Kepemilikan Aset Ikut Pengaruhi Posisi di DPR dan Partai
Oleh
Agnes Theodora Wolkh Wagunu dan Riana Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 yang memiliki aset atau kekayaan besar umumnya berlatar belakang pengusaha. Mereka umumnya juga menduduki sejumlah posisi penting di DPR atau partainya.
Hal ini terlihat jika mengamati 10 anggota DPR yang berdasarkan data laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dari Komisi Pemberantasan Korupsi punya aset tertinggi. Sebagian dari mereka membidangi urusan keuangan atau di Komisi VII yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral. Sebagian dari mereka juga ditempatkan oleh fraksinya di Badan Anggaran yang mengurusi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Beberapa dari mereka juga mendapat jabatan di struktur kepengurusan partainya.
Beberapa dari mereka juga mendapat jabatan di struktur kepengurusan partainya. Mereka antara lain Rudianto Tjen yang menjabat Wakil Bendahara Umum PDI-P. Sementara Bambang Soesatyo menjabat Ketua DPR.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, Rabu (23/1/2019) di Jakarta, mengatakan, sebagai anggota DPR, ada keuntungan finansial yang bisa didapat. Hal ini membuat adanya penambahan secara signifikan aset sejumlah anggota DPR.
Selain itu, lanjut Lucius, politisi dengan aset besar umumnya lebih memiliki akses ke pimpinan partai. Tidak tertutup kemungkinan, faktor finansial ini juga menjadi pertimbangan partai mencalonkan kembali sejumlah anggota DPR di pemilu mendatang dan menempatkan mereka di posisi strategis. Hal seperti ini dikhawatirkan membuat praktik oligarki semakin menjadi ketika DPR dikuasai sejumlah elite dengan modal besar.
Transparansi dan demokratisasi di partai harus dikedepankan agar penempatan setiap anggota DPR berdasarkan kompetensi, bukan karena memiliki modal yang besar.
Kekhawatiran ini bisa diminalisasi jika ada pembenahan perekrutan calon anggota legislatif. Transparansi dan demokratisasi di partai harus dikedepankan agar penempatan setiap anggota DPR berdasarkan kompetensi, bukan karena memiliki modal yang besar.
Pengusaha
Hasil penelitian Indonesia Corruption Watch pada Oktober 2018 menunjukkan, politisi berlatar belakang pengusaha mendominasi posisi di DPR. Dari 560 anggota DPR, lebih dari setengahnya atau sebanyak 293 orang berlatar belakang pengusaha. Para anggota DPR ini umumnya ditempatkan oleh partainya di komisi yang berkaitan dengan bidang usaha mereka.
Tiga fraksi partai di DPR dengan komposisi anggota DPR berlatar belakang pengusaha terbanyak adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat. Persentase pengusaha di Partai Golkar mencapai 69,9 persen, di Demokrat 60,7 persen, dan di Gerindra 58,2 persen.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, aset yang disampaikan sejumlah politisi itu menarik untuk ditelusuri. Namun, rekomendasi dari konvensi PBB antikorupsi (UNCAC) mengenai pengusutan terhadap peningkatan kekayaan secara tidak sah, belum diadopsi ke dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Akibatnya, peningkatan harta sejumlah anggota DPR yang fantastis sulit diungkap.
Sementara penindakan melalui ketentuan di tindak pidana pencucian uang bukan hal yang mudah dan memakan waktu lama. Terkait hal itu, kejujuran anggota DPR dalam melaporkan aset yang dimiliki sangat diperlukan. Ini karena ditemukan beberapa LHKPN yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.