Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) optimistis sektor properti akan lebih baik tahun 2019. Skema pembiayaan perumahan yang tengah disusun pemerintah diyakini akan mendorong permintaan dari segmen menengah ke bawah.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pengembang yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia optimistis sektor properti akan lebih baik pada 2019. Skema pembiayaan perumahan yang tengah disusun pemerintah diyakini akan mendorong permintaan dari segmen menengah ke bawah.
”Kami lebih optimistis properti membaik pada 2019. Data sekunder yang kami terima, penarikan kredit investasi pada akhir 2018 naik. Psikologis pengembang optimistis dan mereka sudah siap-siap untuk membangun,” kata Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata dalam jumpa pers, Rabu (23/1/2019), di Jakarta.
Selain itu, kata Soelaeman, terdapat beberapa faktor yang dinilai akan mendorong sektor properti. Faktor tersebut antara lain bunga kredit konstruksi bank yang sampai saat ini relatif tidak naik meski Bank Indonesia telah menaikkan BI 7-days repo rate beberapa kali dari posisi 4,25 persen sampai posisi saat ini 6 persen. REI mengapresiasi perbankan karena hal itu berdampak langsung sektor properti, baik ke pihak produsen atau pengembang maupun konsumen.
Hal lain yang dinilai mendorong pertumbuhan sektor properti tahun ini adalah rencana pemerintah untuk membuat beberapa skema pembiayaan perumahan. Jika selama ini skema pembiayaan perumahan hanya ditujukan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah, skema itu direncanakan akan diperluas ke aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI dan Polri, serta kelompok milenial. Dengan semakin banyak kelompok masyarakat yang dapat mengakses rumah dengan harga terjangkau, sektor properti diyakini akan terdorong.
Pangsa pasar yang paling menjanjikan tahun ini masih di segmen menengah ke bawah.
Faktor lain yang juga menjadi faktor positif adalah penyederhanaan regulasi melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau OSS. Saat ini sudah ada beberapa pemerintah daerah yang telah menerapkan OSS, seperti Banda Aceh.
Segmen menengah bawah
Pemerintah juga melonggarkan aturan mengenai pelaksanaan hunian berimbang bagi pemerintah. Meski demikian, REI berharap pemerintah juga mendorong pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang sampai saat ini masih belum banyak diadopsi pemerintah daerah.
”Dari pengembang yang saya tanya, tidak ada satu pun yang berbicara mengenai pemilihan presiden. Jadi itu tidak berpengaruh. Kita mau take off tahun ini,” ujar Soelaeman.
Untuk pangsa pasar yang paling menjanjikan tahun ini masih di segmen menengah ke bawah. Dari sisi harga adalah hunian yang harganya di bawah Rp 300 juta per unit, termasuk rumah subsidi. Hal itu dibuktikan dengan jumlah rumah yang dibangun anggota REI pada 2018 sebanyak 394.686 unit yang terdiri dari rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 214.686 unit dan rumah dengan rentang harga Rp 200 juta sampai Rp 300 juta per unit sebanyak 180.000 unit.
Sementara sepuluh provinsi yang banyak menyerap rumah subsidi atau bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Banten. Selain itu, juga Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Usulan kenaikan harga rumah subsidi untuk tahun 2019 telah disampaikan ke Kementerian Keuangan. Saat ini, usulan tersebut masih dibahas.
Menurut Soelaeman, potensi pasar yang juga besar adalah masyarakat dengan pendapatan tidak tetap. Meski mereka kebanyakan bekerja di sektor informal dengan pendapatan tidak tetap, justru mereka yang biasanya tetap kuat dalam menghadapi sebuah krisis, misalnya komunitas tukang cukur di Garut. Mereka bisa mengakses perbankan dengan skema menabung terlebih dahulu.
Saat ini, selain menanti skema pembiayaan perumahan yang diperluas, para pengembang juga tengah menunggu ketetapan harga rumah subsidi tahun 2019. Sebab, hal itu menyangkut rencana pembangunan rumah tahun ini. Salah satu yang menjadi tantangan untuk rumah subsidi, menurut Soelaeman, adalah harga lahan yang mahal.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Khalawi Abdul Hamid mengatakan, usulan kenaikan harga rumah subsidi untuk tahun 2019 telah disampaikan ke Kementerian Keuangan. Saat ini, usulan tersebut masih dibahas di Kemenkeu.
”Usulan (kenaikan harga) 3 persen sampai 7,75 persen yang dibagi dalam sembilan wilayah. Usulan kenaikan terbesar di wilayah Kalimantan sebesar 7,75 persen,” kata Khalawi.