Tersangka MIK (38) dihadirkan dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (11/1/2019). MIK menyebarkan berita bohong soal surat suara dicoblos.
MIK (38) berusaha menutupi wajahnya dengan kedua tangan yang diborgol saat dihadirkan dalam konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya, Jumat (11/1/2019). Selama konferensi pers berlangsung, wajahnya terus menunduk.
MIK, guru SMP di Cilegon, Banten, adalah tersangka dalam kasus berita bohong soal kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. Kontainer disebutnya berisi surat suara yang sudah dicoblos. MIK ditangkap gara-gara cuitannya di Twitter dengan akun @chiechilie80.
Isi cuitannya adalah ”Harap ditindaklanjuti, informasi berikut: Di Tanjung Priok ada 7 kontainer berisi 80 jt surat suara yang sudah dicoblos. Hayo padi merapat pasti dari Tionglok tuh.” MIK kemudian mention cuitannya ke akun @dahnilanzar
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Tersangka kasus hoaks 7 kontainer berisi surat suara yang sudah tercoblos, MIK (rompi merah), seusai ditunjukkan kepada wartawan saat Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo memberikan keterangan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (11/1/2019). Polda Metro Jaya menetapkan MIK yang berprofesi sebagai guru SMP sebagai tersangka dalam kasus hoaks 7 kontainer berisi surat suara yang sudah tercoblos. MIK ditangkap pada 6 Januari 2019 di kediamannya di Cilegon.
MIK mengunggah cuitan tersebut pada Rabu (2/1/2019) sekitar pukul 24.04. Beberapa jam kemudian muncul klarifikasi dari KPU bahwa berita tentang tujuh kontainer berisi surat suara yang dicoblos di Tanjung Priok itu adalah berita bohong.
MIK segera menghapus unggahannya tentang suara suara dicoblos. Dia mengunggah beberapa cuitan pada Kamis (3/1/2019), tetapi kali ini dia meminta maaf atas perbuatannya yang sembrono.
”Mohon maaf atas kesalahan yang saya perbuat. Tidak ada maksud untuk menyebar hoaks”. MIK juga mencantumkan tautan ke laman Kompas.com dan Kompas TV yang memberitakan pernyataan resmi KPU.
Masih pada hari yang sama MIK mengunggah cuitan berisi klarifikasi, ”Twitter saya kemarin maksudnya saya mau share info dari Facebook dengan akun Dahnil Anzar untuk menindaklanjuti dengan mengecek kebenaran informasinya, ga sadar klotweet saya bisa diliat semua orang, ga kayak di WA (Whatsapp).”
Itu adalah unggahan terakhir MIK di Twitter sebelum dia ditangkap polisi pada Minggu (6/1/2019) di Cilegon. Hingga Minggu (13/1/2019) pukul 20.00, akun Twitter @chiechilie80 belum ditutup sehingga jejak-jejak digital MIK masih jelas. Akun tersebut bergabung dengan Twitter sejak September 2013 dengan jumlah pengikut (followers) 30 akun, dan mengikuti (following) 62 akun.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, MIK ditangkap setelah polisi melakukan patroli siber. Berdasarkan interogasi, MIK mengaku sebagai pendukung salah satu pasangan capres-cawapres. Cuitan itu dibuat sendiri MIK.
Argo menegaskan, MIK tidak terkait dengan empat tersangka berita bohong soal surat suara yang ditangkap Polri.
Kepala Unit III Subdit Kejahatan Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Khairuddin mengatakan, MIK pertama kali mendapat informasi tentang surat suara dari sebuah akun di Facebook.
”Dia tidak bisa membuktikan akun Facebook itu milik siapa,” kata Khairuddin.
Karena tidak bisa membuktikan sumber informasi itu, MIK “dijemput” polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. MIK dikenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 dengan ancaman maksimal 6 tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menunjukkan cuitan berisi berita hoax surat suara tercoblos saat memberikan keterangan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (11/1/2019). Polda Metro Jaya menetapkan MIK, guru SMP, sebagai tersangka dalam kasus hoaks 7 kontainer berisi surat suara yang sudah tercoblos. MIK ditangkap pada 6 Januari 2019 di kediamannya di Cilegon.
MIK juga dikenai Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman minimal 2 tahun dan maksimal 10 tahun.
Bunyi Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 Peraturan Hukum Pidana adalah sebagai berikut:
(1) Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan la patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Adapun Pasal 15 berbunyi: Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Kisah pak guru MIK menjadi pelajaran bagi siapa saja agar selalu mengecek dan mengecek ulang informasi yang diperoleh di dunia maya sebelum menyebarkannya.