Polikarpus Do, Penyelamat Anak-anak Putus Sekolah di Kupang
Mendatangi kantong-kantong anak-anak putus sekolah di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, rutin dilakoni Polikarpus Do (36) sejak tahun 2013 hingga sekarang. Di mana pun dan kapan pun dia melihat anak-anak yang bekerja, ia mengajak mereka kembali ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Bintang Flobamora secara gratis.
Meskipun datang dengan niat baik, belum tentu ajakan Polikarpus disambut baik. Bahkan, dia harus berhadapan dengan kemarahan orangtua anak-anak putus sekolah. Orangtua tidak ingin anak-anak mereka berhenti bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga.
Polikarpus yang menjumpai dua anak yang berjualan di suatu pasar di Kota Kupang, misalnya, secara spontan menghampiri. Dia mengajak anak-anak tersebut berbicang-bincang untuk mengetahui kisah hidup mereka yang harus berjualan sayur. Tergalilah informasi jika kakak-beradik tersebut putus di kelas III dan IV SD. Adapun kakak mereka terpaksa putus di SMP karena hamil dan kini mengurus bayi. Mereka hidup di rumah kos berukuran 3 meter x 3 meter bersama mama dan bapak tiri.
Hati Polikarpus teriris saat mendengar kisah kedua anak itu yang dipaksa menjual habis sayur setiap hari. Jika dagangan sayur tidak habis, mereka tidak boleh masuk ke rumah. Bahkan, anak-anak ini mendapat kekerasan dari ibunya.
Polikarpus pun mendatangi rumah mereka untuk berjumpa dengan orangtua kedua anak itu supaya mengizinkan mereka belajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). ”Namun, saya ditantang bapaknya. Jika anak-anak itu harus berhenti jualan sayur karena sekolah, keluarga ini tidak bisa makan,” katanya. Dia lalu menjelaskan bahwa anak-anak itu bisa mengatur waktu untuk tetap berjualan dan datang ke PKBM.
Polikarpus menyadari sejak awal bahwa menerjunkan diri menjadi penyelamat anak-anak putus sekolah tidak cukup dengan tekad dan komitmen. ”Yang utama justru harus nekat,” katanya.
Polikarpus menyadari sejak awal, bahwa menerjunkan diri menjadi penyelamat anak-anak putus sekolah tidak cukup dengan tekad dan komitmen. “Yang utama justru harus nekad. Sejujurnya saya juga terbatas dalam keuangan yang hanya mengandalkan sebagai guru les bahasa inggris. Tetapi saya merasa inilah panggilan Tuhan bagi saya, untuk menemukan anak-anak putus sekolah dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Lewat pendidikan nonformal di pendidikan kesetaraan ini sebagai salah satu jawaban,” tutur Polikarpus, ayah dua anak ini.
Bagi Polikarpus, mengajak mereka yang putus sekolah, baik anak-anak usia sekolah maupun orang dewasa, untuk bergabung di PKBM, bukan sekadar mengajar mereka pengetahuan dan keterampilan. “Kami juga harus ikut peduli dengan masalah hidup mereka. Lalu, kami juga membantu untuk mencari solusi supaya mereka tetap semangat menuntaskan pendidikan di PKBM. Dengan timbulnya rasa percaya, kini semakin banyak mereka yang putus sekolah datang ke PKBM,” ujar Polikarpus.
Polikarpus tak bosan-bosan memberi nasihat untuk menyemangati warga belajarnya yang saat ini mencapai 430 orang. Alumni PKBM Bintang Flobamora sejak 2013-2017 terdata lebih dari 1.300 orang. Para alumni dari yang bekerja di toko, jadi satpam, kuliah, hingga anggota DPRD ini, dengan senang hati menerima ajakan Polikarpus untuk berbagi kisah bagi warga belajar. Dengan demikian, warga belajar bersemangat untuk mengikuti jejak sukses dari lulusan PKBM Bintang Flobamora.
“Kami juga harus ikut peduli dengan masalah hidup mereka. Lalu, kami juga membantu untuk mencari solusi supaya mereka tetap semangat menuntaskan pendidikan di PKBM. Dengan timbulnya rasa percaya, kini semakin banyak mereka yang putus sekolah datang ke PKBM,” ujar Polikarpus.
Di PKBM, mereka yang putus sekolah dapat mengikuti pendidikan kesetaraan Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA). Selain itu, warga belajar juga mendapatkan kursus bahasa inggris dan komputer. Pernah juga diberikan pelatihan menulis. Di tahun 2019 ini, Polikarpus menyiapkan program baru untuk memberi keterampilan menjahit bagi ibu-ibu rumah tangga yang bergabung dengan PKBM.
Menurut Polikarpus, mereka yang putus sekolah awalnya menolak jika diajak untuk belajar di PKBM. Mereka mengkhawatirkan biaya sekolah. Padahal, banyak yang putus sekolah karena masalah ekonomi. Namun, ada juga yang karena pergaulan bebas sehingga menikah muda, dari keluarga yang tidak memperhatikan atau orang tua bercerai, dan masalah sosial lainnya.
“Saya pesankan mereka bisa bayar saya hanya dengan rajin datang untuk belajar ke PKBM. Jika mereka rajin belajar dan ikut pelatihan lifeskills, mereka bisa sukses, sehingga dapat kesempatan lebih baik. Saya bahagia, jika mereka bahagia dan bisa mengubah hidup,” ujar Polikarpus.
Berhutang
Melayani anak-anak putus sekolah agar punya kesempatan bersekolah kembali, bagi Polikarpus seperti perwujudan tekadnya di masa sekolah yang ingin berbagi ilmu dengan orang-orang tidak mampu. Dia mengalami dirinya yang tidak bisa ikut les bahasa inggris di kampungnya karena orang tuanya yang petani tidak mampu.
