PALANGKARAYA, KOMPAS — Titi Wati (37), penderita obesitas dengan berat 220 kilogram, selesai menjalani operasi bariatrik atau penyempitan lambung di Rumah Sakit Doris Sylvanus Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Selasa (15/1/2019). Tim dokter bedah memotong 60 persen lambung Titi.
Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Doris Sylvanus, Palangkaraya, Bidang Pendidikan dan Kemitraan Theodorus Sapta Atmadja mengungkapkan, operasi itu menggunakan prosedur sleeve gastrectomy untuk memotong beberapa bagian lambung Titi. Hal itu dilakukan untuk membatasi asupan yang masuk ke lambung Titi.
”Kalau asupannya dibatasi, diperkirakan berat badan turun secara perlahan. Ditambah doa dan niat pasti berhasil,” kata Theodorus, di Palangkaraya, Kamis (17/1/2019).
Setelah dioperasi, tim dokter masih terus mengevaluasi perkembangan tubuh Titi. Sampai saat ini, mulai dari kondisi tubuh, tekanan darah dan jantung Titi masih bekerja normal.
Evaluasi dilakukan menggunakan alat endoskopi pascaoperasi. Itu kami lakukan untuk mengetahui kondisi lambung setelah dioperasi dan menjaganya dalam keadaan baik.
Dokter ahli bedah digestif asal Bali, Gede Eka Rusdi Antara, menjelaskan, operasi berlangsung selama 1,5 jam. Dia dan tim dokter bedah sempat kesulitan memotong lambung Titi karena tumpukan lemak dan perut yang besar.
Gede menjelaskan, ketebalan lemak pada tubuh Titi mencapai 15 sentimeter. Hal itu membuat pihaknya harus mencari bagian paling tipis dari lemaknya untuk memasukkan alat pemotong lambung Titi.
”Saat pasien sudah terbius, kami menentukan titik paling tipis di antara perut. Kami temukan yang tebal lemaknya 10 sentimeter di atas pusar,” kata Gede.
Pasrah
Herlina (19), anak Titi, mengungkapkan, keluarga hanya bisa berdoa dan pasrah setelah dioperasi. Saat ini, kondisi ibunya masih normal tetapi belum bisa banyak berkomunikasi.
”Kalau kata dokter, operasinya berhasil. Namun, ibu belum banyak bicara. Masih lemas-lemas,” kata Herlina.
Sehari-hari Herlina mengurus semua keperluan ibunya. Dia memandikan, mengganti pakaian dalam, hingga membersihkan kotoran. Herlina bahkan putus sekolah sejak kelas 2 SMP karena harus mengurus ibunya. Ayahnya bekerja di perkebunan yang jauh sehingga tidak bisa setiap hari mengurus Titi.
Penghasilan yang tidak seberapa membuat keluarga Titi tidak bisa berbuat banyak dengan penyakit yang dialaminya. Jangankan memeriksa kesehatan, untuk keluar dari kamar pun butuh tenaga besar untuk mengangkat Titi. Beberapa anggota keluarga sudah pernah mencobanya tetapi tak berhasil.
”Setelah dioperasi, dokter bilang makan pun akan dibatasi. Kami percaya, dengan begini ibu bisa sembuh,” kata Herlina.