DENPASAR, KOMPAS Harapan publik sepak bola Tanah Air agar terjadi reformasi di tubuh PSSI urung terwujud meskipun Edy Rahmayadi telah mundur sebagai Ketua Umum PSSI pada kongres tahunan, Minggu (20/1/2019) di Nusa Dua, Bali. Mayoritas anggota PSSI belum menginginkan kongres luar biasa atau KLB untuk membentuk pengurus baru.
Wacana KLB sebetulnya pernah digulirkan sejumlah klub dan asosiasi provinsi PSSI menjelang kongres di Bali itu. Mereka prihatin terhadap banyaknya pejabat di PSSI yang terjerat kasus pengaturan skor. Namun, hanya satu pemilik suara—dari total 85—yang berani menyuarakan tuntutan KLB itu, yaitu Ketua Umum Asosiasi Provinsi DKI Jakarta Uden Kusuma.
”Perubahan total hanya bisa dilakukan lewat KLB atau pergantian pengurus. Tidak cukup dengan mundurnya Pak Edy. Ini sebetulnya momentum (PSSI) berbenah. Masa iya mau begini terus sepak bola kita. Prestasi timnas (tim nasional) senior tidak menggembirakan dan masalah pengaturan skor kian meluas,” ujar Uden seusai kongres itu.
Namun, usulan tentang KLB itu ditanggapi dingin di dalam kongres. Mayoritas pemilik suara enggan mendukung kongres pergantian pengurus PSSI secepat mungkin karena butuh biaya besar dan waktunya kurang tepat menyusul bakal berlangsung pemilihan presiden pada April mendatang.
”Kurang baik jika dipaksakan cepat. Ya, memang lebih baik jika menunggu pilpres selesai agar PSSI tidak kembali terganggu. Tapi, saya sepakat perlunya pembenahan total di PSSI,” ujar Umuh Muchtar, Manajer Persib Bandung, yang sebelumnya vokal menyuarakan usulan KLB.
Umuh memilih memberikan kesempatan kepada pengurus PSSI, yang kini dipimpin Joko Driyono selaku Pelaksana Tugas Ketua Umum, untuk membuktikan kinerjanya hingga kongres tahunan mendatang.
”Coba kita beri dulu Pak Joko kepercayaan. Berani tidak dia membereskan masalah (pengaturan skor) di PSSI saat ini? Toh, masa tugas kepengurusan PSSI saat ini tinggal sebentar lagi (hingga 2020). Jika masih tidak benar, saya akan kembali teriak,” ujar Umuh.
Tuntutan pergantian pengurus dan reformasi total di PSSI justru lebih terdengar nyaring di luar lokasi kongres, Hotel Sofitel Nusa Dua. Gabungan suporter klub sepak bola berunjuk rasa di depan hotel itu. Mereka menuntut KLB digelar dan sistem pengawasan di PSSI diperbaiki.
Mereka menganggap masalah dalam sepak bola nasional telah akut, yang dibuktikan dengan banyaknya nama, yaitu 11 orang, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Satuan Tugas Antimafia Bola Polri.
Mereka semula hendak menerobos masuk ke lokasi kongres, tetapi dicegah puluhan polisi yang mengamankan kongres. ”(Komite Eksekutif) PSSI itu, kan, bekerja secara kolektif.
Jadi, tidak cukup dengan mundurnya Edy Rahmayadi jika ingin mereformasi PSSI. Masih banyak orang lama di eksekutif PSSI, seperti Joko Driyono,” ujar Andi Kristiantono, pengunjuk rasa yang juga tokoh ”Bonek”, kelompok suporter Persebaya Surabaya.
Saat menyatakan mundur dari jabatan Ketua Umum PSSI dalam pidatonya pada acara pembukaan kongres itu, Edy Rahmayadi berpesan agar pemilihan ketua baru PSSI berjalan damai dan tanpa konflik. Ia mengaku mundur salah satunya akibat gagal membawa PSSI menjadi lebih baik dan bersih dari pengaturan skor.
”Kalau mau jadi ketua (umum), daftar yang baik. Jangan berkelahi. Agar PSSI tetap bisa berjalan dan maju, mulai hari ini saya menyatakan mundur sebagai ketua umum,” tuturnya dalam kongres itu.
Sementara itu, Joko Driyono mengatakan, dirinya bakal berupaya sebaik mungkin untuk mengisi kekosongan di tampuk komando PSSI. Salah satu upaya PSSI dalam memerangi pengaturan skor adalah dengan membentuk komite ad hoc integritas yang diketuai Ahmad Riyadh, Ketua Umum Asosiasi Provinsi Jawa Timur, yang berprofesi pengacara.
Komite itu salah satunya bertugas untuk mencegah, menindak, dan berkolaborasi dengan Polri dalam mengatasi pengaturan skor.
Upaya PSSI lainnya adalah menjadikan komite wasit sebagai lembaga independen dan lebih profesional. ”Wasit ini salah satu kuncinya. Harapan kami, ke depannya, komite wasit bisa seperti PGMOL (badan wasit profesional di Inggris),” kata Joko. (JON)