukum terhadap pemilik/pemelihara orangutan harus tetap menjadi prioritas untuk menimbulkan efek jera.