Bisnis produk tekstil di Pasar Tanah Abang, Jakarta memang menggiurkan. Setiap hari para pedagang bisa mendapatkan omzet belasan hingga puluhan juta rupiah. Karena alasan itu, setiap ruang di kawasan itu begitu berharga yang didapatkan dari jalur legal maupun ilegal.
Ada tiga jenis tempat yang dipakai pedagang tekstil Pasar Tanah Abang berdagang. Sebagian bisa menempati jembatan penyeberangan mutiguna (JPM), di trotoar, dan di dalam Pasar Tanah Abang. Meski tempat berjualan mereka berbeda, jumlah pendapatan mereka tidak jauh berbeda.
Saat ditemui di JPM Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (19/1/2019), Nyimas Dewi Sinta (56), pedagang kerudung, mengatakan, keuntungan rata-rata yang bisa dia bawa pulang setiap hari sekitar Rp 600.000. “Jika dihitung dalam sebulan bisa sekitar Rp 18 juta,” ujar Nyimas. Per bulannya, Nyimas diharuskan membayar uang sebesar Rp 550.000 untuk biaya sewa dan iuran kebersihan.
Menurut Nyimas, berjualan di JPM lebih nyaman bagi dirinya maupun pembelinya. “(Penghasilan ketika berjualan di JPM) memang tidak seramai saat saya berjualan di trotoar, tapi kalau di sini lebih nyaman, tidak kepanasan, tidak kehujanan, dan tidak ada pungutan liar juga,” imbuh Nyimas.
Salah satu pedagang kaus kaki di trotoar Jalan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rohmat (52) mampu meraup keuntungan yang tak kalah besar. Setiap harinya Rohmat bisa membawa pulang uang sekitar Rp 485.000. “Itu sudah dipotong dengan iuran ‘keamanan’ sebesar Rp 15.000,” kata Rohmat.
Rohmat menyadari sepenuhnya apa yang dia lakukan melanggar peraturan. Namun, menurutnya, dia tak punya pilihan lain. Rohmat ingin tetap berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. “Sewa kios di dalam (Pasar Tanah Abang) mahal. Saya tidak punya banyak uang. Sementara, saat ada relokasi ke JPM saya juga tidak masuk daftar yang direlokasi,” tutur Rohmat.
Rohmat menyadari sepenuhnya apa yang dia lakukan melanggar peraturan. Namun, menurutnya, dia tak punya pilihan lain. Rohmat ingin tetap berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Harga sewa untuk kios di dalam Blok B Pasar Tanah Abang bervariasi, tergantung letak dan luas kios. Harga untuk kios dengan luas 8 meter x 6 meter dikatakan oleh salah satu penjual sajadah di Blok B, Rahmat Basuki (33) sebesar Rp 75 juta per tahun. Tak hanya itu, Basuki juga masih harus membayar uang kebersihan dan listrik sebesar Rp 1 juta per bulan. “Penghasilan bersih saya sekitar Rp 7,7 juta per bulan,” kata Basuki.
Adapun harga sewa kios 8 meter x 8 meter satu tahun sebesar Rp 80 juta. Untuk kios ukuran ini, iuran kebersihan dan listrik sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Sebagian pedagang yang menempati kios untuk ukuran ini mengantongi pengasilan bersih sekitar Rp 10 - 12 juta per bulan.
Insentif
Secara terpisah, Minggu (20/1/2019) Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, kompetisi antar pedagang di Tanah Abang sangat ketat. Sebab, mayoritas dari mereka menjual barang yang hampir sama atau homogen.
Untuk menarik konsumen, para pedagang harus menawarkan insentif. "Insentif itu antara lain keragaman produk dan pelayanan," ucap Enny.
Untuk memberi kemudahan dalam pelayanan, biasanya para pedagang berusaha lebih \'mendekatkan\' diri ke konsumen. Salah satunya dengan cara berjualan di tempat-tempat yang mudah \'dijangkau\' pembeli. Sehingga, tidak heran bila banyak pedagang yang memutuskan untuk berdagang di trotoar.
Enny menyarakan, pemerintah mempertimbangkan aspek proporsionalitas dalam mengatasi permasalahan pedagang di trotoar Tanah Abang. Pemerintah perlu memberikan fasilitas kepada pedagang untuk berdagang di tempat yang mudah di jangkau pembeli.
Sementara itu, penegakan hukum kepada pedagang yang berjualan di trotoar juga harus dilakukan dengan tegas. "Masyarakatnya juga perlu diedukasi untuk berbelanja di tempat yang seharusnya. Sebab, pedagang tidak akan berdagang di trotoar kalau tidak ada yang beli. Ya, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran," imbuh Enny. (Sharon Patricia / Kristi Dwi Utami)