Dokumen Palsu Diselidiki pada Kasus Kontainer Ilegal
Oleh
FABIO LOPES / IQBAL BASYARI
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Polisi hutan berjaga di depan kontainer sitaan berisi kayu ilegal asal Papua di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (16/1/2019). Kayu yang disita Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu diperkirakan sebanyak 5.812 meter kubik atau setara Rp 104 miliar.
JAYAPURA, KOMPAS - Dokumen verifikasi legalitas kayu palsu meloloskan ratusan kontainer berisi kayu merbau ilegal bernilai miliaran rupiah dari Papua dan Papau Barat. Sepuluh perusahaan diduga terlibat dan masih didalami polisi.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Yan Pugu ditemui di Jayapura, Kamis (17/1/2019), menuturkan, dokumen verifikasi legalitas kayu seperti Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dipalsukan untuk menghindari pemeriksaan Dinas Kehutanan dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
“Sangat sulit melihat perbedaan antara dokumen asli dan palsu. Oknum perusahaan langsung membuat dokumen itu setelah memasukkan kayu ke dalam kontainer,” kata Yan.
Sepanjang Desember 2018 hingga Januari 2019, Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dibantu TNI Angkatan Laut menggagalkan pengiriman kayu merbau ilegal dari Papua dan Papua Barat. Total disita 384 kontainer dalam empat kali pengiriman dengan nilai total sekitar Rp 120 miliar atau setara lebih dari 7.000 meter kubik.
Ini dilakukan jaringan yang terorganisir.
Sebelumnya, Dinas Kehutanan Papua menggagalkan pengiriman 69 kontainer kayu merbau asal Jayapura dan Nabire, 14 Agustus 2018. Lima perusahaan memiliki kayu senilai Rp 12,15 miliar itu.
Kelima perusahaan yang hendak mengirim kayu merbau melalui Pelabuhan Jayapura itu adalah PT Mutiara Lestari Papua, CV Mandiri Perkasa, CV Wamistar, CV Puspayoga, dan PT Intico Pratama. “Saat ini kami sedang melengkapi berkas perkara kasus ini,” tutur Yan.
Terkait kasus dua bulan terakhir dengan bukti 384 kontainer, Koordinator Tim Sumber Daya Alam Direktorat Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dian Patria menegaskan, pihaknya akan meminta klarifikasi dari Ditjen Gakkum KLHK terkait temuan 10 perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Papua yang diduga bermasalah.
DOKUMENTASI KLHK
Suasana saat pengungkapan kasus penggagalan pengiriman 57 kontainer kayu merbau ilegal asal Papua di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 6 Januari 2019. Kayu itu awalnya akan dikirim ke Surabaya, Jawa Timur, tetapi berhasil digagalkan oleh petugas Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK bersama Lantamal VI Makassar di perairan Makassar.
Sejumlah temuan itu adalah kapasitas izin berbeda dengan fisik lapangan sehingga digunakan untuk menampung kayu ilegal, tak punya izin lingkungan, perusahaan yang IUPHHK-nya tidak aktif tetapi produksi kayu berjalan, dan perusahaan pemegang IUPHHK menerima kayu dari masyarakat tanpa dilengkapi dokumen sahnya hasil hutan.
“Bila terbukti bermasalah, kami akan meminta KLHK agar mencabut sertifikat legalitas kayu agar perusahaan itu tak lagi mengekspor kayu,” kata Dian.
Di tempat terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua Komisaris Besar Edi Swasono mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan data 10 perusahaan yang diduga terlibat mengirim kayu merbau ilegal. “Kami belum dapat mempublikasikan hasil penyelidikan ini,” tutur dia.
Modus penyelundupan
Yan Pugu mengungkapkan, sejumlah pihak terlibat mengambil kayu tanpa izin di Jayapura, Sarmi, Keerom, hingga Nabire. Mereka adalah masyarakat pemilik areal hutan adat, penyedia alat pemotong kayu, dan perusahaan yang menjualnya ke luar Papua.
Bila ada surat larangan dari KSOP dan Dinas Kehutanan Papua, maka kami tidak mengangkut kontainer tersebut ke atas kapal.
Modusnya, masyarakat menyewakan area hutan dengan biaya Rp 200.000-Rp 300.000 per meter kubik. Lalu, pihak kedua menebang pohon dan mengubah dalam bentuk kayu pacakan, kayu batangan dan bukan produk kayu olahan.
Pihak ketiga, yakni perusahaan, berperan membayar masyarakat dan menyediakan mobil atau truk berisi kontainer pengangkut kayu-kayu dari hutan ke pusat kota Jayapura.
Perusahaan juga menyewa jasa perusahaan ekpedisi muatan kapal laut yang diduga tanpa memverifikasi legalitas kayu atau menggunakan dokumen SKSHH tidak valid.
“Setelah mendapatkan surat persetujuan berlayar dari KSOP Jayapura, perusahaan pelayaran kemudian melaporkan jumlah muatan ke pihak PT Pelindo IV Jayapura. Pihak Pelindo pun langsung mengangkut seluruh kontainer ke atas kapal sesuai dokumen dari perusahaan EMKL tersebut,” papar Yan.
Manajer Pelayanan Barang dan Aneka Usaha PT Pelindo IV Jayapura Edi Herianto mengatakan, pihaknya sama sekali tak tahu legalitas barang muatan dan hanya bertugas mengangkut kontainer ke kapal tepat waktu. “Bila ada surat larangan dari KSOP dan Dinas Kehutanan Papua, maka kami tidak mengangkut kontainer tersebut ke atas kapal,” kata dia.
Usut tuntas
Di Surabaya, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan meminta penyelidikan kasus pengiriman kayu merbau ilegal dari Papua dan Papua Barat menyentuh perusahaan pengguna. Tanpa itu, praktik kejahatan itu akan langgeng.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas memeriksa barang bukti kontainer berisi kayu ilegal asal Papua saat rilis penggagalan penyelundupan kayu Ilegal Ditjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan di Terminal teluk Lamong, Surabaya, Rabu (16/1/2019). Dari 384 kontener barang bukti kayu ilegal yang disita diperkirakan sebanyak 5.812,77 meter kubuk dengan nilai minimal Rp 104,63 miliar.
Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan, Muhammad Ichwan, juga menilai, pemerintah kurang terbuka kepada publik saat mengusut kasus perdagangan kayu ilegal. Pada kasus pengiriman 384 kontainer, KLHK hanya mempublikasikan inisial dua dari empat perusahaan penerima kayu: PT SUAI di Gresik dan CV MAR di Pasuruan.
Pada konferensi pers di Surabaya, Rabu lalu, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyatakan komitmen KLHK mengungkap kasus ini sangat serius. Seluruh penyidik PNS 60 orang dari berbagai daerah dikerahkan.
Penyidikan kayu merbau ilegal itu dilakukan satu tahun terakhir untuk menelusuri modusnya. Namun, baru akhir tahun 2018 dilakukan penangkapan. “Ini dilakukan jaringan yang terorganisir,” ucapnya.