Protes Harga BBM, Puluhan Orang Ditembak dan Aktivis Ditangkap
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
HARARE, KAMIS — Dokter di Zimbabwe telah merawat hampir 70 orang yang terluka tembak saat polisi menghadang ratusan pengunjuk rasa yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak. Aksi protes yang sudah berjalan hampir sebulan ini untuk mengecam kebijakan Presiden Emmerson Mnangagwa.
Pemerintah Inggris memanggil Duta Besar Zimbabwe, Harriett Baldwin, di London pada Kamis (17/1/2019) waktu setempat. Pemerintahan Perdana Menteri Theresa May memprotes tindakan keras aparat terhadap penduduk dan penangkapan aktivis terkenal Zimbabwe, Pastor Evan Mawarire.
Penduduk Zimbabwe berharap Mnangagwa berhasil dalam pra-pemilihan umum untuk mengembalikan kondisi ekonomi dan melepaskan diri dari era Robert Mugabe. Namun, praktik-praktik lama kembali terjadi di Zimbabwe.
Protes pun terjadi hanya lima bulan setelah enam orang meninggal pascaunjuk rasa setelah pemilu pada Agustus 2018. Pemrotes menagih janji Mnangagwa untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang morat-marit setelah menggantikan Mugabe melalui kudeta tahun 2017.
Tiga orang terbunuh selama protes. Kelompok pembela hak asasi manusia, pengacara, dan saksi mengatakan, ada banyak orang yang dipukuli prajurit selama protes.
Penyiar radio pemerintah ZBC mengatakan, 600 orang, termasuk aktivis terkemuka dan anggota legislatif oposisi, telah ditahan selama protes berlangsung. Kelompok pengacara Zimbabwe mengatakan, ada lebih dari 130 tahanan yang mereka wakili sejauh ini.
Pastor di Harare, Evan Mawarire, yang dikenal pengkritik Mugabe dan memimpin penghentian protes nasional tahun 2016 akan hadir dalam persidangan dengan tuduhan melakukan kekerasan publik. Pengadilan membatalkan dua tuduhan serupa lainnya terhadap Evan pada tahun 2017 karena minimnya bukti.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Zimbabwe mengaku terkejut dengan laporan bahwa petugas keamanan menarget dan memukuli aktivis dan pimpinan pekerja setelah kelompok dokter mengungkap mereka telah merawat puluhan pasien luka tembak.
Asosiasi Dokter Zimbabwe untuk Hak Asasi Manusia (ZADHR) menyatakan, anggotanya telah merawat 172 orang di rumah sakit pemerintah dan swasta sejak Senin ketika protes terjadi di ibu kota negara, Harare dan Kota Bulawayo. Itu termasuk 68 korban luka tembak yang 17 orang di antaranya menjalani operasi darurat.
”Ada kasus pasien dengan trauma dada dan patah tulang yang diambil paksa dari rumah sakit untuk menghadiri sidang walaupun dokter tidak merekomendasikan,” kata ZADHR dalam pernyataan tertulisnya.
Pelaku usaha dan perbankan mulai beroperasi setelah tiga hari tutup. Data inflasi Desember 2018 menunjukkan indeks harga konsumen tahunan naik hingga 42 persen. Hal ini menjadi berita buruk bagi warga yang sehari-hari berjuang memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Pada Kamis, sejumlah toko dan bank di Harare kembali beroperasi tapi masih banyak yang tutup. Di Kota Bulawayo, tempat terjadinya penjarahan saat protes terjadi, toko-toko masih tetap tutup.
Di salah satu kantor cabang Stanbic Bank, tidak ada satu pun nasabah ataupun pegawai terlihat. Para pegawai bank tidak masuk kerja karena tidak ada transportasi publik untuk mencapai tempat kerja. Hanya ada sedikit taksi yang beroperasi sehingga banyak orang telantar di jalan.
Sementara itu, antrean panjang terjadi di stasiun pengisian bahan bakar di tengah Kota Harare. Dua truk tentara terlihat berjaga-jaga di lokasi.
Media sosial, seperti Whatsapp, Facebook, dan Twitter, masih diblokir atas perintah pemerintah. Hal ini menimbulkan tuduhan bahwa pemerintah tidak ingin gambar peristiwa yang terjadi di Harare tersiar ke seluruh dunia. ”Sekarang segalanya mulai normal kembali. Jadi pergi bekerja adalah pilihan satu-satunya. Jika tidak, keluarga kami akan menderita,” kata James Vambe, pedagang di Harare.
Kedutaan AS pun mendorong Pemerintah Zimbabwe agar membuka akses di media sosial. Minggu ini penduduk Zimbabwe tinggal di rumah menyusul kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak secara drastis hingga membuatnya menjadi harga bahan bakar termahal di dunia.
”Hidup ini berat, terlalu berat,” kata Takura, warga Zimbabwe, di tengah-tengah polisi militer yang menjaga antrean di stasiun pengisian bahan bakar di Harare.
Pengemudi kendaraan harus menunggu berjam-jam, bahkan berhari-hari, untuk mendapatkan bahan bakar pada beberapa bulan terakhir. Inilah tanda kasatmata yang menunjukkan bahwa Zimbabwe yang mengalami kesulitan ekonomi selama 15 tahun memasuki fase baru kekacauan.
Kenaikan harga bahan bakar lebih dari dua kali lipat pekan lalu ini memicu kemarahan publik yang berujung pada protes. ”Kenaikan harga bahan bakar 150 persen. Di mana di dunia ini kamu sudah melihat hal yang serupa? Negara mana? Itu sebabnya rakyat protes,” ujar Takura yang juga merupakan importir sepatu berusia 30 tahun.
Kelangkaan dollar telah menghancurkan ekonomi, inflasi yang meroket menurunkan nilai tabungan warga, dan pemerintah bereaksi keras terhadap perbedaan pendapat. (REUTERS/AP/AFP)