Parlemen diprediksi menolak kesepakatan Brexit, kemungkinan Brexit gagal terjadi semakin terbuka.
LONDON, JUMAT Kemungkinan ditolaknya kesepakatan Brexit di Majelis Rendah Parlemen Inggris pada 15 Januari mendatang bisa membuka peluang Inggris tidak jadi keluar dari Uni Eropa.
Bagi Pemerintah Inggris, kemungkinan itu bisa dilihat sebagai kegagalan pemerintah menjalankan mandat rakyat pada referendum 2016 yang memilih Inggris keluar dari Uni Eropa (UE).
Berdasarkan Pasal 50 Traktat Lisabon, Inggris akan keluar dari UE pada 29 Maret 2019 dengan atau tanpa kesepakatan. Namun, kesepakatan yang ditandatangani UE dan Perdana Menteri Inggris Theresa May pada November lalu tak memuaskan seluruh kubu di parlemen.
Bagi kubu pro Brexit, kesepakatan itu dianggap membuat Inggris tetap terbelenggu oleh Brussels. Adapun bagi penentang Brexit, manfaat kesepakatan yang dicapai tak lebih baik daripada posisi yang dimiliki Inggris saat ini sehingga memunculkan pertanyaan, untuk apa harus keluar dari blok UE.
Menurut Menlu Inggris Jeremy Hunt, jika parlemen menolak kesepakatan Brexit, akan muncul risiko ”kelumpuhan”. ”Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika parlemen menolak kesepakatan itu, termasuk risiko besar apa yang akan terjadi. Apa yang dikhawatirkan adalah rakyat menganggap pemerintah tidak melaksanakan mandat rakyat karena Brexit bisa saja gagal terjadi,” kata Hunt kepada Sky News.
Asumsi Hunt itu dikaitkan dengan voting yang dilakukan parlemen, Rabu lalu. Hasil voting saat itu, jika parlemen menolak kesepakatan Brexit, pemerintah harus berupaya menghindari ”Brexit tanpa kesepakatan”. Pemerintah juga dituntut dalam waktu tiga hari untuk kembali ke parlemen dengan membawa ”rencana alternatif”.
Menyerah
Anggapan bahwa Brexit tidak akan terjadi juga dinyatakan dua pendonor utama kampanye Brexit, yaitu miliarder Peter Hargreaves dan Crispen Odey. Pada referendum 2016, Hargreaves menyumbang 3,2 juta poundsterling, sedangkan Odey 870.000 poundsterling.
Menurut Hargreaves, pemerintah kemungkinan meminta perpanjangan tenggat Brexit kepada UE. Setelah itu akan meminta referendum kedua. ”Saya sudah menyerah, saya benar-benar putus asa. Saya rasa Brexit tidak akan terjadi,” kata Hargreaves yang menyebut para politikus pro Eropa memanfaatkan situasi ketika rakyat sudah sangat jenuh dengan isu Brexit.
Odey juga memperkirakan situasi serupa. ”Saya tidak melihat kemungkinan Brexit terjadi dengan konfigurasi parlemen seperti itu,” kata Odey merujuk komposisi Majelis Rendah di mana tiga perempat anggotanya pro UE pada referendum 2016.
Odey dan Hargreaves beranggapan, kegagalan utama disebabkan tidak adanya kepemimpinan yang bertanggung jawab atas Brexit.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan Sky, 31 persen suara merasa yakin Inggris akan keluar dari UE pada 29 Maret; 37 persen merasa Brexit akan terjadi melewati tenggat; sedangkan 21 persen menganggap Brexit tidak akan terjadi.
Selain itu, 45 persen suara menolak percepatan pemilu dan 37 persen suara mendukung pemilu.