Masyarakat Belum Melirik Bursa Komoditas dan Derivatif
Oleh
Khaerudin
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Animo masyarakat terhadap transaksi di bursa komoditas dan derivatif masih rendah. Padahal, melalui bursa komoditas dan derivatif, nilai investasi akan meningkat dan para pelaku usaha dapat memperoleh kepastian harga, bahkan sebelum adanya produksi. Masalahnya, literasi bagi masyarakat masih kurang.
”Dalam hal jumlah, pada 2018 ada sebanyak 2,1 juta kontrak yang masing-masing bernilai sekitar 10.000 dollar AS. Jika dijumlah, rata-rata transaksi di bursa komoditas dan derivatif sebesar 21 miliar dollar AS. Jumlah ini sangat kecil ketika kita membandingkannya dengan India yang transaksinya mencapai 3 triliun dollar AS dalam periode yang sama,” kata Chief Executive Officer Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Lamon Rutten, di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Hal ini disampaikan dalam kunjungan ICDX ke Redaksi Kompas. Selain Lamon, hadir pula Vice President Corporate Communication ICDX Omegawati, Vice President Riset and Development ICDX Isa A Djohari, dan Advisor Research and Development ICDX Andam Dewi. Dalam kunjungannya, tim ICDX diterima langsung oleh Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy dan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Mohammad Bakir.
Lamon menyampaikan, ICDX merupakan bursa berjangka elektronik baru yang diatur secara penuh untuk membangun pilihan persaingan yang lebih cepat dan efisien untuk kontrak perdagangan berjangka. Beberapa komoditas yang diperjualbelikan adalah minyak kelapa sawit mentah (CPO), emas, dan valuta asing. ”Kami akan terus berinovasi dan menghadirkan penawaran produk baru ke pasar,” ujarnya.
Menurut Lamon, selain meningkatkan keuntungan, investasi di bursa jauh lebih aman sebab data transaksi transparan, peraturan jelas, dan harga adil bagi pembeli ataupun penjual. Selain itu, melalui bursa, pelaku usaha dapat memperoleh kepastian harga.
Sebagai contoh, Lamon menyampaikan, melalui bursa komoditas dan derivatif, para petani yang memproduksi meta oil di Uttar Pradesh, negara bagian di India, dapat meningkatkan produktivitasnya. ”Satu tahun setelah mulai kontrak dengan bursa, produksi meningkat dua kali lebih tinggi, peningkatan ini sama dengan kontrak pemerintah selama 20 tahun,” ujarnya.
Peningkatan produktivitas tentu meningkatkan pendapatan bagi petani. Lamon mengatakan, sebelum menjual di bursa komoditas, para petani hanya memperoleh 20 persen dari hasil penjualannya. Sementara saat ini keuntungan bagi petani dapat mencapai hingga 40 persen.
Sayangnya, peminat di bursa komoditas dan derivatif di Indonesia masih rendah. Hingga saat ini, Andam menyampaikan, baru ada sekitar 60 pialang atau broker dan pedagang dengan jumlah nasabah aktif sekitar 10.000 nasabah yang tergabung di ICDX.
”Kurangnya minat masyarakat terlihat dari jumlah transaksi keuangan yang tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan transaksi komoditas. Jika diperbandingkan, dapat dikatakan transaksi komoditas hanya berkisar 20 persen dari keseluruhan transaksi melalui ICDX,” ujar Andam.
Kurangnya literasi
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menyampaikan hal senada. Menurut dia, animo masyarakat di bursa komoditas dan derivatif tidak setinggi transaksi di bursa saham.
”Kalau melihat dari bursa saham, transaksinya terus berkembang. Tahun lalu saja, rata-rata transaksi kita per hari sudah mencapai 9 triliun dollar AS hingga 10 triliun dollar AS. Sementara untuk bursa komoditas dan derivatif, transaksi per hari masih di bawah 1 triliun dollar AS,” ujar Alfred.
Padahal, potensi transaksi di bursa komoditas dan derivatif sangat besar. Alfred mengatakan, Indonesia memiliki sumber daya mineral serta produk komoditas yang banyak. Dengan demikian, produsen komoditas pun relatif besar. Artinya, Indonesia sebenarnya memiliki modal cukup besar untuk mengadakan transaksi di bursa komoditas dan derivatif.
Menurut Alfred, kurangnya animo masyarakat, termasuk para pelaku usaha, disebabkan oleh kurangnya literasi sehingga pemahaman menjadi rendah. Istilahnya, kalau seseorang punya pengetahuan yang sedikit tentang produk tersebut, dia tentu tidak akan menyentuhnya. Orang tersebut cenderung akan menyentuh produk yang sudah dikenal.
”Sebagai contoh, misalnya, saya punya rumah makan besar yang membutuhkan kopi. Ketika saya ingin mendapat kepastian harga kopi di Oktober 2019 nanti, tentu di pasar tradisional akan sulit dilakukan. Tapi kalau di bursa komoditas, saya bisa melakukan hedging atau melindung nilai sejak adanya kesepakatan di awal, bahkan sebelum adanya produksi,” ujar Alfred.
Lebih lanjut Alred menjelaskan, bertransaksi di bursa komoditas dan derivatif berarti bicara masalah ikatan. Maka, harga yang dibayarkan oleh pembeli adalah harga yang disepakati dalam kontrak di awal, terlepas saat eksekusi nanti harganya lebih tinggi atau lebih rendah.
Alfred menyampaikan, semua perusahaan pastinya menginginkan kepastian harga seperti ini. ”Karena perusahaan, kan, punya budgeting. Artinya, mereka bukan mempermasalahkan berapa harganya atau tingginya produksi, melainkan yang ingin mereka dapatkan adalah kepastian harga,” katanya.
Maka, literasi menjadi fundamental bagaimana bursa komoditas dan derivatif dapat menarik atraksi dari masyarakat. Tanpa disadari, bursa komoditas dan derivatif itu penting bagi para pelaku usaha, baik individu maupun perusahaan, untuk meminimalkan risiko. (SHARON PATRICIA)