Apel pagi aparatur sipil negara Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/1/2019), mendadak berwarna-warni. Sebanyak 500 orang diminta berbaris di tengah lapangan sambil mengenakan rompi hijau bertuliskan ”Saya Tidak Disiplin” dan rompi oranye bertuliskan ”Melanggar Disiplin Berat”.
Berbeda dari apel biasanya, kali ini apel dimulai lebih pagi. Mulai pukul 06.00, aparatur sipil negara (ASN) dari semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kota Bekasi sudah berkumpul di lapangan kompleks Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. ASN berbaju serba coklat itu sudah membentuk barisan sesuai dengan SKPD masing-masing.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memberikan aba-aba agar mereka segera merapikan barisan. Namun, apel tak juga dimulai meski barisan telah rapi. Protokol apel malah memanggil nama ASN satu per satu, hingga 1,5 jam, pukul 07.00-08.30.
Hampir tidak ada SKPD yang bersih dari panggilan. Mulai dari staf hingga kepala dinas juga ikut dipanggil. Beberapa di antara mereka adalah Kepala Dinas Kesehatan Tanti Rohilawati dan Kepala Bagian Humas Sekretariat Pemkot Bekasi Sajekti Rubiyah.
Mereka yang dipanggil mengantre untuk dipakaikan rompi hijau atau oranye oleh Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono dan Penjabat Sekretaris Daerah Widodo Indrijantoro. Rompi itu merupakan penanda bahwa mereka telah melanggar disiplin kepegawaian.
Sementara itu, ASN yang belum dipanggil pun harap-harap cemas. Di dalam barisan, mereka bersenda gurau satu sama lain. Ketika nama mereka dipanggil, muncul beragam ekspresi. Salah satunya ASN dari Dinas Pendidikan. Para ASN itu mengangkat kedua tangan sambil bersorak saat nama mereka disebut protokol.
Di barisan pengguna rompi, mereka tetap santai meski telah melanggar disiplin kepegawaian. Sebagian besar ASN tetap mengobrol. Beberapa di antara mereka juga bersenda gurau. ”Saya jangan difoto ya, nanti takut terkenal,” celetuk salah satu ASN ketika wartawan melintas di barisannya.
Meski demikian, pemasangan rompi berdampak pada sebagian orang. ”Saya malu, minggu lalu tidak ikut apel karena telat,” kata Agung dari Staf Humas Pemkot Bekasi yang mengenakan rompi hijau. Setiap apel, terdapat dokumen absen yang wajib diisi ASN sehingga mereka yang mangkir pun mudah teridentifikasi.
Rahmat menyebutkan, fungsi rompi hijau dan oranye memang dibedakan. Rompi hijau untuk pelanggaran yang lebih ringan ketimbang rompi oranye. Pengguna rompi hijau adalah mereka yang tidak mengikuti apel dua sampai empat kali. Sementara rompi oranye dikenakan kepada ASN yang mangkir dari program besar, salah satunya Subuh Keliling (Suling).
”Rompi oranye juga diberikan untuk kepala dinas yang bawahannya melakukan terlalu banyak kesalahan,” ucap Rahmat. Salah seorang yang mengenakan rompi oranye itu adalah Kepala Dinas Kesehatan Tanti Rohilawati.
Ia mengatakan telah menyediakan 200 rompi. Namun, jumlah ASN yang melanggar disiplin jauh lebih banyak, yaitu 500 orang. Oleh karena itu, peningkatan profesionalitas ASN merupakan tantangan berat yang perlu dituntaskan. Sebab, tanpa profesionalitas, mereka tidak bisa melayani masyarakat secara optimal.
Padahal, lanjut Rahmat, rasio jumlah ASN dan warga cukup besar, yaitu 1:122 orang. Terdapat 22.000 ASN yang harus mampu melayani 2,7 juta penduduk.
Namun, jumlah ASN yang banyak itu tidak berarti apa-apa jika mereka tidak profesional. ”Karena fungsi kami ini pada dasarnya melayani masyarakat, jadi harus bersikap sebaik-baiknya,” ucap Rahmat.