BEKASI, KOMPAS — Dalam 10 hari terakhir, terjadi dua kali pembegalan di Kota Bekasi. Pembegalan terus berulang di wilayah itu dan harus diselesaikan akar masalahnya secara menyeluruh.
Pembegalan terakhir menimpa Dicky Surya Putera (30) pada Minggu (20/1/2019) dini hari. Warga Cibitung, Kabupaten Bekasi, itu dibegal sekelompok orang saat melintas di Jalan Sudirman, Kranji, Bekasi Barat, Kota Bekasi, pukul 03.30. Pedagang ikan hias itu hendak menuju Pasar Jatinegara untuk berbelanja.
Meski sempat melarikan diri dan mencoba mengelabui begal dengan bersembunyi di selokan, ia tak bisa kabur begitu saja dari begal bersenjata tajam itu. Mereka menangkap Dicky, membacok pantat, lalu menginjak-injak tubuhnya.
Dicky selamat berkat warga setempat yang melihat kejadian itu. Mobil polisi pun sempat melintas dan mengejar begal, tetapi mereka lepas dari pengejaran. Dicky dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Chasbullah Abdulmadjid. Sementara itu, sepeda motornya raib dibawa kabur para begal.
Pembegalan juga terjadi pada Antonius (21), warga Mustikajaya, Kota Bekasi, di Bantargebang, Jumat (11/1/2019). Kepala Kepolisian Sektor Bantargebang Komisaris Siswo mengatakan, Antonius dibegal kawanan bersepeda motor yang terdiri atas empat orang pada pukul 02.00. Keempat begal itu mengepung, mendorong, dan mengancamnya dengan senjata tajam agar menyerahkan telepon seluler dan sepeda motornya kepada mereka.
Siswo menambahkan, dalam beberapa hari, keempat begal itu ditangkap di Jalan Raya Bantargebang Setu, daerah perbatasan antara Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Mereka adalah MD (18), MS (18), T (18), dan RI (19). Setiap orang dalam kelompok begal memiliki peran masing-masing, di antaranya joki, pembawa senjata tajam, dan pembawa motor korban.
”Menurut keterangan pelaku, mereka meminum minuman keras agar berani mencuri dengan kekerasan,” ujar Siswo. Kini, empat remaja itu ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 365 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka terancam hukuman penjara selama sembilan tahun.
Pemerhati kriminalitas di Kota Bekasi, Hamluddin, mengatakan, beberapa daerah di kota itu memang rawan kejahatan, terutama di wilayah perbatasan dengan DKI Jakarta dan Kabupaten Bekasi. Penjahat cenderung memilih daerah itu agar mudah melarikan diri setelah melakukan kejahatan.
Wakil Wali Kota Tri Adhianto Tjahyono di Bekasi, Senin (21/1/2019), mengatakan, kejahatan jalanan tersebut salah satunya dipicu oleh tuntutan biaya hidup yang tinggi di Kota Bekasi. Begitu juga ketimpangan ekonomi yang masih terus terjadi.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), rasio gini di Kota Bekasi pada 2017 mencapai 0,351. Jumlah pengangguran yang berusia 15-55 tahun pun 25.020 orang dari total 2,7 juta penduduk.
Ia menambahkan, Kota Bekasi merupakan wilayah dengan masyarakat yang heterogen. Sebagian besar penduduknya merupakan orang-orang yang berurbanisasi. Meski kejahatan tidak pernah merujuk pada salah satu suku, kondisi itu berpengaruh secara signifikan terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan kriminalitas di kota itu.
Pemberdayaan masyarakat
Menurut Tri, aneka kejahatan bisa ditekan dengan mengoptimalkan peran masyarakat. Hal ini karena total jumlah polisi pun belum mencukupi kebutuhan seluruh warga.
Dalam catatan Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota, total personel yang ada mencapai 1.550 orang. Mereka bertanggung jawab untuk mengamankan 2,7 juta penduduk. Artinya, rasio jumlah polisi dan penduduk mencapai 1 : 1.700 orang.
”Kami mengupayakan bisa ada satu polisi untuk satu RW. Selain itu juga menginisiasi berbagai program agar kepedulian warga bisa muncul,” ujar Tri. Menurut dia, kejahatan bisa diminimalkan dengan meningkatkan kepedulian antartetangga agar mereka bisa saling menjaga dari lingkup terkecil.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Ali Fauzie mengatakan, pencegahan kejahatan juga dilakukan melalui sekolah sebab sejumlah pelaku masih berusia anak-anak, yaitu 18 tahun ke bawah. Dalam beberapa waktu terakhir, anak-anak di Kota Bekasi pun cenderung berani melakukan kejahatan dan kekerasan.
Salah satunya tawuran antarsiswa di Bantargebang yang mengakibatkan satu anak tewas pada September 2018. Sebulan setelahnya, lima anak membobol toko telepon seluler dan menyandera pemiliknya dengan senjata tajam.
”Kami berusaha mengoptimalkan pendidikan karakter di sekolah,” kata Ali. Ia pun meminta kepada orangtua agar lebih peduli pada aktivitas anak di luar sekolah.