Merayakan Kebersamaan di Pameran Sketsa Wajah Tembi Rumah Budaya
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
Pertemanan yang terjalin puluhan tahun tidak berlebihan rasanya jika dirayakan melalui sebuah pameran. Kenangan dari setiap momen bersama terlintas begitu saja ketika tangan sang seniman menggoreskan pensil dan tinta menggambarkan sketsa wajah kawan-kawannya. Celoteh tentang kisah masa lalu diikuti gelak tawa yang sesekali pecah semakin menghangatkan ruang pameran.
Suasana tersebut tercipta sewaktu pembukaan pameran sketsa wajah bertajuk ”Wajah-wajah Berbagi Kegembiraan” oleh Vincensius Dwimawan (57), seniman asal Yogyakarta, yang digelar di Tembi Rumah Budaya, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (11/1/2019) malam. Pameran itu bakal berlangsung hingga Minggu (13/1/2019).
Si Us, sapaan akrab Vincensius, menceritakan, pameran itu bermula dari keisengannya yang kembali menggambar seusai pensiun sejak setahun yang lalu dari sebuah majalah di Jakarta. Kejenuhannya berkarya lewat layar komputer membuatnya ingin menggambar lagi. Kebetulan ada gereja yang memintanya untuk menggambar 12 murid Yesus.
”Namun, waktu itu, kok mirip dengan teman saya. Akhirnya, saya coba terusin sampai diminta teman-teman yang lain buat menggambarkan wajah mereka juga,” kata Us.
Selanjutnya, Us menceritakan, awalnya yang ia garap adalah sketsa wajah teman-temannya yang berprofesi sebagai seniman dan budayawan. Ia pun bersama seorang teman lainnnya, Ons Untoro, berencana membuat pameran gambar sketsa wajah para seniman dan budayawan tersebut. Namun, mereka terkendala lamanya waktu pengumpulan foto dan biodata dari para seniman tersebut.
”Saya coba mengusulkan kepada Ons. Kenapa tidak mencoba membuat sketsa untuk teman-teman wartawan? Nah, kebetulan teman-teman wartawan merespons tawaran ini dengan cepat. Akhirnya, jadilah pameran ini,” kata Us.
Selama dua bulan, pameran itu dipersiapkan. Sebanyak 70 sketsa wajah para wartawan senior yang pernah berkiprah di Yogyakarta berhasil dikumpulkan. Mereka tergabung dalam Paguyuban Wartawan Sepuh. Adapun nama-nama besar yang ikut terpampang sketsa wajahnya dalam pameran tersebut, yaitu, Ashadi Siregar, Emha Ainun Nadjib, Butet Kartaredjasa, dan lain sebagainya.
”Meski sekarang sudah bukan lagi menjadi wartawan, semasa mudanya, mereka semua pernah menjadi wartawan. Sampai sekarang pun sebenarnya mereka masih terus menulis,” kata Ons.
Us mengungkapkan, tidak ada alasan khusus tentang dipilihnya metode ”menggambar” atau drawing dalam pamerannya kali itu. Teknik menggambar adalah teknik dasar yang dipelajari dalam dunia seni rupa. Yang paling penting justru bagaimana memunculkan karakter dari orang yang digambarkan oleh sang seniman dari setiap goresan pena ataupun pensilnya.
”Drawing ini sebenarnya teknik yang sangat elementer. Seseorang yang bersekolah di sekolah seni rupa harus bisa seni drawing, harus bisa menggambar bentuk. Yang menjadi tantangan adalah memunculkan karakter orang-orang yang saya gambar. Terlebih lagi yang dekat dengan saya,” kata Us.
Tampaknya, Us sukses memunculkan karakter para wartawan senior melalui gambarnya. Mungkin ini disebabkan oleh kedekatan Us terhadap dunia jurnalistik. Us seolah tidak sekadar menggambar, tetapi juga memasukkan sifat khas dari orang yang digambarnya dalam sebuah bingkai sketsa.
Dari gambar Ashadi, misalnya, terlihat sekali kewibawaan dari jurnalis senior tersebut. Ia digambar dengan sorot mata yang tajam. Salah satu tangannya memegang dagu menunjukkan seperti memikirkan suatu hal yang besar.
Us juga sukses menggambar wajah Emha, atau yang kerap dipanggil Cak Nun. Dari berbagai ekspresi yang bisa digambar, Us menggambarkan wajah Cak Nun yang sedang tertawa lebar. Hal itu sesuai dengan karakter budayawan tersebut yang sering menebar lawakan atau banyolan sehingga membuat hadirin yang menyaksikan ceramahnya ikut tertawa.
”Saya gembira menggambar, sedangkan yang digambar juga gembira. Dari situ, saya berpikir, ini berbagi kegembiraan. Saya akhirnya mengambil tema dari pameran ini berbagi kegembiraan,” tutur Us.
Sementara itu, Emha mengatakan, sebenarnya yang sedang dirayakan dalam pameran itu adalah kebersamaan dari para wartawan yang wajahnya tergambar dalam setiap bingkai sketsa yang dipamerkan malam itu. Lebih dari 50 tahun mereka saling mengenal dan tetap bersaudara hingga sekarang.
”Salah satu lulus menjadi manusia adalah dengan terus bersaudara dengan orang lain. Siapa pun identitas kita, yang terpenting, adalah kita masih bersaudara lebih dari 50 tahun. Malam hari ini, kita menjadi manusia sejati,” kata Emha.
Terkait hal itu, Ashadi menyatakan, sepanjang pameran yang berusaha dimunculkan adalah ingatan tentang persahabatan wartawan senior yang berlangsung begitu lama. Mereka tetap teguh dan mendukung satu sama lain dan hidup dengan baik di tengah adanya berbagai gejolak selama ini.
”Sekian puluh tahun bisa bersama-sama dengan hubungan baik, penuh persahabatan, dan penuh dengan emosi positif. Karena, sekarang ini banyak orang hidup dengan emosi negatif. Sementara, kita bisa bertahun-tahun hidup dengan emosi positif. Menurut saya, ini yang luar biasa,” ujar Ashadi.