MANADO, KOMPAS — Aktivitas Gunung Api Karangetang berketinggian 1.784 meter di atas permukaan laut di Kepulauan Siau, Kabupaten Sitaro (Siau Tagulandang Biaro), relatif normal sepekan terakhir. Meski demikian, status gunung api tersebut masih level III, Siaga.
Wakil Bupati Sitaro John Palandung dihubungi dari Manado, Minggu (20/1/2019), mengatakan, aktivitas Karangetang cenderung menurun menuju normal sejak erupsi 8 Januari lalu. ”Beberapa waktu lalu saya dapat laporan seperti itu,” katanya.
Palandung menambahkan, Pemerintah Kabupaten Sitaro telah memberlakukan kondisi siaga darurat selama 90 hari sejak awal Januari 2019. Kondisi darurat bencana diterapkan mencegah korban dampak erupsi Gunung Karangetang.
Hal berbeda disampaikan Didi, petugas pengamat Gunung Api Karangetang, Minggu petang, yang menyebut level Siaga belum dicabut karena peningkatan aktivitas kegempaan sejak Kamis lalu hingga Minggu siang.
Disebutkan kegempaan terjadi sepanjang Minggu dari pukul 12.00 hingga 18.00 dalam 13 kali kegempaan dengan tremor 15-30 milimeter dalam durasi waktu 35-55 detik.
Oleh karena itu, pihaknya telah merekomendasikan warga untuk tidak melakukan pendakian serta tidak beraktivitas dalam radius 2,5 kilometer dari kawah II sebelah utara dan kawah utama di sebelah selatan.
Warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai yang berhulu dari puncak gunung juga diminta waspada dari potensi ancaman lahar hujan dan banjir bandang yang dapat mengalir hingga ke pantai. Masyarakat di sekitar kaki gunung juga menyiapkan masker penutup hidung dan mulut guna mencegah potensi bahaya ganggugan saluran pernapasan akibat hujan abu.
Palandung mengatakan, kondisi siaga darurat bencana diberlakukan hingga tiga bulan ke depan hingga Karangetang benar-benar mereda.
Masyarakat juga diajarkan bagaimana cara menyelamatkan diri dari letusan besar Karangetang, termasuk jalur evakuasi yang aman dilalui warga. ”Sekarang warga sudah tahu ke mana harus mencari pertolongan serta tempat evakuasi,” katanya.
Pemkab Sitaro belajar dari letusan besar Gunung Karangetang tahun 2015 yang memaksa 400 warga mengungsi dalam kondisi panik. Letusan Karangetang waktu itu merusak lahan perkebunan dan rumah warga serta infrastruktur jembatan dan jalan.
Kondisi panik memunculkan korban puluhan orang cedera. ”Belajar dari letusan tahun 2015, sejak awal kami menyiapkan jalur dan tempat evakuasi. Sekecil apa pun erupsi Karangentang, warga Sitaro sudah siap. Darurat siaga bertujuan meminimalisasi korban, mencegah lebih baik daripada mengobati,” katanya.