JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang atau OSO bersikeras maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah di Pemilu 2019 tanpa melepaskan jabatannya sebagai ketua umum Partai Hanura.
Oleh karena itu, melalui kuasa hukumnya, dia melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Polda Metro Jaya, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Sementara KPU tetap pada keputusannya, OSO harus mundur, dan surat pengunduran dirinya dari jabatan ketua umum Hanura ditunggu hingga pukul 00.00, malam ini.
Kuasa Hukum OSO, Herman Kadir, mengatakan, Selasa (22/1/2019), kliennya melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Polda Metro Jaya karena menilai KPU tidak patuh pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, sehingga KPU dinilai telah melanggar pasal 421 juncto Pasal 216 KUHP.
Pasal 421 KUHP menjelaskan seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Adapun pasal 216 menjelaskan, barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana
denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Seperti diketahui, putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT menetapkan, KPU harus memasukkan nama OSO dalam daftar calon tetap (DCT) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk Pemilu 2019.
Bahkan menurut Herman, surat perintah eksekusi dari PTUN Jakarta dengan nomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 telah diterbitkan untuk segera ditindaklanjuti oleh KPU, Senin (21/1/2019).
Laporkan ke Bawaslu
Selain mempidanakan KPU, KPU juga kembali dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). “Pembangkangan (KPU) atas putusan Bawaslu kami anggap sebagai pelanggaran administrasi pemilu. Jumat (18/1/2019), kami sudah lapor ke Bawaslu,” kata Herman saat dihubungi dari Jakarta.
Seperti diketahui, pada 9 Januari 2019, Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan nama OSO ke DCT DPD untuk Pemilu 2019. Namun, jika kelak OSO terpilih di pemilu, yang bersangkutan harus menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai politik, satu hari sebelum penetapan calon DPD terpilih.
Meski demikian, KPU mengabaikannya. KPU tetap berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2017 yang mengharuskan seseorang wajib mengundurkan diri dari pengurus partai politik sebelum mencalonkan diri sebagai anggota DPD. Atas dasar itu, OSO diberi kesempatan menyerahkan surat mundur dari kepengurusan Hanura dengan tenggat waktu hari ini, 22 Januari 2019 sebagai syarat namanya masuk DCT. Jika hal itu tidak dipenuhi, KPU tidak akan mencantumkan nama OSO di DCT DPD.
Herman melanjutkan, dalam suratnya ke Bawaslu, pihaknya juga meminta agar persoalan OSO dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Kami kini tinggal menunggu kapan Bawaslu melaporkan KPU ke DKPP,” tambah Herman.
KPU konsisten
Di tempat terpisah, KPU menegaskan tetap berpegang pada keputusannya, tidak memasukkan nama OSO dalam DCT jika OSO tidak menyerahkan surat pengunduran dirinya dari jabatan ketua umum Hanura. Surat pengunduran OSO akan ditunggu oleh KPU hingga pukul 00.00 nanti.
"Kami bersama-sama menunggu kedatangan surat pengunduran diri Pak OSO sampai dengan jam 12 malam. Keputusan ini sudah sesuai berdasarkan kepatutan karena kami telah memberikan waktu tujuh hari kepada Pak OSO untuk melengkapi surat pengunduran diri dari parpol," ujar Anggota KPU Wahyu Setiawan.
Terkait langkah OSO yang melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya, Bawaslu, dan DKPP, KPU menurut Wahyu, siap dengan setiap konsekuensi yang muncul dari keputusan yang diambil oleh KPU.
Sikap DKPP
Sementara itu, Anggota DKPP Alfitra Salamm mengatakan, pihaknya belum menerima pengaduan terkait keputusan KPU atas OSO. Jika memang kelak ada laporan tersebut, DKPP akan segera memprosesnya.
"DKPP tidak mengeluarkan sikap, tetapi secara terbuka menerima pengaduan dari masyarakat maupun partai politik. Kalau ada unsur pelanggaran etika akan segera kami bahas," ujarnya.
Alfitra menjelaskan, setiap pengaduan yang masuk akan melalui empat tahap. Pertama, DKPP akan menilai kemungkinan pelanggaran etika dari pengaduan tersebut. Jika terbukti terdapat pelanggaran, DKPP akan membawa pengaduan tersebut ke sidang pemeriksaan.
Kemudian, sebelum sidang putusan, DKPP menggelar rapat pleno untuk menentukan sanksi yang akan diberikan.
"Dari pengaduan masuk, dalam kurun waktu satu minggu biasanya sudah bisa diselesaikan. Apalagi jika sifatnya mendesak, DKPP akan selalu memberikan perhatian karena itu ditunggu oleh masyarakat," ungkapnya.