Data 20 tahun terakhir, Januari dan Februari adalah puncak kejadian bencana terkait cuaca. Daerah lain di luar Sulawesi Selatan diminta meningkatkan kewaspadaan.
Oleh
RENY SRI AYU / ADITYA PUTRA PERDANA / MEGANDIKA WICAKSONO / AHMAD ARIF
·5 menit baca
GOWA, KOMPAS - Banjir dan longsor tak hanya menyebabkan ribuan orang mengungsi. Hingga Rabu (23/1/2019) malam, 18 warga Dusun Pattiro, Desa Pattallikang, Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, belum ditemukan di antara timbunan longsor. Jumlah itu belum termasuk tujuh hilang dan sembilan tewas di wilayah lain di Sulsel.
Di Gowa, korban tertimbun pada Selasa (22/1) siang saat hujan lebat. Data BMKG, hujan di wilayah Sulsel itu tergolong ektrem dengan intensitas lebih dari 300 milimeter per hari.
Perkampungan yang terisolasi akibat jembatan putus dari dua arah dan banyaknya titik longsor di sepanjang jalan, membuat evakuasi sulit. Warga bahu membahu mengevakuasi secara manual.
Di lokasi kejadian, para tokoh masyarakat menyebut 23 orang tertimbun. Dua orang tewas ditemukan warga Rabu pagi dan tiga korban tewas lainnya ditemukan tim SAR gabungan, Rabu sore. Total korban yang masih dicari adalah 18 orang.
“Ada juga satu korban meninggal, tapi bukan tertimbun longsor melainkan serangan jantung setelah longsor,” kata Daeng Tutu (60), warga.
Pantauan di lokasi, material longsoran menutup separuh Dusun Pattiro dan menimbun belasan rumah. Material longsoran dari Bulu’ (bukit) Pattiroang, tepat di belakang perkampungan. Bukit itu runtuh saat hujan lebat dan membawa bebatuan besar. Sisa longsoran menyibak bagian lapisan dalam bukit merupakan bebatuan.
Warga mengatakan, saat kejadian, sisi bukit itu runtuh tanpa didahului tanda-tanda atau longsoran kecil. Tanah, batu besar, dan pepohonan langsung menimbun rumah-rumah di bawahnya. Sebelum kejadian, hujan deras turun nyaris tak berhenti sejak Senin.
“Saat kejadian terdengar seperti suara ledakan dan bukit runtuh menimpa rumah. Saat itu hujan deras dan kebanyakan orang di dalam rumah,” kata Sama Daeng Sila (55). Rumahnya ambruk terbawa longsor.
Mansyur (35), warga lain menyebut delapan anggota keluarganya di tiga rumah yang berderet semua tertimbun longsor. “Saya dan kerabat masih menggali. Susah karena rumah tertimbun seluruhnya,” katanya.
Rabu sore, tim SAR gabungan dan prajurit TNI-Polri berdatangan mengevakuasi. Namun, tim hanya membawa alat manual. Dibutuhkan alat berat.
10 kabupaten/kota
Data Posko Bencana Pemprov Sulsel, banjir, longsor, dan angin kencang terjadi di 10 kabupaten/kota di Sulsel. Selain Gowa, daerah lain adalah Jeneponto, Maros, Pangkep, Barru, Wajo, Bantaeng, Soppeng, Sidrap, dan Kota Makassar.
Total tercatat 5.825 jiwa terdampak. Tujuh warga dilaporkan hilang, sembilan meninggal. Jumlah itu belum termasuk yang di Dusun Pattiro.
Untuk rumah, tercatat 2.204 unit terendam banjir dan 34 unit hanyut. Lahan sawah yang terendam 15.221 hektar.
Pengungsi terbanyak ada di Kabupaten Gowa, seperti dilaporkan Pemkab Gowa, Rabu malam, yakni 3.534 orang di 17 lokasi. Selain di Gowa, kondisi parah di Makassar, Jeneponto, dan Maros.
Di Makassar, 1.000-an warga mengungsi akibat rumah terendam 30 cm hingga lebih dari dua meter. Lokasi banjir terparah, di antaranya di Antang, Manggala, dan Paccerakkang.
