JAKARTA, KOMPAS – Aktivis lingkungan meminta pemerintah menindak tegas pelaku pembukaan lahan tanpa izin yang terjadi di Indonesia. Pemerintah diminta responsif terhadap laporan masyarakat terkait pembukaan lahan yang tak berizin.
Pada November 2018 lalu, sejumlah aktivis lingkungan menemukan indikasi perusakan hutan rawa gambut di Kelurahan Mendawai Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Hal itu dilaporkan kepada Badan Restorasi Gambut (BRG). Sebab, pembukaan lahan itu berada di wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Lamandau-Sungai Arut.
“Setelah melihat kondisi lokasi, BRG menemukan luas lahan gambut yang sudah dibuka dengan alat berat sekitar 38 hektare,” kata anggota Save Our Borneo, Safrudin, dalam diskusi “Kerusakan Lahan Gambut Kembali Warnai Kontestasi Pemilu 2019" di Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Pengkampanye Ekosistem Esensial Eknas Walhi, Wahyu Pradana, menambahkan, pembukaan lahan di kawasan gambut bisa menimbulkan berbagai ancaman. Kemampuan menyimpan air dari lahan gambut bisa hilang, sehingga berpotensi terjadi banjir. Selain itu, kebakaran lahan gambut bisa terus terjadi karena lahan gambut rusak.
Direktur Walhi Kalimantan Tengah, Dimas Novian Hartono, mengatakan bahwa pada Desember 2018 BRG telah mengirimkan surat ke Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Kepala KPH Kotawaringin Barat, serta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Hingga saat ini laporan itu belum juga ditindaklanjuti,” kata Dimas.
Menurut Dimas, lokasi pembukaan lahan itu merupakan habitat orangutan Kalimantan. Setidaknya ada 11 orangutan yang terancam habitatnya jika pembukaan lahan semakin meluas. Sampai saat ini alat berat masih beroperasi di lokasi itu.
Lokasi pembukaan lahan itu merupakan habitat orangutan Kalimantan. Setidaknya ada 11 orangutan yang terancam habitatnya jika pembukaan lahan semakin meluas.
Dimas menambahkan, KLHK perlu merespon cepat laporan yang telah dilakukan BRG dan aktivis lingkungan. Menurutnya, perusakan hutan akan terus terjadi jika tidak diiringi respon cepat dan penegakkan hukum pemerintah.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridha Sani, tidak menjawab pesan dan panggilan telepon ketika dimintai konfirmasi. Hingga pukul 19.30, Rasio tidak menjawab panggilan telepon Kompas. (SUCIPTO)