Menunggu Bangkitnya Stadion Benteng
Tangerang pernah bangga punya Stadion Benteng. Namun, stadion ini lantas hanya jadi ajang ribut antarpendukung tim sepakbola. Kebanggaan luruh, berganti penelantaran. Setelah tiga dekade, stadion akan direvitalisasi menjadi jantung baru kehidupan Kota Tangerang.
Tangerang pernah bangga punya Stadion Benteng. Namun, stadion ini lantas hanya jadi ajang ribut antarpendukung tim sepakbola. Kebanggaan luruh, berganti penelantaran. Setelah tiga dekade, stadion akan direvitalisasi menjadi jantung baru kehidupan Kota Tangerang.
Akhir Desember 2018, Kamis (27/12), bertepatan perayaan HUT ke-75, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyerahkan 56 aset kepada Pemerintah Kota Tangerang. Salah satunya, Stadion Benteng di Jalan Taman Makam Pahlawan Taruna, Kelurahan Sukaasih, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang.
Bangunan yang diresmikan tahun 1989 itu pernah punya kisah indah dalam sejarah persepakbolaan Tangerang. Namun, meredup sejak sekitar tahun 2000 hingga tahun 2018, stadion berkapasitas 25.000 orang itu tinggal cerita.
Namun, kini rencana revitalisasi Stadion Benteng menjadi prioritas pembangunan mulai tahun 2019. Langkah tersebut diambil setelah Pemerintah Kota Tangerang menerima penyerahan aset dari Kabupaten Tangerang.
“Setelah diserahkan kabupaten, kami akan membangun Stadion Benteng menjadi venue seperti Istora Senayan. Stadion indoor dengan kapasitas 15.000 orang,” kata Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah, Jumat (11/1/2019).
Stadion tersebut yang baru ini, kata Arief, juga akan dilengkapi dengan sarana olahraga lainnya di Kota Tangerang, seperti Gelanggang Olah Raga Dimyati di Jalan A Damyati, Kelurahan Sukarasa; Stadion Sepak Bola di Kelurahan Selapajang dan lainnya.
Dewan Penasehat KONI Banten sekaligus Dewan kehormatan KONI Kabupaten Tangerang, Satim Sofyan (74) mengatakan, Stadion Benteng ini sudah selayaknya dihidupkan kembali, sehingga roh persepakbolaan secara khusus dan olahraga umumnya kembali bangkit di Tangerang Raya.
“Saya sebagai orang Tangerang dan bagian komunitas olahraga berharap agar Stadion Benteng ini, setelah diserahkan kepada Kota Tangerang, mau dipugar atau direvitalisasi dan dibuatkan stadion lagi. Yang pasti harus stadion yang representatif dan dapat menggelar berbagai even yang lebih hebat lagi,” ujar Sofyan di Kota Tangerang, Jumat.
Setelah stadion tersebut diserahkan ke Kota Tangerang, Sofyan berharap fungsi lahanya tidak berubah fungsi. Tetap sebagai tempat dan sarana berolah raga.
“Kehadiran sarana olah raga ini sangat penting buat pembinaan atlet sekaligus untuk generasi muda. Stadion Benteng ini memiliki cerita sejarah yang indah dalam persepakbolaan Tangerang, dua klub yakni Persita Tangerang dan Persikota Tangerang. Sejarah yang sudah dirintis pendahulu ini harus diteruskan,” harap Sofyan yang juga mantan manajer Persita selama beberapa periode.
Klub kebanggaan
Stadion Benteng bukanlah stadion yang kemarin sore. Stadion ini diresmikan pada 11 Januari 1989. Kehadiran stadion ini makin menggairahkan persepakbolaan di Kabupaten dan Kota Tangerang. Dua klub kebanggaan warga Tangerang sempat berkembang di sana, yaitu Persatuan Sepak Bola Indonesia Tangerang atau Persita dan Persatuan Sepak Bola Indonesia Kota Tangerang (Persikota).
Sofyan yang mulai menjadi Manajer Persita sejak 1989 itu mengatakan Persita sudah mengikuti kompetisi sepak bola Indonesia mulai tahun 1953. Namun, mereka lebih sering berlatih di lapangan-lapangan yang kosong karena belum ada stadion ataupun lapangan bola khusus untuk beraktivitas.
“Sejak diresmikan Stadion Benteng, klub Persita Tangerang secara rutin berlatih dan berlaga di stadion tersebut. Sebelum adanya bangunan stadion, klub kami sering latihan di lapangan kosong. Latihannya berpindah-pindah dari satu lapangan ke lapangan lain,” cerita Sofyan.
Sejak diresmikan Stadion Benteng, klub Persita Tangerang secara rutin berlatih dan berlaga di stadion tersebut. Sebelum adanya bangunan stadion, klub kami sering latihan di lapangan kosong. Latihannya berpindah-pindah dari satu lapangan ke lapangan lain.
Dari stadion inilah, lanjut Sofyan, Persita Tangerang mengukir prestasi hingga mencapai puncak berlaga di pertandingan kelas Liga Utama. Lapangan LPK dan Achmad Yani di Kota Tangerang (dulu masih berada di wilayah Kabupaten Tangerang) mulai kerepotan dengan membeludaknya pendukung klub yang fanatik dengan klub kesayangannya itu.
Sementara klub Persikota Tangerang juga mulai menggunakan stadion ini sebagai markas mereka sekitar 1996, setelah mereka diterima sebagai salah satu anggota PSSI.
