Jumlah Penduduk Miskin Ibu Kota Berkurang 0,02 Persen
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik DKI Jakarta merilis persentase penduduk miskin pada September 2018 yang menurun sebesar 0,02 persen dibadingkan Maret 2018. Meskipun angka kemiskinan menurun, garis kemiskinan atau pengeluaran per kapita per bulan meningkat sebesar 5,11 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta Thoman Pardosi, Selasa (15/1/2019), mengatakan, persentase penduduk miskin di DKI Jakarta pada September 2018 mencapai 372.000 orang. Dibandingkan dengan Maret 2018, persentase penduduk miskin turun 0,02 persen atau sebanyak 860 orang.
Penduduk miskin di Ibu Kota adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita di bawah Rp 607.778 per bulan. Selama September 2017-September 2018, garis kemiskinan naik dari Rp 578.247 per kapita per bulan menjadi Rp 607.778 per bulan. Kenaikan garis kemiskinan itu dipengaruhi oleh laju inflasi.
”Kalau dilihat dari periode lima tahun terakhi 2013-2018, persentase penduduk miskin di DKI Jakarta pada September 2018 ini memang terendah,” ujar Thoman.
Kontribusi komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar jika dibandingkan komoditi bukan makan. Pada September ini, garis kemiskinan dari komoditas makanan menyumbang kontribusi 67 persen. Komoditas yang menyumbang terbesar pada garis kemiskinan adalah beras (12,72 persen), rokok (10,56 persen), dan daging ayam ras (5,07 persen).
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS DKI Jakarta Suryana menambahkan, penurunan angka kemiskinan di Jakarta di antaranya dipengaruhi oleh efektivitas penyaluran bantuan sosial seperti beras miskin. DKI Jakarta dinilai lebih selektif dalam menyalurkan bantuan sosial dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
Apalagi, DKI Jakarta juga memiliki program khusus untuk mengendalikan laju inflasi melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dengan beberapa program inovasinya. Selain itu, perubahan harga selama periode Maret-September 2018 dinilai masih terkendali. Laju inflasi selama periode tersebut tercatat hanya sebesar 1,17 persen sehinngga masyarakat masih bisa menjangkau kebutuhan pokok.
”Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tidak terlalu besar sehingga walaupun angka garis kemiskinan naik cukup besar, orang-orang yang di bawah garis kemiskinan masih bisa mengejar kenaikan itu,” kata Suryana.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh Ibu Kota, kata Suryana, ialah kelompok warga miskin merupakan kelompok yang paling besar mengonsumsi rokok. Kelompok penduduk yang berada di kelas bawah sebesar 17,42 persen. Adapun mereka yang berada di kelas menengah sebesar 36,3 persen dan 46,25 persn berada di kalangan atas.
Apabila dilihat dari komponen pengeluaran per bulan, komponen rokok muncul paling dominan di kelas bawah ini. Pemprov DKI perlu melakukan kampanye supaya warga miskin tidak terlalu banyak mengonsumsi rokok.
”Di DKI, rokok juga ikut membuat orang miskin karena menjadi pengeluaran yang sangat dominan,” kata Suryana.
Selain kelompok makanan, kemiskinan juga dipengaruhi oleh biaya perumahan sekitar 11,90 persen, listrik 5,90 persen, dan bensin 3,92 persen. Adapun indeks ketimpangan (rasio gini ) di Jakarta selama Maret-September 2018 ini menurun sebesar 0,004 poin dari 0,394 menjadi 0,0390 persen.