Alasan PKL Tanah Abang Nekat Melawan Satpol PP
JAKARTA, KOMPAS — Pedagang kaki lima dan warga di sekitar trotoar Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, nekat menyerang petugas satuan polisi pamong praja atau satpol PP, Kamis (17/1/2019). Ketiadaan solusi bagi pedagang yang ditertibkan diduga menjadi penyulut kemarahan pedagang.
Serangan terhadap 10 anggota satpol PP yang sedang menertibkan PKL terjadi pukul 10.45. Massa berjumlah lebih dari 50 orang melempari petugas dengan batu, balok, besi gantungan kain, bangku plastik, dan perkakas lain di Jalan Kebon Jati, bawah jembatan Blok G. Petugas yang kalah jumlah kemudian mundur dengan mobil patroli dan truk operasional ke Jalan Jembatan Tinggi.
Akibat kejadian ini, tiga anggota satpol PP mengalami luka lecet. Sementara kaca truk operasional dan spion mobil patroli rusak oleh massa. Polisi menangkap tiga orang yang diduga sebagai provokator dan penyerang aparat.
Setengah jam setelah kejadian, perwakilan pedagang dan warga sekitar bertemu dengan Santoso, Kepala Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Penindakan Satpol PP Jakarta Pusat, untuk menjelaskan duduk perkara. Menurut mereka, pedagang marah karena petugas satpol PP sudah keterlaluan dalam menertibkan PKL.
Seorang perwakilan yang biasa disapa Zam oleh pedagang sekitar mengatakan, area trotoar yang ditertibkan petugas sudah kosong dari pedagang. Ketika itu, para pedagang sudah menyimpan perkakas dan barang dagangannya.
”Tiba-tiba datang satpol PP. Barang yang sudah disimpan di dalam gudang diambil, padahal jauh dari trotoar. Maka, terjadilah kekacauan itu,” kata pria paruh baya yang mengaku tokoh masyarakat setempat ini.
Zam menjelaskan, para pedagang masih nekat berdagang di trotoar karena tidak punya tempat lain. Di Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang, mereka tidak mendapatkan tempat. Sementara itu, kios di Blok F lantai 7 yang ditawarkan pemerintah tidak menarik bagi mereka karena sepi dari pengunjung. ”Siapa yang mau belanja ke sana (Blok F lantai 7), Pak?” kata para pedagang.
Am, pedagang kaki lima di trotoar Jalan Jatibaru Raya, mengatakan sudah dua hari terakhir tidak berdagang di trotoar. Dia khawatir sewaktu-waktu satpol PP datang mengangkut dagangannya. ”Hampir semua pedagang khawatir, tapi bingung juga mau berdagang di mana. Kalau tidak berdagang, mau makan dengan apa?” ujarnya.
Menurut Am, sejak Senin, 14 Januari, satpol PP semakin ketat menertibkan PKL. Aparat tak segan-segan mengangkut perkakas dan dagangan PKL meskipun sudah dipindahkan dari trotoar. Bahkan, trotoar yang berada di depan kios resmi, yang biasanya tidak diusik petugas, sekarang ditertibkan.
Sehari sebelumnya, Eni Chaniago (44), PKL lainnya, mengatakan hal serupa. Sejak awal pekan, satpol PP semakin ketat menertibkan PKL. Karena cemas, jumlah PKL yang berdagang di trotoar merosot lebih dari separuh.
”Saya karena nekat saja berani jualan sembunyi-sembunyi. Kalau tidak berdagang, mau makan dengan apa saya dan anak saya? Suami tidak ada,” kata Eni.
Hampir semua pedagang khawatir, tapi bingung juga mau berdagang di mana. Kalau tidak berdagang, mau makan dengan apa?
Di trotoar Jalan Jatibaru, dalam dua hari terakhir jumlah PKL tidak sebanyak ketika akhir Desember silam. Waktu itu, banyak PKL yang berdagang di trotoar meskipun sebagian besar PKL sudah direlokasi ke JPM. Penertiban oleh satpol PP juga tidak efektif karena setelah petugas berlalu, PKL segera menggelar kembali dagangannya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Eni, tindakan itu dilakukan aparat karena JPM akan segera diresmikan oleh gubernur. Jadi, trotoar benar-benar harus bebas PKL selama peresmian.
