"Opster" untuk Percepat Pembangunan Huntap di Lombok
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Jajaran Komando Resort Militer 162 Wira Bhakti menggelar operasi teritorial (Opster) tiga bulan, Januari-Maret 2018, untuk membantu percepatan rehabilitasi-rekonstruksi rumah hunian tetap (Huntap) korban gempa yang berjalan lamban di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Menurut Komandan Korem 162 Wira Bhakti, Kolonel (Czi) Ahmad Rizal Ramdhani, dalam apel pembukaan Opster dan Pelepasan Fasilitator Terpadu, Senin (15/1/2019) di lapangan umum Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, opster berjalan 15 Januari-15 Maret, melibatkan 7.000 tentara, Bintara Pembinan Desa (Babinsa), bersama 500 anggota Polri Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, dan 1.000 Fasilitator Pemprov NTB.
Dalam operasi ini, para Babinsa TNI dan Babinkamtibmas Polri yang tertugas di desa akan membentuk tim fasilitator terpadu bersama petugas fasilitator Dinas PUPR Provinsi NTB di masing-masing desa binaanya. Tim fasilitator ini mempersingkat proses administrasi pencairan dana stimulan bagi Kelompok Masyarakat (Pokmas) pembangunan huntap.
Selama ini, proses administrasi menjadi kendala yang menghambat pencairan dana bantuan stimulan pemerintah bagi para korban gempa yang akhirnya menghambat proses pembangunan rumah. Dana stimulan baru bisa dilakukan jika Pokmas menentukan model rumah, gambar desain rumah, dan rencana belanja menggunakan komputer. Setelah kelengkapan itu dipenuhi, harus ada persetujuan fasilitator (pendamping), kemudian Pokmas bisa mencairkan dana stimulan di Bank BRI.
"Jadi sekarang Tim Fasilitator terpadu ini akan mendampingi Pokmas dalam melengkapi persyaratan administrasi. Kalau dulu gambar bentuk rumah harus dibuat dengan komputer, sekarang cukup dengan gambar tangan, dan Rencana Anggaran Biaya juga tulisan tangan sudah bisa disetujui fasilitator dan bisa cairkan dananya di BRI. Kalau pakai komputer, masyarakat mana punya, kendala ini yang perlu diurai," kata Ahmad.
Satgas Opster TNI juga akan mendorong semangat gotong-royong masyarakat. Sebab, selama ini proses pembangunan juga terkendala kurangnya tenaga tukang bangunan.
Kurangnya tukang disebabkan tukang lokal dusun-desa kini harus memperbaiki rumahnya yang rusak akibat gempa, sedang wilayah terdampak gempa seperti Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, Lombok Barat dan Lombok Timur juga memerlukan tukang untuk rehabilitasi dan rekonstuksi rumah warga.
Seperti dikatakan Harmini, Kepala Desa Sembalun, Lombok Timur, yang mendatangkan tujuh tukang bangunan dari Lingkungan Bertais, Kota Mataram, dan Desa Tanak Awu, Lombok Tengah. “Tukang yang di Desa Sembalun, sibuk membangun rumahnya. Ya, mau tidak mau saya cari tukang dari luar desa,” tutur Harmini yang rumahnya rusak ringan akibat gempa Juli-Agustus 2018.
Sani, tukang warga Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, mengatakan, sebulan terakhir ia berpindah-pindah memperbaiki rumah warga. Ketika ditemui, Minggu (13/1/2019), bersama sepuluh tukang lain, Sani menyelesaikan pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Selat, Lombok Barat.
Sebelumnya, Sani memperbaiki rumah warga di lingkungan Monjok Baru, Kota Mataram. Selesai membangun Pustu, Sani menyanggupi perbaikan rumah beberapa di Desa Pemenang, Lombok Barat.
130 hunian tetap
Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan, melalui opster, proses pembangunan rumah lebih cepat. "Selama ini pencairan (dananya) ribet, dulunya model rumah yang dibangun model Risha (Rumah Instan Sederhana Sehat) yang tahan gempa dan disetujui PUPR,” ujarnya.
Namun, kini pemerintah lebih fleksibel, warga bisa memilih model yang diinginkan seperti Risha, Rumah Instan Kayu/Rika, Rumah Instan Baja Ringan/Risaba, dan Rumah Konvensional/Riko.
Catatan Kompas, pemerintah pusat menggelontorkan dana stimulan sebesar Rp 3,5 triliun, kendati progres pembangunan rumah di Lombok umumnya berjalan lamban. Data BPBD NTB, jumlah total rumah rusak akibat gempa bumi Lombok sebanyak 216.519 rumah, meliputi 75.138 rusak berat, 33.075 rusak sedang, dan 108.306 rusak ringan.
Untuk tiap keluarga, pemerintah memberi stimulan Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta rusak sedang, dan Rp 10 juta untuk rumah rusak ringan.
Kepala BPBD NTB Muhammad Rum mengatakan, hingga kini dana dari BNPB yang sudah terkucur sebesar Rp 3,5 triliun lebih, kemudian disalurkan ke 139.957 keluarga: 50.668 rumah rusak berat, 20.354 rusak sedang, dan 69.935 rusak ringan. Dana stimulan yang disimpan di rekening warga di Kantor BRI, setelah warga membentuk pokmas dan melengkapi persyaratan administrasinya.
"Saat ini, pokmas yang sudah terbentuk itu sekitar 511 pokmas terdiri atas 7.424 keluarga. Jadi, baru itu yang bisa cair ke masyarakat," ucap Rum. Dari 7.424 keluarga itu, yang bisa mengakses dana stimulan sekitar 3.900 keluarga. Dari 3.900 keluarga itu, baru 130 unit huntap terbangun dan ditempati 130 keluarga.