Tanda Tanya Besar Profesionalisme Liga Basket Nasional
Preseden buruk berupa lapangan licin, listrik padam, dan keputusan salah wasit menjadi pemandangan di Seri IV Solo IBL. Kejadian yang sudah berulang dari musim sebelumnya itu memunculkan tanda tanya terhadap profesionalisme liga utama basket tanah air.
Dalam Seri IV, 10 – 12 Januari 2019, di GOR Sritex Arena, Surakarta, Jawa Tengah, kondisi lapangan licin menjadi masalah utama nyaris seluruh tim IBL. Sejak hari pertama laga, Kamis (10/1/2019), seluruh tim IBL berjuang keras menghadapi licinnya lapangan.
Lapangan basket pun berubah seperti arena seluncur es. Pemain berusaha mempertahankan diri agar tidak terjatuh. Beberapa pemain terpeleset dan terjatuh keras ke lantai lapangan.
Puncaknya, pada Sabtu, pemain asing Pelita Jaya Wayne Bradford terpeleset setelah melompat saat berlaga melawan Bima Perkasa Jogja. Tumpuan kakinya bergeser saat mendarat karena lantai licin. Wayne pun harus menyudahi musimnya lebih awal karena cedera parah di bagian lutut.
Kritik keras datang dari pelatih Pelita Jaya, Fictor "Ito" Roring. Dia begitu marah karena harus kehilangan pemain terbaiknya. Apalagi, Ito harus menelan pil pahit karena timnya yang merupakan finalis musim lalu kalah dua kali beruntun.
“Lapangan licin sangat mengganggu kami sebagai tim. Pemain bisa cedera. Permainan juga jadi tidak berjalan sesuai rencana. Ini seharusnya tidak terjadi di liga profesional,” kata Ito.
Menurut Ito, lantai sudah licin sejak latihan pertama tim, Kamis Pagi. Dia sudah melayangkan protes ke pihak panitia. Namun, tidak ada perubahan saat laga berlangsung. Justru, lantai semakin licin.
Tidak hanya lapangan licin, listrik di GOR Sritex sempat tiga kali padam saat pertandingan berlangsung. Dua kali terjadi pada laga Satya Wacana Salatiga menghadapi Hangtuah, Jumat (11/1). Satu lagi pada laga Satya Wacana melawan NSH Jakarta, Sabtu (12/1).
Pertama kali listrik padam hanya sekitar 15 menit. Kejadian itu berulang keeseokan harinya. Pada Sabtu, listrik padam sekitar 40 menit saat paruh laga Satya Wacana dengan NSH. Kondisi lapangan gelap hampir satu jam membuat pemain kedua tim sampai bosan. Beberapa dari mereka sampai duduk dan tiduran di pinggir lapangan.
Satya Wacana mengalami tiga nasib buruk sekaligus. Setelah harus bergelut dengan lapangan licin dan listrik padam, mereka juga menghadapi keputusan salah dari wasit saat laga melawan Hangtuah.
Kesalahan itu terjadi pada babak perpanjangan waktu atau overtime. Satya Wacana unggul 76-74 ketika waktu menyisakan lima detik. Penguasaan bola terakhir dimiliki Satya Wacana.
Saat itu, bola dipegang pemain asing Satya Wacana, Madarious Gibbs. Untuk mengejar skor, pemain Hangtuah Gary Jacobs Jr berupaya melakukan sacrifice foul. Namun, wasit tidak memberikan pelanggaran pada upaya Jacobs itu.
Gibbs yang mengira wasit memberikan pelanggaran terlihat santai. Saat itulah Abraham Wenas dari sisi belakang mencuri bola dan melakukan lay-up. Skor pun kembali imbang 76-76 memaksa terjadinya overtime kedua. Di babak selanjutnya, Satya Wacana kehilangan momentum dan menyerah 96-100.
“Seharusnya, kan, itu foul, kami mendapat dua tembakan bebas. Kalau Gibbs berhasil, kami unggul 78-74. Sangat sulit dikejar dalam sisa lima detik. Tetapi kenyataanya berbeda. Wasit memutuskan hal berbeda,” kata pelatih Satya Wacana Efri Meldi.
Meldi tambah kecewa ketika wasit menghampirinya pada saat laga berakhir. Wasit tersebut mengakui kesalahannya karena tidak meniup peluit. Dia pun meminta maaf kepada Meldi.
“Dia langsung minta maaf dan mengaku salah. Kalau sudah begitu saya bisa apalagi. Seharusnya di liga profesional tidak terjadi masalah seperti ini. Ya semoga jadi pelajaran untuk liga," ucap Meldi.
Masalah sama
Permasalahan lapangan licin dan listrik padam seharusnya bisa diatasi oleh pihak IBL. Sebab, kedua hal itu terjadi musim lalu pada Seri Cirebon, 2 - 4 Februari 2018.
Khususnya untuk lapangan licin, waktu musim hujan yang sudah terprediksi seharusnya menjadi rambu IBL dalam mengantisipasi licinnya lapangan. Adapun hujan membuat kelembaban meningkat. Lapangan pun menjadi sering basah.
