JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat tidak bisa menindak perusahaan pemegang izin usaha pertambangan di daerah yang tak memenuhi ketentuan, seperti kewajiban pembayaran dana jaminan reklamasi lahan dan pascatambang. Begitu pula hal pemanfaatan merkuri dalam pengolahan mineral tambang. Sebab, tanggung jawab sepenuhnya ada di gubernur selaku pemberi izin.
Demikian yang mengemuka dalam rapat dengar pendapat anggota Komisi VII DPR dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono di Jakarta, Senin (21/1/2019). Rapat itu membahas dampak operasi tambang terkait pencemaran lingkungan dan pengelolaan kawasan pascatambang.
Hadir pula dalam rapat tersebut Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani dan sejumlah pejabat dari Kementerian ESDM dan Kementerian LHK.
Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir, ada sejumlah perusahaan yang belum memenuhi ketentuan dalam hal kewajiban penyetoran dana jaminan reklamasi dan pascatambang. Ia mendesak pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang tak patuh terhadap ketentuan tersebut. Pemerintah diminta mengoptimalkan peran dan fungsi inspektur tambang di lapangan.
”Kalau tidak memenuhi ketentuan, kenapa pemerintah menerbitkan sertifikat CNC (clear and clean atau bersih tanpa masalah)? Apalagi, kan, ada inspektur tambang (pengawas operasi perusahaan tambang) di lapangan,” kata Nasir.
Bambang mengatakan, dalam hal penerbitan sertifikat CNC, syarat yang diperlukan hanyalah syarat administrasi, seperti lahan tidak tumpang tindih dengan kawasan hutan. Dalam hal perusahaan pemegang IUP tak memenuhi sejumlah ketentuan, pihaknya hanya bisa berkirim surat ke kepala daerah untuk menindak tegas perusahaan yang melanggar. Gubernur, selaku penerbit IUP, bertanggung jawab untuk menertibkan perusahaan pemegang IUP yang melanggar.
”Memang ada inspektur tambang di lapangan, tetapi pemberi sanksi adalah yang mengeluarkan izin, yaitu gubernur. Kami sudah berulang kali mengingatkan daerah untuk kepatuhan ini. Kewenangan ada di gubernur dan mereka yang bisa memberi sanksi,” ujar Bambang.
Soal penyetoran dana jaminan reklamasi dan pascatambang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengaturan lebih rinci diatur dalam aturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah No 78/2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, serta Peraturan Menteri ESDM No 26/2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, sampai akhir 2018 terdapat 5.670 IUP yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut, IUP yang sudah bersertifikat CNC sebanyak 5.131. Artinya, masih ada 539 perusahana pemegang IUP yang belum memenuhi ketentuan dan belum mendapat sertifikat CNC.
Lubang tambang
Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) sepanjang 2011-2018, melalui citra satelit, terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 1.735 lubang tambang batubara berada di Kalimantan Timur. Dalam kurun yang sama, sebanyak 32 orang tewas akibat tenggelam di lubang bekas tambang tersebut. (Kompas, 18/12/2018)
Koordinator Nasional pada Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah, mengatakan, persoalan lubang bekas tambang yang merenggut nyawa itu tak lepas dari rendahnya kepatuhan perusahaan tambang dalam menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang. Di satu sisi, pengawasan pemerintah pusat tidak optimal. Indikasi saling lempar tanggung jawab dengan pemerintah daerah kian memperburuk situasi.
”Sejauh ini, pemerintah hanya memberlakukan sanksi administratif yang tidak diindahkan oleh perusahaan. Pemerintah seharusnya menggunakan instrumen pidana yang diatur dalam undang-undang,” ujar Maryati.