Pemkab Bekasi Hentikan Pengurukan Lahan Berlimbah Minyak
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi menghentikan aktivitas di lahan kosong berlimbah minyak di Desa Segara Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Selama ini, limbah bahan berbahaya dan beracun bisa digunakan untuk menguruk tanah karena pengawasan yang minim.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Arnoko di Bekasi, Rabu (16/1/2019), mengatakan, pemerintah daerah memasang papan larangan pengurukan tanah di lahan kosong RT 004 RW 012 Desa Segara Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Sembari menunggu penyelidikan dari kepolisian dan pemeriksaan kandungan limbah, tidak boleh ada aktivitas di areal tersebut. ”Saat ini yang bisa kami lakukan adalah menghentikan pengurukan tanah,” ujar Arnoko.
Rabu siang, lahan tampak kosong. Garis polisi yang mengelilingi areal tempat tiga anak terperosok dan terluka akibat limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) masih terpasang. Tidak ada pengurukan tanah.
Hal itu berbeda dari Selasa (15/1/2019) siang. Kemarin, sebuah truk masih memasuki areal itu untuk menaikkan dan menurunkan puing-puing bangunan.
Arnoko menambahkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kepolisian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menuntaskan kasus ini. ”Kami akan mencari tahu pelaku pembuang limbah dan sumber limbah tersebut,” katanya.
Ilegal
Arnoko mengemukakan, di Kabupaten Bekasi memang terdapat sejumlah tempat pengumpulan dan pengolahan limbah B3. Namun, seluruhnya legal dan sesuai dengan ketentuan. Pertanggungjawaban keberadaan tempat dibagi menjadi tiga, yaitu oleh pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat. Sementara itu, pada lahan kosong di Desa Segara Makmur terdapat indikasi penyalahgunaan limbah B3 berupa ampas minyak untuk menguruk tanah.
”Pemilik lahan pun tidak pernah mengajukan izin pengurukan,” kata Penjabat Kepala Desa Segara Makmur Asmad. Ia menambahkan, setiap pembangunan di Segara Makmur diawali dengan pengurukan. Sebab, separuh wilayah desa itu merupakan empang, sedangkan separuh lainnya adalah sawah.
Pada lahan kosong di Desa Segara Makmur terdapat indikasi penyalahgunaan limbah B3 berupa ampas minyak untuk menguruk tanah.
Meski demikian, tidak semua pengurukan memerlukan izin dari pemerintah desa. Izin hanya dibutuhkan pada lahan yang luasnya mencapai 1 hektar. Pemerintah desa akan menerbitkan dokumen izin setelah pemilik memperlihatkan surat kepemilikan tanah dan mendapatkan penilaian kelayakan.
Pengurukan di lahan kosong di Segara Makmur itu dilakukan sejak awal 2018. Perangkat desa sempat memergoki sejumlah truk yang membawa limbah minyak ke lahan itu.
Selain limbah minyak, beberapa truk juga membawa lumpur. Diduga pengurukan tanah menggunakan limbah minyak kemudian dilapisi lumpur. Pemerintah desa kemudian melarang pengurukan yang menggunakan limbah berbahaya itu selama enam bulan.
Namun, pengurukan kembali berlangsung pada September 2018. Padahal, izin pengurukan tanah belum juga diajukan. ”Pengurukan menggunakan limbah minyak (untuk kedua kalinya) baru kami ketahui ketika ada kasus tiga anak terluka karena terperosok disana,” kata Asmad.
Selain tidak memiliki izin pengurukan, keberadaan surat kepemilikan tanah juga dipertanyakan. Asmad belum bisa menemukan catatan agenda jual-beli tanah itu karena kelemahan sistem pengarsipan. Pemerintah desa mengarsipkan seluruh agendanya secara manual sehingga pencarian dokumen membutuhkan waktu lama.
”Kami meminta pemilik tanah memperlihatkan bukti kepemilikan yang ia miliki agar kami bisa mencocokkan dengan dokumen kami. Apakah benar pemilik pernah bertransaksi jual-beli tanah di desa ini,” kata Asmad.
Meski pernah memergoki dan menghentikan penggunaan limbah minyak, pengawasan yang dilakukan pemerintah desa terhadap pengurukan tanah minim. Kepala Urusan Ketenteraman dan Ketertiban Desa Segara Makmur Maskin mengatakan, tidak ada tim khusus yang dibentuk untuk mengawasi pengurukan di lahan kosong. Waktu pengawasan juga terbatas selama jam kerja.
Setelah pengurukan tanah menggunakan limbah minyak pada awal 2018 dilakukan, lahan dibiarkan begitu saja. Tidak ada petugas penjagaan yang ditempatkan di sana.
Oleh karena itu, pengurukan tanah bisa berlangsung kembali. Tarpan (70), warga Segara Makmur, mengatakan, sepanjang 2018 hingga anak-anak setempat terluka karena terperosok di limbah, truk-truk pembawa bahan penguruk datang dan menurunkan muatannya baik pada siang hari maupun dini hari.
Selain limbah minyak, bahan yang diduga pecahan batubara juga digunakan di lahan itu. Bahan bercampur bersama lumpur menjadikan permukaan lahan tidak rata. Batubara yang belum digunakan pun menggunung di dalam areal itu.
Lalu lintas truk pembawa limbah B3 relatif tidak mencurigakan. Sebab, lokasi lahan berada di tepi Kanal Banjir Timur, perbatasan antara Jakarta Utara dan Kabupaten Bekasi. Jalan itu biasa dilalui truk dari kawasan industri menuju jalan tol dan sebaliknya.
Di Segara Makmur, ada satu kawasan industri yang truk-truknya juga melewati jalur itu untuk menuju tol, yaitu Marunda Center International Warehouse and Industrial Estate. Menurut Maskin, di kawasan tersebut terdapat sejumlah perusahaan yang menghasilkan limbah B3, di antaranya perusahaan minyak dan gula rafinasi. ”Setahu saya, limbah-limbah itu dikirim ke daerah Karawang, Jawa Barat. Namun, pengawasan pengirimannya dilakukan secara mandiri tidak melibatkan pemerintah desa,” katanya.