Gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Dibebankan ke Pemda
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja harus disertai komitmen pemerintah daerah dalam pembayaran gaji. Usulan perekrutan tak akan diterima jika tak didukung kesanggupan anggaran dari pemerintah setempat.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, komitmen itu diminta kepada seluruh pejabat pembina kepegawaian atau kepala daerah di Indonesia bersamaan dengan permintaan usulan tenaga honorer eks kategori satu dan kategori dua yang akan diangkat sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
"Jadi, kepala daerah wajib melampirkan komitmen kesanggupan penyediaan anggaran untuk gaji PPPK dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) saat mengusulkan formasi PPPK tahap pertama," ujar Bima di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Seperti diketahui, tim panitia seleksi PPPK telah menetapkan jadwal rekrutmen PPPK ke dalam dua fase. Rekrutmen PPPK fase pertama akan berlangsung pada Februari 2019. Sementara untuk fase kedua, seleksi akan digelar setelah April 2019.
Bima menjelaskan, lampiran "Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak" atau SPTJM itu berasal dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Surat itu penting untuk meminta pertanggungjawaban pemda dalam menggaji PPPK.
"Pusat tidak memaksakan. Kalau (pemerintah) daerah tidak mau (tanda tangan) ya tidak apa-apa. Tidak usah minta PPPK," tutur Bima.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Komunikasi Informasi Publik Kemenpan dan RB, Mudzakir, menambahkan, usulan formasi PPPK harus didukung anggaran sesuai ketentuan perundangan. Misalnya, anggaran belanja pegawai tidak boleh lebih dari 50 persen APBD.
"Intinya tanpa SPTJM, usulan kebutuhan rekrutmen PPPK tidak akan diproses karena daerah harus bertanggung jawab penuh," katanya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan dan RB, Setiawan Wangsaatmaja, menjelaskan, pada fase pertama, formasi yang diprioritaskan adalah tenaga profesional guru, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian. Sedangkan, formasi profesional lainnya baru dilakukan di tahap kedua.