Hilirisasi Industri Dimulai di Sulawesi
JAKARTA, KOMPAS – Salah satu langkah konkret hilirisasi industri Indonesia bakal dimulai di Sulawesi. Hal itu ditandai dengan dimulainya pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia Morowali Industrial Park, Jumat (11/1/2019).
Investor asing turut diundang mengembangkan kawasan ini, namun ada syarat khusus yang tidak boleh diabaikan, yakni menggandeng mitra lokal.
Berdasarkan keterangan pers dari Kementerian Perindustrian yang dikutip Kompas, Sabtu (12/1/2019), pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik di Morowali, Sulawesi Tengah, bertujuan mendorong percepatan pembangunan industri bahan baku baterai lithium. Pabrik baterai itu akan mendukung pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Pabrik milik PT QMB New Energy Materials yang berlokasi di Morowali Industrial Park (IMIP) itu menempati lahan seluas 120 hektar dan ditargetkan beroperasi pada 16 bulan ke depan.
PT QMB New Energy Materials merupakan kerja sama antara perusahaan Tiongkok, Indonesia, dan Jepang yang terdiri dari GEM Co., Ltd., Brunp Recycling Technology Co.,Ltd., Tsingshan, PT IMIP, dan Hanwa.
Total investasi yang ditanamkan ialah 700 juta dollar AS. Pabrik itu diperkirakan bakal menghasilkan devisa 800 juta dollar AS per tahun. Pabrik ini juga bakal menyerap langsung 2.000 tenaga kerja.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pabrik tersebut akan memproduksi material energi baru dari nikel laterit. PT. QMB New Energy Materials memiliki kapasitas konstruksi nikel sebesar 50.000 ton dan kobalt 4.000 ton.
Pabrik akan memproduksi di antaranya 50.000 ton produk intermedit nikel hidroksida, 150.000 ton baterai kristal nikel sulfat, 20.000 ton baterai kristal sulfat kobalt, dan 30.000 ton baterai kristal sulfat mangan.
Produksi pabrik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku baterai lithium generasi kedua. Airlangga menambahkan, selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, produksi PT QMB New Energy Materials juga akan menyasar pasar ekspor.
Airlangga meyakini, melalui proyek smelter berbasis teknologi hydrometalurgi tersebut, Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam pengembangan industri baterai untuk kendaraan listrik. Selain itu, struktur sektor otomotif di dalam negeri dipercaya bakal semakin kuat.
Berdasarkan peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, pada tahun 2025, pemerintah menargetkan 20 persen dari total produksi kendaraan di Indonesia adalah yang berbasis elektrik. Artinya, ketika produksi kendaraan mencapai 2 juta unit per tahun, sebanyak 400 ribu unit adalah kendaraan listrik.
Mitra lokal
Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah mendorong upaya pengembangan kawasan IMIP menjadi kawasan ekonomi khusus. Investor dari luar negeri diperkenankan untuk berpartisipasi. Namun, investor diminta menggandeng mitra lokal.
“Hal ini tidak boleh ditawar. Tentunya kerja sama itu harus menguntungkan kedua belah pihak," kata Luhut saat mengadakan pertemuan makan malam dengan investor dan calon investor dari China yang berpartisipasi dalam mengembangkan kawasan IMIP.
Acara itu turut dihadiri Direktur Utama PT Inalum (Persero), Budi Sadikin, perusahaan yang menurut Menko Luhut bisa menjadi mitra lokal para investor. Hadir juga Maniwanen, pejabat eksekutif tertinggi atau CEO dari Busana Aparel Grup yang mewakili sektor swasta.
Pada kesempatan itu, Luhut menyampaikan keinginan pemerintah Indonesia untuk mendekatkan industri hulu ke hilir dalam satu kawasan. Dengan demikian impor bahan baku bisa dikurangi.
"Kalau sekarang di wilayah ini produk yang dihasilkan sudah sampai carbon steel (baja karbon), kami berharap nanti akan dihasilkan juga produk turunan lainnya. Begitu juga dengan baterai, dari industri hulu hingga produk akhirnya bisa dikerjakan di sini," tutur Luhut.
Luhut menyarankan produk baterai yang dihasilkan nantinya difokuskan pada baterai untuk sepeda motor, lalu baterai untuk kendaraan umum. Kemudian baterai untuk kendaraan pribadi.
Kerja sama dengan partner lokal bukan saja di bidang industri, tapi juga di bidang riset. Menurut Luhut, Universitas Tsinghua Beijing telah menyatakan keinginan mereka untuk mendirikan pusat riset di Morowali. Mereka juga akan bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Maniwanen mengatakan, industri-industri di Indonesia yang membutuhkan stainless steel selama ini masih impor untuk memenuhi kebutuhan. Dengan adanya stainless steel yang dihasilkan di kawasan IMIP, menurutnya, industri dalam negeri akan bisa menyerap sekaligus menghemat biaya transportasi. Bahkan ke depan berpotensi memunculkan industri-industri hilir yang baru.
“Sektor swasta siap bekerja sama dengan kawasan industri ini,” ucap Maniwanen.