JAKARTA, KOMPAS – Setelah menjalani laga persahabatan menghadapi peserta Liga Basket Indonesia atau IBL Hangtuah di Jakarta, Jumat (18/1/2019), kelebihan dan kekurangan timnas basket Indonesia proyeksi Piala Dunia Basket FIBA 2023 mulai terlihat. Tim itu memang punya potensi besar pada kecepatan sehingga mampu melakukan serangan balik cepat.
Namun, ada pekerjaan rumah yang patut segera dibenahi dari tim itu, yakni kekompakan antar pemain dan akurasi tembakan. Tanpa pembenahan kedua komponen paling mendasar dalam olahraga basket itu, kelebihan kecepatan mereka tidak akan optimal untuk menjadi senjata andalan memenangi laga.
Dalam laga persahabatan itu, timnas Indonesia takluk 74-97 dari Hangtuah. Sebagaimana laga resmi, laga tersebut berlangsung empat kuarter dengan masing-masing kuarter berdurasi 15 menit. Pada kuarter pertama, timnas Indonesia bisa mengimbangi permainan Hangtuah.
Itu akibat Hangtuah hanya menurunkan pemain pelapisnya yang memiliki rentan usia sama dengan pemain timnas, yakni antara 18-23 tahun. Tak pelak, timnas Indonesia unggul 25-22 atas Hangtuah di kuarter awal tersebut.
Namun, memasuki kuarter kedua, Hangtuah mulai bermain serius dengan menurunkan dua pemain asingnya yang berasal dari Amerika Serikat, yakni pemain tengah Jarad Lee Scott (203 cm) dan point guard Gary Jacobs Jr (188 cm).
Dua pemain asing itu benar-benar merubah permainan Hangtuah sehingga bisa unggul 57-31 di kuarter kedua dan 74-53 di kuarter ketiga. Pada kuarter terakhir, Hangtuah bermain lebih santai dengan pemain-pemain mudanya dan bisa mempertahankan keunggulan hingga akhir laga dengan skor 97-74.
Dari empat kuarter itu, terlihat sejatinya pemain timnas Indonesia punya potensi besar dari sisi kecepatan. Beberapa kali, mereka mampu menerapkan permainan serangan balik cepat atau fast break yang tidak bisa diantisipasi pemain-pemain Hangtuah sekalipun ada dua pemain asingnya.
Selain itu, pemain-pemain Indonesia didukung postur tubuh yang lumayan tinggi, yakni antara 180-190 cm. Bahkan, ada dua pemain Indonesia bertinggi hingga 200 cm, yakni William Rivaldi Kosasih (200 cm) dan Kelvin Sanjaya (202 cm).
Hanya saja, kekompakan mereka mudah buyar ketika pola permainannya terbaca ataupun saat mereka ditekan. Waktu itu terjadi, mereka akan cenderung bermain individual. Saat permainan terbaca ataupun ditekan, mereka pun cenderung terburu-buru melakukan tembakan. Sayangnya, akurasi tembakan mereka buruk sehingga serangan sia-sia.
”Pemain-pemain timnas itu punya potensi besar. Mereka mampu bermain cepat yang bisa menjadi senjata andalan Indonesia yang cenderung tidak punya size cukup besar dibanding pebasket-pebasket Asia lain. Namun, mereka harus wajib membenahi dua kekurangan utamanya, yakni kekompakan dan akurasi tembakan. Kalau kekurangan itu tidak dibenahi, sulit mereka memenangi laga,” ujar pelatih Hangtuah Andika Supriadi Saputra.
Membangun kekompakan
Pelatih Indonesia asal Serbia Dusan Ignjatov menyampaikan, dirinya menyadari kekompakan menjadi kendala utama tim itu sekarang. Mereka baru dikumpulkan dari seluruh Indonesia ke Jakarta pada 15 Januari lalu dan hanya empat kali berlatih bersama hingga 18 Januari ini. Tak pelak, naluri kebersamaan di antara mereka belum muncul.
Untuk itu, Dusan akan memfokuskan diri membenahi kekompakan antarpemain mulai saat ini. ”Mulai sekarang, saya minta mereka untuk menjadi satu saudara. Mereka harus saling melindungi dan melengkapi. Bila perlu, kalau ingin jalan-jalan, mereka harus melakukannya bersama. Itu penting agar terjalin persaudaraan yang kuat di antara mereka. Dari situ, kekompakan akan terbangun dan kekompakan adalah pondasi utama basket,” ujarnya.
Setelah laga menghadapi Hangtuah, tim pelatih dan manajer memilih 13 pemain dari 24 pemain yang ada. Dengan nama tim Indonesia Warriors, 13 pemain itu akan ikut serta empat seri terakhir IBL 2019, yakni dari seri V (25-27 Januari) hingga seri VIII (15-17 Februari). Di akhir seri IBL 2019, pelatih dan manajer akan kembali melakukan evaluasi tim.
”Pemain-pemain yang ada ini tidak bisa berleha-leha. Mereka harus terus menunjukkan permainan terbaik dan perkembangan positif. Sebab, jika penampilan mereka terus menurun, mereka pasti akan dikeluarkan. Promosi-degradasi selanjutnya akan dilakukan di akhir IBL 2019,” tegas Fareza Tamrella, Manajer Timnas Basket Indonesia Proyeksi Piala Dunia 2023.