Indonesia Tingkatkan Hubungan dengan AS
WASHINGTON DC, KOMPAS - Indonesia berupaya meningkatkan ekspor dan nilai perdagangan dengan sejumlah negara, antara lain Amerika Serikat. Di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, yang berdampak pada perdagangan yang makin ketat, hubungan ekonomi yang berkelanjutan dengan AS bisa terus ditingkatkan untuk mendorong ekspor.
Hubungan ekonomi dengan AS tersebut tak hanya dalam perdagangan, namun juga dalam investasi.
"Amerika Serikat adalah salah satu mitra strategis utama Indonesia," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di depan pelaku usaha dan peserta forum bisnis yang hadir di Kedutaan Besar RI di Washington DC, Amerika Serikat, Senin (14/1/2019) waktu setempat.
Sejumlah pelaku bisnis yang berbasis di AS dan Indonesia hadir dalam acara yang diselenggarakan di tengah guyuran salju di Washington DC sejak Minggu (13/1). Pelaku usaha itu bergerak, antara lain, di sektor tekstil, biodiesel, dan perhiasan.
Lebih lanjut, Enggartiasto menyampaikan, Indonesia ingin memperdalam hubungan perdagangan dan investasi dengan pelaku usaha di AS. Oleh karena itu, forum bisnis kali ini akan dilanjutkan dengan pertemuan dengan sejumlah pelaku usaha AS untuk meminta masukan mengenai rencana AS meninjau kebijakan pembebasan tarif (generalized system of preferences/GSP) bagi Indonesia.
Duta Besar RI untuk AS Budi Bowoleksono di forum yang sama mengatakan, target meningkatkan nilai perdagangan RI-AS menjadi 50 miliar dollar AS dalam beberapa tahun mendatang adalah target yang realistis. Hubungan yang terjalin selama ini menunjukkan hubungan RI-AS adalah hubungan yang sangat penting.
"Perusahaan AS juga mulai melihat Indonesia sebagai lokasi untuk menempatkan usahanya," kata Bowoleksono.
Berdasarkan data di laman Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan RI-AS pada Januari-Oktober 2018 sebesar 23,96 miliar dollar AS, dengan surplus 6,992 miliar dollar AS bagi Indonesia. Adapun pada Januari-Oktober 2017, nilai perdagangan RI-AS sebesar 21,276 miliar dollar AS dengan surplus bagi Indonesia 8,173 miliar dollar AS.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor nonmigas RI ke AS pada 2018 sebesar 17,672 miliar dollar AS atau 10,87 persen dari total ekspor nonmigas yang mencapai 162,654 miliar dollar AS. Impor nonmigas RI dari AS mencapai 9,107 miliar dollar AS atau 5,73 persen dari total impor nonmigas yang sebesar 158,816 miliar dollar AS.
Di sela-sela acara, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan berharap pemerintah AS tetap mempertahankan GSP bagi Indonesia. Khusus soal biofuel dari bahan minyak sawit, sejauh ini Indonesia masih menghentikan ekspor ke AS sejak AS menerapkan bea masuk yang tinggi.
Perihal hubungan dagang dengan pelaku usaha di AS, Managing Director Leading Garment Industries Ltd, Vincent Yo, menyampaikan, pasar tekstil dan produk tekstil di AS cukup besar. Dengan demikian, hubungan dagang antara dua negara bisa terus ditingkatkan. Upaya yang dilakukan pemerintah antara lain mencari kemungkinan membeli kapas dalam jumlah besar dari AS ke Indonesia, yang dibalas dengan menjual tekstil dan produk tekstil dari Indonesia ke AS.
Pembebasan tarif
Dalam forum yang menghimpun masukan dari pengusaha AS mengenai kebijakan pembebasan tarif atau GSP bagi Indonesia, Selim Ozdamar dari Royal Chain Group mengungkapkan, selama ini pihaknya bermitra dengan perusahaan perhiasan dari Indonesia. "Jika GSP dicabut, maka kami akan kesulitan memperoleh perhiasan dengan harga terjangkau serta dengan kualitas dan model yang sesuai," kata Selim.
Menurut dia, di AS tidak ada pabrik atau produsen perhiasan emas yang bisa menghasilkan emas dengan harga terjangkau dan desain yang sesuai selera pasar. Padahal, pasar perhiasan emas di AS cukup besar. Royal Chain Group berbasis di New York, AS.
General Manager Export Sales & Marketing PT Untung Bersama Sejahtera (UBS), Michael Susanto Yahya, menyebutkan, UBS bermitra dengan 15 importir emas di AS. Royal Chain Group adalah mitra terbesar di AS.
"Kalau GSP dicabut, maka penjualan kami akan turun. Pasar di AS bisa dimasuki perusahaan dari negara lain," kata Michael.
Sekitar 60 persen produk perhiasan emas UBS diekspor, sedangkan 40 persennya dijual di pasar domestik. Dari produk yang diekspor itu, sekitar 30-40 persennya masuk ke pasar AS.
Terkait peninjauan kembali pembebasan tarif oleh AS tersebut, Enggartiasto kepada wartawan menyampaikan, informasi dan lobi dari pelaku usaha AS menjadi salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan. Enggartiasto juga menyinggung peran dubes RI untuk AS dalam upaya mempertahankan kebijakan pembebasan tarif bagi Indonesia itu.
"Kami berharap fasilitas GSP tetap dapat dinikmati Indonesia. Namun, kami sudah menyiapkan berbagai skenario," tambah Enggartiasto.
Enggartiasto menyebutkan, dalam misi dagang kali ini, RI tak hanya berupaya menambah ekspor ke AS. Namun, RI juga menjajaki langkah menyerap produk AS. Ia mencontohkan, RI akan menyerap kapas dari AS. Di sisi lain, ekspor tekstil dan produk tekstil dari RI ke AS akan ditingkatkan. "Jangan hanya mau AS terima tekstil dan produk tekstil. Tapi Indonesia juga mesti terima kapas dari AS," tegas Enggartiasto.