Setelah kedua klub ini menggunakannya, stadion ini semakin ramai. Riuh para suporter dengan pakaian kebesaran berwarna ungu (Persita Tangerang) dan kuning (Persikota Tangerang) membuat kedua warna itu selalu mendominasi stadion setiap kali klub mereka berlaga.
Sementara klub Persikota Tangerang juga mulai menggunakan stadion ini sebagai markas mereka sekitar 1996, setelah mereka diterima sebagai salah satu anggota PSSI.
Setelah kedua klub menggunakannya, stadion ini semakin ramai. Riuh para suporter dengan pakaian kebesaran berwarna ungu (Persita) dan kuning (Persikota) mendominasi stadion setiap kali klub mereka berlaga.
Setiap kali berlaga masyarakat yang fanatik dengan masing-masing klub akan memenuhi tribun menyaksikan tim andalannya bertanding. Bahkan, kata Sofyan, terkadang karena tidak memiliki tiket untuk masuk, fans berat klub baik Persita dengan pakaian berwarna ungu atau Persikota dengan warna kuning masuk setelah pertandingan putaran pertama selesai, sehingga bayaran didiskon sampai gratis.
Fanatisme pendukung atas klubnya yang terlalu berlebihan membuat penonton selalu ribut setiap kali klub kesayangannya berlaga. Bahkan, saat Persita lawan klub siapa saja, pasti berujung penonton ribut. Begitu juga dengan Persikota.
Keramaian semakin memuncak, saat memasuki tahun 2000.
Kala itu, baik Persita dan Persikota masuk dalam satu divisi liga yang sama. Benteng Viola yang setia mendukung Persita dan Benteng Mania yang menjadi barisan pendukung Persikota selalu bersitegang. Warna stadion menjadi terbelah dua, ungu dan kuning.
Ketika kedua klub bertemu, keributan antara pendukung kedua klub tersebut tidak terhindarkan. Bahkan, sempat menelan korban jiwa. Keributan itu membuat pengguna jalan takut yang melintas jalan sekitar stadion.
“Malah pernah, di waktu Wali Kota Tangerang Wahidin Halim, mengeluarkan dan membuat kaos bagi fans kedua klub ini dengan menyatukan kedua warna dalam satu kaos. Sisi satu warga ungu dan sisi satu lagi warna kuning,” jelas Sofyan.
Dalam perkembangannya, fanatisme penonton semakin menggelora membuat setiap kali pertandingan di stadion tersebut berujung dengan perkelahian. Hingga akhirnya tahun 2012, Majelis Ulama Indonesia Tangerang mengeluarkan fatwa melarang pertandingan sepakbola di Tangerang. Kepolisian Resor Metro Tangerang pun tidak mengizinkan gelaran pertandingan sepakbola di tempat itu lagi.
Sejak itu, gaung persepakbolaan tidak lagi bergema di Tangerang. “Sejak itu, Persita Tangerang menjadi nomaden, berpindah-pindah tempat berlatih dan berlaga lagi. Kalau main di Karawang, mereka berlatih di Karawang. Kalau di Serang, ya kami berlatih di Serang,” cerita Sofyan.
Menunggu hidup lagi
Kini, menunggu revitalisasi terealisasi, Stadion Benteng dalam kondisi amat tak terawat. Di sisi kiri dari arah pintu masuk utama, masih ada kantor Persikota. Sementara di sisi kanan bercat ungu bertuliskan Persita Tangerang.
Lapangan yang dulunya menjadi tempat berlaga, berubah menjadi ladang rumput dan pepohonan liar. Kambing-kambing bebas menggantikan para atlet merumput.
Bangunan panjang dan berbentuk setengah lingkaran tampak depan terlihat kokoh namun kumuh. Pintu pagar berkarat dan lahan parkir tak luput dari rumput dan pepohonan yang tumbuh liar.
Beberapa mobil tangki air Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tangerang. Juga truk sampah dan mobil pribadi serta sepeda motor parkir sembarangan. Halaman parkir ini digunakan warga sekitar untuk belajar mengendarai sepeda motor.
Ketika masuk mendekati bangunan stadion, lantai dan plafon bangunan banyak yang rusak. Juga tangga dan pintu masuk rusak dan berkarat. Belum lagi bau pesing membuat kepala pusing.
Kondisi parah di bagian tribun yang dulu menjadi tempat duduk penonton yang juga dipenuhi ilalang. Pagar pembatas tribun dan atap menjadi tempat menjemur pakaian. Juga ruang ganti, tempat ibadah, toilet, dan jalan masuk tribun Stadion Benteng kumuh, tak terawat, dan bau pesing.
Tribun yang menjadi tempat penonton menyaksikan klub kesayangannya berlaga hancur dan ditumbuhi rumput dan pepohonan liar. Pagar besi yang membatasi tempat duduk penonton berkarat dan banyak yang sudah rusak.
Sepintas, Stadion Benteng ini babak belur menunggu untuk segera dirawat agar kembali menjadi tangguh. Menjadi ikon kota, menggelorakan semangat para atlet yang berlatih dan berlaga di sana. Menularkan gaya hidup sehat dengan turut menjadi wadah berolah raga bagi publik.
Saat Stadion Benteng nanti hidup lagi, cerita-cerita pertikaian antarpendukung klub bola harus dikubur dalam-dalam. Gaya hidup sehat juga kompetisi sehatlah yang nanti diharapkan menjalari kehidupan warga Kota Tangerang.
Baca juga https://kompas.id/baca/utama/2019/01/07/riwayat-sang-rumah-besar-sastra/
Baca juga https://kompas.id/baca/utama/2018/07/23/tapak-awal-perumahan-di-bogor/