Polikarpus memilih pendidikan seminari di Makassar yang bebas biaya supaya bisa meringankan beban orang tua yang harus membiayai enam anak. Dengan bekal kemampuan bahasa inggris yang dikuasai di seminari, ketika kembali ke Kota Kupang, Polikarpus jadi guru les bahasa inggris dari rumah ke rumah dengan bayaran Rp 15.000/1,5 jam mulai tahun 2007-2012.
Melihat minat masyarakat yang tinggi untuk belajar bahasa inggris, Polikarpus mendirikan lembaga kursus Mandira English Course di rumah kontrakan. Banyak warga tidak mampu yang ikut.
Polikarpus juga pernah jadi instruktur kursus bahasa inggris di unit pelaksana teknis Pendidikan Nonformal dan Informal NTT. Dari situlah, dia tahu soal pendidikan kesetaraan lewat PKBM. Dia melihat banyak anak-anak muda dari Kabupaten Kupang yang datang ke Kota Kupang di pasar-pasar maupun bekerja sebagai tukang bangunan yang putus sekolah. Di tahun 2013, dia terpikir untuk mendirikan PKBM.
Meskipun pemasukan sebagai guru kursus bahasa inggris terbatas, Polikarpus nekad mendirikan PKBM. Dia berhasil mengajak tujuh tutor yang sukarela dibayar dengan minim. Lebih dari 50 anak putus sekolah berhasil diajak untuk bergabung di PKBM yang gratis.
Demi bisa memiliki komputer dan tetap membiayai operasional PKBM yang ternyata diminati mereka yang putus sekolah, Polikarpus berhutang dengan menggadaikan sepeda motornya. Di tahun 2013-2015, semua biaya operasional PKBM ditanggung secara mandiri dari pendapatannya yang pas-pasan dari memberikan kursus bahasa inggris.
“Saya hampir putus asa. Keputusan untuk membantu anak-anak putus sekolah ternayata semakin menyusahkan, karena sampai berhutang. Lalu saya berdoa Novena pada Bunda Maria, minta jalan kalau memang saya harus mengabdi supaya dibimbing mengatasi masalah-masalah keuangan,” ujar Polikarpus.
Kesungguhan hati Polikarpus untuk menyelamatkan anak-anak putus sekolah di wilayah NTT, khususnya di Kupang, mulai mendapat perhatian. Institusi yang didirikan Polikarpus dinilai bekinerja baik sehigga mendapat akreditasi B. Di tahun 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lewat Direktorat Pembinaan Pendidikan Kesetaraan mengucurkan bantuan untuk sarana dan prasarana serta bantuan operasional pendidikan.
“Layanan PKBM kami dinilai benar-benar untuk membantu masyarakat tidak mampu. Jadi, kami dianggap memang harus dibantu. Saya bersyukur untuk bantuan ini. Jadinya, saya bisa lebih memikirkan inovasi untuk meningkatkan mutu pendidikan kesetraaan,” kata Polikarpus.
Hati Polikarpus peka melihat mereka yang putus sekolah. Dia terus menghampiri dan mengajak untuk bergabung di PKBM Bintang Flobomora. Dia gembira karena banyak anak yang tadinya tidak punya harapan, bisa memiliki ijazah kesetaraan yang bisa dipakai untuk kuliah maupun bekerja.
Polikarpus bergumul untuk bisa membeli tanah dan membangun gedung PKBM milik sendiri karena saat ini masih mengontrak. Dia memimpikan PKBM dengan lebih banyak sentra keterampilan untuk membekali warga belajar. PKBM Bintang Flobamora diharapkan bisa jadi model atau contoh yang baik untuk menangani anak-anak putus sekolah di Flobamora yang merupakan singkatan dari Flores, Timor, Alor,dan Sumba, atau nama-nam daerah seNusa Tenggara Timur.
Polikarpus Do
Lahir : Marameku-Ende, 18 Mei 1982
Istri : Nurliyanci Noti (38)
Anak : 1. Maria Jesicca Do Tenga (11)
2. Yohanes Frederikus Do Tenga (10)
Pendidikan
1. SD Katolik St Yoseph Kamubheka (1996)
2. SMP Katolik Maria Goreti Ende (1999)
3. SMA Katolik St Petrus Ende (2003)
4. Pendidikan Seminari Tinggi CICM, Makassar, Sulawesi Selatan (2005)
5. Universitas Terbuka di Kupang (2009)
Penghargaan
1. Finalis Lomba Pengelola PKBM Tingkat Nasional pada kegiatan Lomba Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Tingkat Nasional Tahun 2017
2. Juara II Lomba Pengelola PKBM pada Hari Aksara Internasional Ke-51 Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2016
3. Juara III Lomba Pengelola PPKBM Tingkat Provinsi NTT dalam kegiatan Lomba Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini dan Informal Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014
4. Peserta Lomba Instruktur Kursus Bahasa Inggris Tingkat Nasional dalam kegiatan Jambore 1.000 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal Tahun 2010
Pekerjaan
1. Guru Privat Bahasa Inggris dari rumah ke rumah (2007-2012)
2. Direktur Mandira English Course (2010-2012)
3. Ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bintang Flobamora (2013-sekarang)
Organisasi
1. Ketua Pengurus Wilayah Forum Taman Bacaan Masyarakat Nusa Tenggara Timur (2018-sekarang)
2. Ketua Dewan Pengurus Daerah Forum Komunikasi PKBM Kota Kupang (2016-sekarang)
3. Ketua OSIS SMA Katolik St Petrus, Ende (2002-2003)