Kota Palembang Terbanyak Terdampak Bencana Ekologis
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Palembang menjadi kota dengan kasus bencana ekologis terbanyak di Sumatera Selatan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumsel mencatat, selama tahun 2018 ada 176 kali bencana yang tersebar di wilayah Sumsel. Palembang menjadi daerah yang paling banyak terdampak bencana ekologis dengan 36 kasus yang sebagian besar adalah permasalahan banjir.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri, Selasa (15/1/2019), mengatakan, ke-176 kasus itu meliputi 57 kali kebakaran hutan dan lahan, 44 kali banjir, 7 kali longsor, 5 kali kekeringan, dan 63 kali pencemaran sungai.
Khusus kasus banjir, ucap Hairul, paling sering terjadi di Kota Palembang. Hal ini disebabkan buruknya sistem drainase dan sempitnya area penyerapan air. Banyak pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Sebagai contoh, ujarnya, seharusnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Palembang mencapai 10.000 hektar, nyatanya sampai saat ini RTH baru 3.000 hektar.
Seharusnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Palembang mencapai 10.000 hektar, nyatanya sampai saat ini RTH baru 3.000 hektar.
”Pemerintah juga kerap kali salah kaprah karena RTH bukan hanya sekadar lahan kosong, tetapi harus melalui kajian sehingga RTH dibangun di lokasi yang tepat,” ucapnya.
Adapun pembuatan izin mendirikan bangunan (IMB) kerap kali tidak mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang. ”Terkadang RTRW yang disesuaikan dengan IMB,” lanjut Hairul.
Awal tahun 2019, saat hujan deras mengguyur dalam beberapa jam saja, beberapa kawasan di Palembang sudah kebanjiran dengan ketinggian hingga 50 sentimeter. Pemerintah Kota Palembang memetakan ada 20 lokasi banjir di Palembang. Penyebabnya adalah kurang baiknya sistem drainase.
”Banyak pembangunan yang menutup saluran air,” ucap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Palembang Bastari Yusak.
Menurut dia, pembenahan drainase, normalisasi anak Sungai Musi, dan pembangunan pompanisasi akan diselesaikan tahun ini. ”Anggaran yang tersedia untuk penanggulangan banjir sekitar Rp 50 miliar, tentu jumlah ini tidak cukup. Pembenahan akan dilakukan bertahap,” ujar Bastari.
Sebanyak tiga kolam retensi akan dibangun tahun ini, menambah 27 kolam retensi yang sudah ada. Sementara pompanisasi Sungai Bendung akan dioperasikan Juni 2019. Adapun revitalisasi tiga anak Sungai Musi, yakni Sungai Sekanak, Sungai Lambidaro, Sungai Buah, dilakukan sepanjang 11 kilometer.
Pihaknya juga telah melakukan pelebaran saluran air di sejumlah lokasi rawan banjir. Hanya saja, masih ada kawasan yang terendam karena proses pelebaran saluran dilakukan secara bertahap.
Sampah tak terangkut
Tidak hanya buruknya drainase, permasalahan sampah yang tidak terangkut juga menjadi penyebab banjir. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Palembang Faizal AR menuturkan, saat ini rata-rata produksi sampah di Palembang sekitar 1.200 ton per hari, tetapi daya angkut hanya 900 ton. ”Masih banyak yang tidak terangkut karena keterbatasan armada,” ucapnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pihaknya mengajukan penambahan armada dan petugas kebersihan agar permasalahan sampah yang menjadi salah satu penyebab banjir dapat diminimalkan.
”Menurut rencana, ada 18 truk sampah yang akan disediakan tahun ini untuk menambah 57 truk sampah yang sudah ada,” kata Faizal.