”Semesta Kita” Menyongsong Festival Bebas Batas 2019
Oleh
Cokorda Yudistira
·3 menit baca
GIANYAR, KOMPAS — Bentara Budaya Bali bekerja sama dengam orangtua dari anak-anak berkebutuhan dan berkemampuan khusus dari Jakarta dan Bali menyelenggarakan pameran bertajuk ”Semesta Kita”. Festival itu akan diadakan di Bentara Budaya Bali, Gianyar.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut penyelenggaraan pameran seni rupa ”Semesta Kita” di Bentara Budaya Bali sebagai ajang pendahuluan menyambut Festival Bebas Batas 2019.
Kepala Subbidang Seni Rupa Direktorat Kesenian di Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Susiyanti menyatakan, Direktorat Kesenian Ditjen Kebudayaan akan menyelenggarakan kembali Festival Bebas Batas yang direncanakan pada bulan Oktober mendatang.
”Festival Bebas Batas 2019 merupakan festival kali kedua yang diselenggarakan Ditjen Kesenian,” kata Susiyanti di Bentara Budaya Bali, Sabtu (19/1/2019) malam, seusai diskusi atau timbang pandang bertemakan ”Semesta Kita, Menuju Festival Bebas Batas 2019”.
Susiyanti menambahkan, Festival Bebas Batas dirancang sebagai ruang kreativitas dan apresiasi bagi para pencipta, terutama seniman, yang selama ini terpinggirkan karena sejumlah hal, umumnya lantaran menyandang disabilitas atau insan berkebutuhan dan berkemampuan khusus (differently ability people/difabel).
”Kami menangkap dan menyambut dengan baik penyelenggaraan pameran ini sebagai bentuk perhatian dan kepedulian yang sama terhadap anak-anak berkemampuan khusus dan sekaligus sebagai acara pendahuluan menyambut Festival Bebas Batas nanti,” ujarnya.
Festival Bebas Batas kali pertama digelar Oktober 2018 dengan sejumlah acara, di antaranya pertunjukan film dan musik, serta pameran di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, dalam satu rangkaian dengan acara Pokok di Ambang Batas. Festival Bebas Batas 2018 itu dirancang untuk menyemarakkan kegiatan Asian Para Games 2018.
Adapun pameran seni rupa ”Semesta Kita” di Bentara Budaya Bali, 18-27 Januari, juga dikaitkan dengan menuju Festival Bebas Batas 2019. Dalam pameran itu, dihadirkan karya-karya dari empat perupa muda, berusia 14–20 tahun yang merupakan insan difabel.
Mereka adalah Anfield Wibowo, Aqillurachman Prabowo, Naripama Ramavijaya, dan Raynaldy Halim. Pameran seni rupa ”Semesta Kita” itu dikurasi Wicaksono Adi.
Para seniman remaja dengan masing-masing kemampuannya itu umumnya memiliki kemampuan dasar seni rupa, misalnya fungsi garis, warna, dan komposisi. Mereka juga pernah mendapatkan pendidikan melukis dari guru pendamping yang didatangkan orangtua mereka. Namun, setiap seniman itu memiliki kekhasan dan keunikan.
Aqillurachman Prabowo, misalnya, menghadirkan cerita dalam lukisannya dengan obyek yang tertata dan terkontrol. Adapun Naripama Ramavijaya menggambarkan obyek yang lebih mendekati sosok nyatanya, tetapi digambarkan secara naif khas lukisan anak-anak sehingga menghadirkan suasana menyenangkan. Adapun Raynaldy Halim menyajikan lukisan abstrak, obyek direpresentasikan dalam cipratan warna.
Dalam diskusi yang dipandu koordinator Bentara Budaya Bali, Warih Wisatsana, Sabtu malam, kurator pameran Wicaksono Adi menyatakan, pameran bertujuan membuka ruang apresiasi sewajarnya terhadap para seniman dengan kemampuan khusus itu. Empat perupa remaja itu menghadirkan gambaran dunia yang berbeda dengan orang kebanyakan.
Dukungan keluarga
Psikolog dari Universitas Udayana, Komang Rahayu Indrawati, mengatakan, pameran itu menunjukkan kemampuan anak-anak yang termasuk insan berkebutuhan dan berkemampuan khusus dan sekaligus menunjukkan kemauan, kemampuan, dan komitmen keluarga dalam mendukung anggota keluarganya secara positif.
Sementara itu, dosen dan juga kurator seni rupa, Wayan Kun Adnyana, menyatakan, subyek pencipta seni adalah pribadi yang merdeka dan independen dalam mengekspresikan roh dan badan seni. Seni dapat lahir sebagai media terapi diri dan seni dapat dilahirkan oleh siapa pun yang memiliki raga dan jiwa.