Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana Muda TNI Yudo Margono menunjukkan CVR Lion Air PK-LQP kepada wartawan setelah ditemukan penyelam Dinas Penyelamatan Bawah Air Koarmada 1 di perairan utara Karawang, Senin (14/1/2019). Pusat Hidrologi TNI AL bersama KNKT mencari CVR menggunakan KRI Spica-934 sejak Selasa pekan lalu.
Saat berangkat beroperasi, kapal TNI Angkatan Laut KRI Spica hanya punya waktu 15 hari untuk menemukan perekam suara di kokpit (cockpit voice recorder/CVR) pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh pada 29 Oktober 2018. Sebab, sinyal ping sebagai penanda keberadaannya akan hilang setelah 90 hari. Di tengah pesimisme karena sinyal makin sulit ditangkap, CVR justru ditemukan dengan pencarian secara manual.
Tim penyelam yang dipimpin Kapten Laut (T) Iwan Churniawan tidak menyangka mereka mengangkat benda yang selama ini dicari-cari di perairan Karawang, Jawa Barat: CVR pesawat Lion Air JT-610. Mereka awalnya mengira benda itu serpihan oranye biasa dari pesawat dan pencarian CVR belum akan berakhir Senin (14/1/2019).
Berita itu akhirnya datang. Operasi pencarian CVR Lion Air JT-610 yang dikoordinasikan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dengan menggandeng Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) membuahkan hasil. Bekerja sejak Selasa (8/1/2019), tim yang menggunakan kapal KRI Spica-934 milik Pushidrosal berhasil mengangkat CVR di hari ketujuh.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Tim penyelam yang menemukan CVR pesawat Lion Air PK-LQR di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (14/1/2019) pagi.
CVR didapatkan di koordinat 05 48 46,503 Lintang Selatan dan 107 07 36,728 Bujur Timur. Lokasinya berada di perairan Tanjung Kerawang, Jawa Barat.
Tim yang terdiri dari Iwan, Sersan Dua Satria Margono Susanto, Kelasi Kepala (KLK) Debi Susanto, dan KLK Tri Agus itu hanya sekali menyelam selama lebih kurang 30 menit pada Senin, dan CVR langsung ditemukan. ”Total ada 25 penyelam, setiap hari 10 kali penyelaman,” ucap Iwan di sela istirahat di atas KRI Spica.
Tim Iwan agaknya mendapat ”dukungan” dari alam. Anggota Dinas Penyelamatan Bawah Air Komando Armada I TNI AL (Dislambair Koarmada I) itu menceritakan, Minggu (13/1/2019) sore, jarak pandang di dalam laut sempat nol meter. Alam kemudian lebih bersahabat pada Senin, memberi jarak pandang 1,5-2 meter.
Tim mulai menyelam pukul 08.30 dengan metode melingkar untuk memburu CVR di dasar laut di titik yang telah ditentukan. Untuk tugas tim Iwan, titik penyelaman tersebut sudah ditetapkan tiga hari sebelumnya. Terdapat as roda yang tertancap di dasar laut sedalam 35 meter. Dari as itu, mereka mengikatkan dan merentangkan tali sepanjang 8 meter sebagai acuan pencarian.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
KRI Spica dikerahkan untuk mencari CVR pesawat Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (14/1/2019).
Anggota tim berjajar di sepanjang tali, berbagi wilayah pencarian. Setiap beberapa saat, mereka akan maju lalu mengaduk-aduk lumpur dasar laut guna mendapati benda yang mirip CVR. ”Begitu dikode dan sudah siap semua, kami maju bertahap dan mencari lagi,” lanjut Iwan.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Sersan Dua Satria Margono Susanto, salah satu penyelam yang menemukan CVR pesawat Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Senin (14/1/2019).
Satria lantas mendapati adanya benda yang diduga serpihan badan pesawat Lion Air berwarna oranye yang terkubur sekitar 20 sentimeter di dalam lumpur dasar laut. Ia pun mengangkatnya dan tim membawa benda itu ke KRI Spica pukul 08.48. ”Setiap warna oranye, ya, kami angkat aja. Ternyata itu CVR,” ucapnya.
Pada hari pertama pencarian, tim masih menggunakan ping locator untuk memastikan benda di dasar laut sebagai CVR. Namun, hari-hari setelahnya, sinyal melemah sehingga tim Iwan tidak lagi membawa ping locator saat menyelam. Namun, dengan mengandalkan mata dan tangan untuk ”mengubek-ubek” lumpur dasar laut, CVR justru didapatkan.
Seluruh penyelam dari Dislambair dan Komando Pasukan Katak bergembira. Panglima Koarmada I Laksamana Muda Yudo Margono menjanjikan libur dua minggu bagi mereka. ”Soal itu, kami teruskan dulu ke pimpinan,” jawabnya soal penghargaan bagi para penyelam.
Penyelam menghadapi risiko dekompresi yang bisa berujung pada kelumpuhan atau bahkan kematian dengan menembus kedalaman laut hingga puluhan meter.
Penemuan CVR merupakan kejutan bagi semua pihak yang terlibat dan memantau pencarian. Padahal, menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti, seluruh laporan penyelaman yang masuk hingga Minggu (13/1/2019) malam memperkuat pesimisme.
”Kementerian Perhubungan mengharapkan, apa yang disampaikan KNKT nanti bisa menjadi masukan kami,” ucap Polana.
Para penyelam menghadapi risiko dekompresi yang bisa berujung pada kelumpuhan atau bahkan kematian dengan menembus kedalaman laut hingga puluhan meter. Namun, kunci utama kesuksesan pencarian CVR bukanlah kesiapsediaan penyelam, melainkan kerja sama lintas instansi.
Kepala Pushidrosal Laksamana Muda Harjo Susmoro menjelaskan, KNKT sudah melokalisasi area seluas 5 meter kali 5 meter di perairan Tanjung Karawang yang diduga menjadi tempat CVR berada. Hal tersebut membantu tim untuk fokus. Selain itu, KRI Spica dengan segala kecanggihannya mendukung pemetaan lokasi.
KRI Spica mengawali dengan pemindaian menggunakan multibeam echosounder (MBES) untuk mengetahui profil dasar laut atau batimetri. Setelah itu, perangkat sub-bottom profiling (SBP) digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan-lapisan di bawah dasar laut.