Kondisi lapangan licin tidak boleh terulang lagi karena sudah memakan korban. IBL pun harus mengantisipasi seri selanjutnya di Bandung, Surabaya, Malang, dan Yogyakarta. Sisa seri itu berlangsung pada akhir Januari - Februari, masih dalam musim hujan.
Berkaca dari salah satu liga paling profesional, NBA, mereka selalu mengutamakan keselamatan pemain. Pada 2013, pertandingan antara Milwaukee Bucks dan Toronto Raptors dihentikan saat quarter pertama, skor 14-9, karena lapangan licin.
Begitu pula pada 2017, laga Minnesota Timberwolves dan Portland Trail Blazers ditunda tepat sebelum pertandingan karena panitia terlebih dulu memeriksa lapangan.
Di sisi lain, permasalahan wasit menjadi sangat krusial. Permintaan maaf wasit setelah laga seharusnya tidak terjadi di liga profesional. Kesalahan wasit pun kembali mengingatkan pada kesalahan musim lalu.
Saat itu, semifinal ketiga antara Stapac dan Pelita Jaya sempat heboh karena wasit salah mengambil keputusan. Pada waktu tersisa kurang dari setengah menit, saat keunggulan Stapac, bola keluar dari lapangan. Wasit memutuskan bola untuk Pelita Jaya. Padahal, bola terakhir kali menyentuh tangan pemain Pelita Jaya.
Wasit saat itu menolak melihat rekaman ulang. Keputusan kontroversial itu pun mengiringi gagalnya Stapac lolos ke final. Setelah laga, IBL memberikan sanksi larangan memimpin beberapa laga kepada wasit tersebut.
Perbaikan kepemimpinan wasit perlu benar-benar diperhatikan. Mengingat, perebutan tiket playoffs musim ini berjalan sangat ketat. Pertandingan di sisa setengah musim reguler akan lebih ketat lagi. Keputusan minor wasit sangat menentukan. Terutama saat playoffs mulai pada Maret 2019.
Tidak mendukung
Direktur IBL Hasan Gozali mencoba menjelaskan persoalan yang terjadi di Seri IV. Menurut dia, tingginya kelembaban lapangan berada di luar perkiraan. Sebab, musim lalu IBL juga melangsungkan seri di Solo pada musim hujan, 25 Desember. Namun mereka tidak mengantisipasi, ternyata GOR Sritex yang baru direnovasi membuat lantainya licin ketika lapangan lembab.
Sementara itu, sejak hari pertama pihak IBL sudah menggunakan cairan untuk membuat lapangan menjadi tidak licin. Namun, cairan tersebut tidak efektif. Mereka baru menemukan cairan tepat setelah seri berakhir. Cairan yang berhasil membuat lapangan tidak licin baru dipakai saat All-Star, Minggu.
“Ya harus diakui kendala cuaca dan lapangan yang baru direnovasi menyebabkan semua itu. Kami baru dapat cairan yang pas pada hari terakhir. Cairan itu dapatnya di Jakarta,” kata Hasan.
Hasan mengaku, pihaknya belum bisa menunda pertandingan seperti NBA. Karena, mereka khawatir akan terjadi efek domino pada 11 pertandingan dalam seri tersebut. Apalagi, pada akhir seri terdapat laga All-Star.
“Jadi kalau kita undur. Nanti tiket penonton, sponsor bisa sulit urusannya. Belum lagi, ada laga All-Star pada hari setelahnya yang tayang live di tv nasional. Itu menjadi beban kami,” tutur Hasan.
Masalah listrik padam, lanjut Hasan, itu berada di luar kuasanya. Sebab, mereka sudah menggunakan generator. Akan tetapi, generator tersebut mengalami kendala pada panel. Sementara itu, pada saat listrik padam 40 menit, mereka mencoba mengganti listrik ke aliran PLN, tetapi sedang terjadi pemadaman juga.
Di sisi lain, IBL mengakui kelalaian wasit yang memimpin laga Satya Wacana melawan Hangtuah. Namun, hal itu masih dalam batas wajar karena wasit memimpin baik sepanjang seri. Wasit juga tidak memiliki pilihan untuk menggunakan replay pada momen genting itu.
Adapun replay hanya bisa digunakan saat laga tersisa di bawah dua menit untuk menentukan bola keluar, tembakan masuk dari dalam garis atau luar tiga poin, dan waktu sudah habis atau belum. Replay di IBL mengikuti peraturan FIBA, tidak bisa menentukan foul. Hal itu berbeda dengan NBA.
Di sisi lain, IBL menyiapkan mekanisme protes tim yang tidak puas. Tim bisa mengajukan protes tertulis dengan memberikan deposit Rp 15 juta. Jika protes menang, uang itu akan dipakai untuk menggelar ulang laga saat wasit salah mengambil keputusan.
"Kami sudah menjelaskan sebelum musim berlangsung kepada seluruh tim. Ini memang sengaja disiapkan agar pertandingan bisa adil," ucap Hasan.
Apa pun alasannya, preseden buruk di Seri Solo tidak boleh terulang lagi. Rendahnya profesionalisme di liga berjalan seiring dengan kualitas pemain yang dihasilkan.