”Mudah-mudahan cuma seminggu ini saja, hingga peresmian selesai. Kalau terus-terusan, PKL di sini pasti akan demo karena kehilangan mata pencarian,” ujar Eni.
Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Hoiza Siregar berpendapat, PKL berani menyerang aparat karena beberapa alasan. Pertama, PKL merasa tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah sebagai regulator dalam memenuhi ekonomi mereka. Dalam penertiban, PKL tidak diberikan solusi, tetapi sekadar diusir.
”Analoginya, anak akan melawan orangtuanya kalau cuma marah-marah, tetapi tidak menunaikan kewajiban mereka selaku orangtua,” kata Hoiza.
Kedua, pemerintah atau petugas terkait tidak konsisten dalam menjalankan tugas. Menurut Hoiza, ketika tidak ada perintah dari atasan, petugas tidak melarang PKL berdagang meskipun melanggar aturan. Namun, ketika ada perintah, petugas menertibkan PKL dengan sangat keras. Selain itu, ada juga sejumlah oknum yang menerima upeti dari PKL.
”Jadi, mereka tidak segan lagi dengan petugas, tetapi benci dan muak,” lanjut Hoiza.
Alasan lainnya, pemimpin juga tidak menunaikan janjinya setelah terpilih. Sebelum menjadi gubernur atau presiden, mereka berjanji akan memanusiakan, membantu, dan adil terhadap rakyat kecil.
”Namun, setelah menjabat, kebijakannya malah menghantam rakyat kecil yang dianggap mengganggu,” ujar Hoiza.
Ia menyarankan, jika ingin berhasil menata PKL, pemerintah mesti mencarikan solusi yang tepat. Dalam hal relokasi, misalnya, pemerintah harus menyediakan lokasi yang strategis dan mudah dijangkau pembeli sehingga tidak mengurangi omzet pedagang. Sebab, pendapatan PKL dalam satu hari hanya untuk satu hari juga.
Provokator
Kepala Kepolisian Sektor Tanah Abang Ajun Komisaris Besar Lukman Cahyono mengatakan, polisi telah menangkap tiga orang dalam kasus ini. Dari pemeriksaan penyidik, ketiga orang ini merupakan PKL yang berdagang di sekitar lokasi. Satu orang diduga merupakan provokator dan ikut menyerang petugas. Dua lainnya, berdasarkan rekaman video, hanya ikut rombongan dan tidak ikut menyerang petugas.
Kepada penyidik, ketiga orang itu mengaku nekat melawan petugas karena tidak mendapat tempat di JPM. Sementara mereka tidak memiliki tempat lain untuk berdagang. Mereka pun terpaksa nekat berjualan di trotoar meskipun sudah dilarang.
”Dia memprovokasi pedagang lain untuk menolak satpol PP menertibkan PKL,” kata Lukman.
Baca juga: Pedagang Tanah Abang Serang Satpol PP
Ia menambahkan, penyidik masih mengembangkan kasus ini. Polisi terus mencari identitas para provokator atau penyerang aparat yang terekam dalam video. Jika terbukti bersalah, para provokator dan penyerang bisa dikenai Pasal 212 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang perbuatan melawan aparat hukum dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan penjara.
Kepala Satpol PP Kecamatan Tanah Abang Aries Cahyadi menyebutkan, ketika ricuh, anggotanya berupaya meredam massa. Namun, karena ada provokasi dari sejumlah orang, massa kemudian menyerang petugas.
Aries menambahkan, sejak JPM Tanah Abang dibuka, satpol PP memperketat ketertiban di trotoar Jalan Jatibaru Raya, terutama dalam dua minggu terakhir. Namun, PKL marah dengan tindakan petugas dan melawan.
”Meski demikian, kami tidak akan berhenti akibat kejadian ini. Penertiban akan berlangsung seperti biasa, sampai trotoar benar-benar bebas dari PKL,” ujar Aries. (YOLA SASTRA)