Sendratari Meras Gandrung Ditampilkan Berjadwal Tiap Bulan
Oleh
Angger Putranto
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS - Mulai Januari 2019 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi secara rutin dan terjadwal menggelar pertunjukan sendratari meras gandrung. Agenda ini merupakan bagian dari Festival Lembah Ijen yang masuk dalam rangkaian Banyuwangi Festival 2019.
Sendratari meras gandrung menceritakan proses seorang remaja putri yang dipersiapkan menjadi Gandrung. Sebelum bisa tampil dimuka umum, seorang gandrung harus menjalani ritual Meras Gandrung sebagai upacara wisuda.
Penggagas Festival Lembah Ijen dan Pertunjukan Meras Gandrung Sigit Pramono mengatakan, selama ini Banyuwangi tidak memiliki pementasan seni tradisional yang berjadwal tetap. Adanya Festival Lembah Ijen menjadi wadah untuk menampilkan pertunjukan kesenian tradisional yang tetap dan berjadwal.
“Tahun lalu, sendratari meras Gandrung sudah empat kali ditampilkan di momen-momen tertentu. Tahun ini kami akan menggelar rutin sebulan sekali dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kami berharap tahun depan pertujukan ini bisa diselenggarakan sebulan dua kali,” ungkapnya di Banyuwangi, Sabtu (19/1/2019).
Sigit mengatakan, dengan adanya pertunjukan kesenian tradisional yang tetap dan terjadwal, wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi memiliki alternatif destinasi wisata. Wistawan tak hanya dapat menikmati wisata alam atau wisata kuliner tetapi juga wisata budaya.
Meras Gandrung dipilih sebagai lakon sendratari yang ditampilkan dalam Festival Lembah Ijen. Menurut Sigit, Gandrung telah menjadi ikon Banyuwangi selain Kawah Ijen yang juga menjadi ikon wisata alam di Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, mengatakan Festival Lembah Ijen yang diadakan setiap bulan merupakan konsep konsistensi terhadap acara. Melalui pertunjukan yang tetap dan berjadwal, wisatawan yang tidak bisa melihat pertunjukan Meras Gandrung bulan ini masih bisa hadir bulan depan.
“Ini juga bentuk konsistensi kami dalam melestarikan budaya. Gandrung yang menjadi ikon Banyuwangi ingin kami hidupkan kembali. Sendratari Meras Gandrung merupakan bagian sejarah munculnya Gandrung di Banyuwangi,” ujar dia.
Seniman Banyuwangi yang turut merancang pertunjukan Meras Gandrung ialah Haedi Bing Slamet. Menurutnya, pertunjukan kesenian tradisional yang tetap dan berjadwal menjadi apresiasi bagi seniman lokal Banyuwangi.
“Dengan adanya pertunjukan rutin, seniman Banyuwangi bisa lebih dapat berekspresi. Sekarang kami punya wadah untuk berkesenian secara rutin dan berjadwal,” ujarnya.
Pesan yang ingin disampaikan melalui pertunjukan Sendratari Meras Gandrung ialah penghargaan terjadap proses. Sendratari tersebut menceritakan bahwa seorang gandrung lahir melalui proses yang panjang dan tidak instan.
Maestro Gandrung Temu Misti yang ikut serta bermain dalam sendratari tersebut menuturkan, dirinya menjalani proses yang sangat panjang hingga menjadi seorang Gandrung. Temu belajar Gandrung pertama pada umur 8 tahun hingga akhirnya diperas pada usia 13 tahun. Hingga saat ini berumur 65 tahun, Temu masih menjadi seorang penari gandrung.
Temu menuturkan, tiap tahun Banyuwangi memang menggelar festival gandrung sewu (Gandrung Seribu). Namun hal itu bukan berarti Banyuwangi mencetak 1.000 Gandrung tiap tahunnya.
“Penari Gandrung memang sudah sangat banyak. Tetapi yang menjadi Gandrung, dalam artian bisa tampil menari dan menanyi jumlahnya tidak banyak,” tutur dia.
Bulan Februari dan Maret Pertunjukan Sendratari Meras Gandrung pada Festival Lembah Ijen akan digelar pada tanggal 23, sementara pada bulan April akan diselenggarakan pada tanggal 20 dan pada bulan Mei pada tanggal 18. Wisatawan yang hadir diwajibkan membayar Rp 100.000 sebagai tiket masuk.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda mengatakan, pertunjukan kesenian tradisional yang terjadwal diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Wisata Budaya merupakan salah satu daya tarik yang digemari wisatawan saat berkunjung ke suatu daerah.
“Hasil riset dari Kementerian Pariwisata menyebutkan, 60 persen kunjungan wisatawan ke suatu daerah karena tertarik dengan budayanya. Sementara 35 persen kunjungan karena alamnya, dan lima persen karena wisata buatan,” tutur dia.
Tahun 2018 jumlah wisatawan nusantara yang berkunjung ke Banyuwangi mencapai 5 juta orang sementara wisatawan mancanegara mencapai 100.000 orang. Di tahun 2019, jumlah kunjungan wisatawan diharapkan naik menjadi 5,5 juta wisatawan nusantara dan 150.000 wisatawan mancanegara.