JAKARTA, KOMPAS--Alat tangkap yang mengganggu ekosistem laut masih menjadi masalah bagi nelayan. Sebagian nelayan berharap pemerintah menindak tegas penggunaan alat tanggap semacam ini.
Harapan agar penggunaan alat tangkap ikan ilegal ditertibkan itu disampaikan beberapa nelayan di sela-sela silaturahmi dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/1/2019). Turut mendampingi Presiden antara lain Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki.
Sutarno (39), nelayan Indramayu (Jawa Barat) meminta agar tak ada lagi nelayan yang menggunakan alat tangkap garok teripang. Alat tangkap besi berukuran sekitar 4 meter x 7 meter itu mengambil semua hasil laut dengan berbagai ukuran. Akibatnya, nelayan lain kesulitan memperoleh rajungan.
Adapun Hamdan Panjaitan (51), nelayan asal Kabupaten Asahan (Sumatera Utara) berharap penegakan hukum diperkuat.
“Pengawalan (atas penggunaan) alat tangkap yang dilarang perlu lebih banyak. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 tahun 2016 (tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI) ditegakkan,” tuturnya.
Di Asahan, alat semacam garok teripang yang mengganggu ekosistem laut disebut tengkrang. Keberadaan tengkrang membuat nelayan tradisional yang biasa menangkap rajungan dan kerang tak lagi mendapatkan hasil. Meskipun, dalam empat bulan terakhir, penggunaan tengkrang mulai berkurang.
Namun, ada nelayan pengguna cantrang yang berharap tetap bisa memanfaatkan alat itu untuk menangkap ikan.
Agus Mulyono, nelayan asal Lamongan (Jawa Timur) mengatakan, tak semua alat tangkap cocok di semua daerah. Ia mencontohkan, di Lamongan, hasil tangkapan utama berupa ikan bintik yang ukurannya relatif kecil. Ia pun meminta agar nelayan cantrang diberi izin melaut lagi.
Petambak asal Purwakarta (Jawa Barat), Lutfi Bamala, yang mewakili Paguyuban Pembudidaya Ikan, meminta agar kolam jaring apung tetap bisa beroperasi di Waduk Jatiluhur. Pemerintah Daerah Purwakarta berencana mengosongkan Waduk Jatiluhur dari keramba jaring apung yang dinilai mendangkalkan waduk.
Menurut Lutfi, tambak ikan di Waduk Jatiluhur melibatkan 2.526 pemilik tambak. Setidaknya, ada ribuan orang yang akan menanggung dampak pembongkaran keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur.
Masukan
Presiden Joko Widodo berjanji akan mengecek berbagai masalah yang disampaikan para nelayan tersebut. Masukan dari para nelayan akan menjadi bahan untuk memperbaiki berbagai kebijakan pemerintah.
“Semua keluhan itu akan kita pakai untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang ada. Kadang-kadang, antara yang ada di kantor, di kementerian atau di istana, dan yang di lapangan, memang enggak nyambung,” kata Presiden. (INA)