Intensitas hujan
Hujan ekstrem dengan intensitas hingga di atas 300 milimeter per hari terekam di sejumlah wilayah di Sulsel, yang menyebabkan banjir di sembilan kota dan kabupaten.
Sejumlah stasiun pengukur curah hujan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan BMKG mencatat, curah hujan di Sulsel pada Selasa rata-rata di atas 100 mm per hari. Curah hujan tertinggi di Lengkese, Kabupaten Takalar, yaitu 329 milimeter per hari. Di Pos 1 Bawakaraeng, Gowa, 308 mm per hari. Di Pattene, Marusu, Kabupaten Maros, 310 mm per hari.
Tiga hari ke depan, hujan ekstrem dan angin kencang masih berpeluang terjadi di Jawa, Bali, NTB, NTT, hingga Papua.
Kepala Subbidang Prediksi Cuaca BMKG Agie Wandala Putra mengatakan, curah hujan ekstrem di Sulsel ini disebabkan beberapa faktor. "Penyebab utamanya MJO (Madden Julian Oscillation) bersama monsun dingin Asia. Selain itu juga terdapat area konvergensi atau pusaran angin," kata dia.
Untuk tiga hari ke depan, hujan ekstrem dan angin kencang masih berpeluang terjadi di Jawa, Bali, NTB, NTT, hingga Papua. Daerah-daerah itu pula yang berisiko dilanda banjir, banjir bandang, dan longsor.
Di Jawa Tengah, pengendara motor atas nama Khonsum (59) tewas tertimpa baliho di Banjarnegara, sedangkan M Ashar Syafsudin (42) tewas ter jatuh dari sepeda motor karena tertimpa dahan pohon asem, usai mengantar anak sekolah.
"Sejak kemarin hujan sepanjang hari disertai angin kencang. Namun, saat dahan pohon patah Rabu pagi cuaca cerah. Selain karena tua, mungkin n patah karena pelapukan,” kata Kepala UPT Wilayah Cilacap BPBD Cilacap Andi Susilo.
Di Jawa Timur, hujan dan angin kencang sejak Selasa menumbangkan puluhan pohon di Kota Batu dan Kabupaten Malang. Data BPBD Kota Batu, hingga Rabu ada 34 lokasi pohon tumbang yang menimpa 3 mobil, 1 warung, dan memutus kabel listrik dan telepon.
Tidak ada korban jiwa, tetapi aliran listrik di wilayah di Kota Batu padam. ”Anginnya benar-benar kencang. Saya baru berani pulang dari rumah orangtua ke rumah di Ngaglik, Batu, pukul 20.00,” kata Krispati (30), warga Sidomulyo.
Antisipasi bencana
Sejumlah daerah telah mengantisipasi bencana hidrometeorologis. Sebagian warga di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, misalnya, siap menghadapi banjir akibat luapan Sungai Citarum, Cisangkuy, dan Cikapundung. Selain membersihkan saluran air, mereka menyiapkan perahu dan memasang tambang di gang-gang untuk evakuasi.
Tiga kecamatan di Kabupaten Bandung, yaitu Baleendah, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang menjadi langganan banjir saat musim hujan. Ketiga kecamatan itu termasuk kawasan terendah di cekungan Bandung.
Di Semarang, Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng, Sarwa Pramana mengatakan, gubernur memerintahkan petugas Dinas Pekerjaan Umum dan BPBD kabupaten yang memiliki desa, kecamatan, jalan, pemukiman, serta kawasan rawan bencana segera melapor.
Selasa malam, jalur Pekalongan-Banjarnegara terputus ambles 50-70 cm sepanjang 20 meter di Kecamatan Paninggaran, Pekalongan. Hingga Rabu sore belum tuntas. Roda ekonomi dan akses transportasi masih terganggu.
Pantauan Kompas, jalan ambles di blok Sibelis, Desa Tenogo, ditangani sementara dengan timbunan pasir batu. Sepeda motor dan mobil melintas bergantian.
Rekaman bencana 20 tahun terakhir, Januari dan Februari puncak bencana hidrometeorologi: banjir, longsor, dan puting beliung. Menurut Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto, intensitas bencana itu cenderung meningkat sekalipun rata-rata hujan per tahun relatif tetap atau berkurang. (WHO//TAM/BAY)